Demi Lingkungan, Dua Sejoli Ini Enggan Naik Pesawat Saat Bepergian

oleh -80 kali dilihat
Demi Lingkungan, Dua Sejoli Ini Enggan Naik Pesawat Saat Bepergian
Lorenz Keysser dan Giulia Fontana/foto-dw
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

[hijau]Emisi gas buang pesawat adalah sebuah kesalahan[/hijau]

Klikhijau.com – Mata saya agak perih, namun tetap membaca ulang kisah Lorenz Keyßer yang baru berusia 23 dan Giulia Fontana, 27 tahun.

Kisah sepasang kekasih itu ditulis di detik.com, Rabu 17 Juli 2019 lalu. Keduanya tentu seperti sepasang kekasih pada umumnya—saling mencintai.

Namun, jika ditelisik lebih dalam, dua sejoli ini berbeda. Mereka tak ingin menggunakan pesawat jika bebergian. Alasannya sederhana, karena ingin ramah lingkungan.

Pasangan ini tidak mengemudi kendaraan ataupun makan daging. Sampai tiga tahun yang lalu mereka memutuskan bahwa emisi gas buang pesawat adalah sebuah kesalahan.

KLIK INI:  Menggemaskan, Saat Masih 7 Tahun, Ryan Hasilkan Rp130 Juta dari Sampah

Di ETH Zurich, kampus tempat mereka mempelajari ilmu lingkungan, mereka menemukan fakta yang mengejutkan bahwa 60% emisi gas rumah kaca berasal dari perjalanan pesawat terbang.

Ketika Lorenz berkuliah di Leeds University, Inggris, dia pindah menggunakan kereta dan Giulia mengunjunginya menggunakan cara yang sama. Mereka pun berpergian ke berbagai tempat tanpa menggunakan moda transportasi udara.

Dilanda dilema

Giulia mengunjungi keluarganya yang berada di Italia, begitu juga Lorenz yang mengunjungi keluarganya di Jerman, dengan menggunakan kereta.

“Kami hanya bepergian di sekitar Eropa, melakukan pendakian, jadi itu bukanlah masalah sama sekali,” terang Giulia.

Namun, ketika sahabat baik Giulia yang tinggal di Sydney memintanya untuk menjadi maid of honor (pendamping pernikahan-Red), Giulia pun dilanda dilema.

Untuk mengabulkan permintaan itu, mereka membutuhkan waktu perencanaan enam bulan. Mereka akan berada 200 jam di atas kereta, dan dua minggu bermalam di dalam kapal kargo.

KLIK INI:  Masih 16 Tahun, Aktivis Lingkungan Ini Dijagokan Raih Nobel Perdamaian

Lantas pasangan ini merenungkan rencana perjalanan mereka dan memutuskan waktu yang tepat untuk berangkat. Mereka sadar, mereka akan pergi selama satu tahun penuh.

Bagi Giulia ini berarti ia harus mencari pekerjaan baru di Australia, sementara Lorenz akan menempuh studinya dari jarak yang amat jauh.

Setelah mereka mempelajari rute kereta dan menemukan bahwa perjalanan bisa dilakukan dengan menumpang kapal kargo, Giulia pun yakin bisa menghadiri hari istimewa sahabat baiknya.

Mereka memulai perjalanan pada akhir bulan Juni. Terlebih dahulu Giulia berangkat dari Zurich menemui Lorenz yang ada di Berlin.

Mereka meninggalkan Jerman melintasi Eropa menggunakan kereta – dari Berlin menuju Moskow via Plondaia dan Belarusia – hingga menuju Rusia, Mongolia, dan Cina.

Dari Beijing mereka selanjutnya menuju Qingdao untuk menumpang sebuah kapal kargo menuju Brisbane, di mana mereka akhirnya sampai enam minggu setelahnya.

“Sepertinya momen yang tak terlupakan adalah ketika kami berada di kapal kargo,” imbuh Lorenz.

Perubahan secara sistemik

Lorenz dan Giulia adalah dua dari 360 orang yang berkomitmen untuk berhenti atau membatasi penggunaan pesawat terbang selama dua tahun terakhir dengan mengkampanyekan gerakan No Fly Climate Sci. Dan masih banyak lainnya yang membuat keputusan serupa.

KLIK INI:  Yuk kenalan dengan Benjamin, Seniman yang Ciptakan Gelombang dari Sedotan Plastik

Namun, Giulia dan Lorenz sadar betul perubahan ini tidak terjadi secara cukup cepat, dan ingin menyampaikan bahwa krisis iklim kini menuntut banyak pihak untuk berpikir ulang dalam menjalankan roda perekonomian.

“Walaupun tindakan individu itu penting, itu tidak akan cukup. Kita perlu perubahan secara sistemik,” papar Lorenz.

Mereka juga meyakini bahwa cara mereka berpergian merupakan suatu keistimewaan. Hanya segelintir orang yang bergelimang kemewahan yang memilih mencemari bumi dengan emisi gas buang pesawat – kurang dari 20% populasi global pernah naik pesawat.

Perjalanan Giulia dan Lorenz membuat mereka sadar betapa beruntungnya mereka, terlepas dari isu ras, kewarganegaraan, disabilitas, orientasi seksual, dan strata, mereka mampu berpergian secara bebas dan aman melintasi dunia, menembus batas negara satu demi satu.

KLIK INI:  Pengalaman Advokasi Perhutanan Sosial, Bekal Tita Kamila di Ajang Putri Indonesia 2023