Hari Lingkungan Hidup dan Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang Terbengkalai

oleh -568 kali dilihat
Hari Lingkungan Hidup dan Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang Terbengkalai
Ilustrasi - Foto/Pixabay
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini akan diperingati secara virtual akibat pandemi Covid-19.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan rilis agenda di perayaan hari lingkungan. Bila setiap tahunnya, ditandai dengan Pameran Lingkungan Hidup, kali ini hanya dengan aksi-aksi virtual.

Walau begitu, pesan dari hari lingkungan hidup diharapkan dapat diinternalisasi secara luas. Pertama, tentang perlunya melakukan introspeksi massal untuk melihat bagaimana bumi saat ini. Bumi mendekati krisis paling nadir, mulai dari polusi udara, dampak perubahan iklim, beban sampah plastik hingga ancaman deforestasi.

Lingkungan dan manusia sedang merasakan beragam persoalan, mulai dari bencana alam hingga ancaman pandemi akibat deforestasi dan satwa liar yang kehilangan habitatnya. Tidak berhenti di situ, degradasi pada lingkungan telah menimbulkan kepunahan spesies hingga ancaman krisis pangan dan sumber daya.

KLIK INI:  Mengintip Aturan dan Cara Membuang Sampah di Jepang

Oleh sebab itu, hal kedua yang harus dipikirkan bersama adalah merencanakan aksi kolaboratif yang dapat berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan. Kita perlu mengidentifikasi kembali duduk persoalannya serta mengevaluasi agenda kerja yang selama ini sudah dijalankan.

Bumi saat ini saat ini sedang mengancam kondisi kemanusiaan. Semua akar persoalannya karena kegagalan kita menjaga alam. Pernyataan ini dihaturkan Lembaga Lembaga Lingkungan PBB atau United Nations Environment Programme (UNEP) di laman resminya terkait Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Padahal, kelestarian lingkungan mejadi penentu utama tercapainya 9 target pembangunan berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (SDGs).

Oleh sebab itu, hari lingkungan hidup ini dapat dijadikan momen baik untuk melihat kembali 9 agenda atau target pembangunan berkelanjutan yang agaknya terbengkalai.

KLIK INI:  Koalisi Keadilan Iklim: Merdeka Tanpa Keadilan Iklim
  • Agenda menurunkan angka kemiskinan

Kemiskinan menjadi isu global yang hingga saat ini masih dirasakan sejumlah Negara termasuk Indonesia. Dalam laporan The Sustainable Development Goals Report 2019, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menyatakan bawah target mengurangi angka kemiskinan tidak akan tercapai. PBB memprediksi, masih ada sekitar 6% penduduk dunia yang berada di bawah garis kemiskinan pada 2030.

Faktanya, semakin miskin suatu wilayah, semakin besar pula kerentanan saat terjadi bencana. Data PBB menyatakan, 90% kematian akibat bencana terjadi di negara-negara miskin. Alam yang melindungi, mensejahterakan belum mampu terwujud untuk membantu mencapai target ini.

  • Menghilangkan Kelaparan

Isu kelaparan di belahan duni belum juga surut, suatu pertanda bahwa kesejangan ekonomi terjadi di mana-mana. PBB merilis, adanya peningkatan angka kelaparan penduduk dunia dari 784 juta di tahun 2015 menjadi 821 juta di tahun 2017. Dua pertiga atau 66 persen penduduk yang dilanda kelaparan justru bekerja di sektor produksi pangan. Ini tentu suatu ironi bukan?  Ini berarti kaum tani masih termarjinalkan dan tidak didukung oleh policy yang berpihak pada kesejahteraan mereka.

  • Menyediakan Air Bersih dan Sanitasi

Air bersih dan sanitasi tidak kalah mendesaknya. Isu ini juga berkaitan dengan kualitas lingkungan hidup. Data PBB menunjukkan bahwa penduduk dunia gagal dalam penyediaan air bersih dan sanitasi. Ada 785 juta penduduk dunia masih tidak memiliki akses ke fasilitas air minum yang layak di 2017.

Sebanyak 2 dari 5 penduduk dunia tidak memiliki fasilitas cuci tangan yang layak menggunakan air dan sabun. Ini tentu akan mengerikan bila ada situasi pandemi seperti saat ini. Data lain menunjukkan, masih adanya sekitar 673 juta orang masih BAB di ruang terbuka, mayoritas adalah penduduk di Asia Selatan. Lebih mengerikan lagi, ada700 juta penduduk di bumi terancam mengungsi akibat kekurangan air ekstrem.

KLIK INI:  Terbayang, Ibukota Negara Berpindah ke Jeneponto
  • Menyediakan Energi yang Bersih dan Terjangkau

Walau 90% penduduk dunia sudah memiliki akses ke energi listrik, tidak semua wilayah bisa terjangkau jaringan listrik dan hidup 24 jam sehari seperti yang sekarang Anda nikmati. Peluang terbesar untuk menyediakan listrik bagi mereka adalah dengan menggunakan energi baru dan terbarukan. Namun EBT baru menyumbang 17,5% total konsumsi energi dunia. Masih ada 3 miliar penduduk bumi yang tidak memiliki akses ke energi yang bersih untuk memasak.

  • Mewujudkan Pola Konsumsi Berkelanjutan

Tidak bisa dipungkiri bahwa eksploitasi sumber daya alam terus berlangsung yang mengakibatkan adanya penurunan sumebr daya. Dunia menggunakan 92 milyar ton bahan baku pada 2017 naik dari 54 miliar ton pada tahun 2000 dan diperkirakan akan terus naik ke 190 miliar ton bahan baku pada 2060.

Saat ini ada 100 negara yang aktif mempromosikan pola konsumsi dan produksi yang ramah alam, namun tren “pemborosan yang berkelanjutan” masih tercermin dari data di atas. Bisa dibayangkan, ada pemborosan makanan di sejumlah Negara tetapi ada ancama kelaparan di Negara yang lain.

  • Aksi Iklim

Data ilmiah menunjukkan suhu bumi telah meningkat 1°Celcius di atas suhu bumi sebelum revolusi industri. Walau 186 negara sudah meratifikasi Perjanjian Paris/Kesepakatan Paris, aksi mereka memangkas emisi gas rumah kaca – pemicu pemanasan global, masih gagal memenuhi target.

KLIK INI:  Reformasi Tata Kelola Pesisir, Laut dan Pulau Kecil untuk Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan

Krisis iklim telah mencabut 1,3 miliar nyawa dalam periode 1998-2017. Untuk membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,5°C, konsentrasi emisi karbon di bumi harus dipangkas 55% dari level tahun 2010 pada 2030 atau 10 tahun lagi. Setelah itu diharapkan dunia berhenti menghasilkan polusi iklim (zero net emissions) pada 2050.

  • Menyelamatkan Kehidupan di Air

Data menunjukkan adanya kenaikan tingkat keasaam air laut telah sekitar 26% sejak masa sebelum revolusi industri di abad ke-18. Tingkat keasaam air laut ini diperkirakan akan terus naik antara 100-150% hingga 2100. Hal ini terjadi walau dunia telah melipatgandakan wilayah perairan negara yang dilindungi menjadi 17% dari level 2010. Pemicunya antara lain karena laut menyerap 90 persen konsentrasi karbon dioksida di atmosfer memicu peningkatan keasaman air laut.

  • Menyelamatkan Kehidupan di Darat

Laju kerusakan alam di darat terus meluas setiap tahunnya dan ini tentu mengancam keberlanjutan. Ribuan spesies terancam punah akibat habitatnya yang rusak (sebagian besar karena sengaja dirusak) oleh manusia.

Degradasi lahan terus terjadi dengan luas mencapai 20% wilayah bumi. Sebanyak 1 miliar penduduk dunia merasakan dampak degradasi lahan ini. Semua ini terjadi saat luas wilayah yang dilindungi terus naik.

Wilayah daratan (terrestrial areas) yang dilindungi naik 39% dalam periode 2000-2018. Sementara luas wilayah air tawar dan pegunungan yang dilindungi meningkat 42% dan 36% pada periode yang sama. Sehingga, pertanyaan masih mengemuka soal efektivitas pengelolaan kawasan-kawasan lindung ini.

  • Kerjasama untuk Mencapai Semua Target Tersebut

Gagalnya pencapaian target-target SDGs di atas rupanya juga tercermin dari kinerja target SDGs yang terakhir ini. Kegagalan ini ikut diperburuk oleh menurunnya jumlah bantuan Negara-negara maju untuk Negara miskin hingga 3 persen di tahun 2018 dari tahun sebelumnya.

Oleh sebab itu, dim omen hari lingkungan hidup ini, semua pihak harus memikirkan ulang mengenai agenda pembangunan berkelanjutan yang terbengkalai. Lalu, berkolaborasi kembali menempu jalan perbaikan untuk bumi yang tetap lestari.

KLIK INI:  Korporasi Perlu Selaraskan Aksinya dalam Visi Pembangunan Berkelanjutan