Dalam Kepungan Bahaya Plastik yang Hulu-hilir Toxic

oleh -189 kali dilihat
Dalam Kepungan Bahaya Plastik yang Hulu-hilir Toxic
Ilustrasi - Foto/Jonathan Cooper di Unsplash

Klikhijau.com – Tanpa disadari kehidupan ini benar-benar dalam kepungan plastik. Kita telah tergantung pada plastik, mulai dari bangunan, kendaraan, pakaian, peralatan rumah tangga hingga kemasan  pangan (bahan pangan, makanan dan minuman) yang kita konsumsi sehari-hari.

Sri Bebasari, pendiri Indonesian Solid Waste Association menuturkan, betapa pentingnya mengetahui cara pakai dan cara buang atas pemanfaatan plastik tersebut.

Dengan begitu, plastik tidak berdampak pada kesehatan kita sebagai konsumen plastik juga konsumen pangan berkemasan plastik, serta bagaimana agar sampah plastik tidak merusak lingkungan hidup.

“Kedekatan kita pada plastik menuntut langkah bijak kita untuk memperlakukan plastik sesuai dengan kharakteristik kimia dan fisikanya; agar kita bisa meminimalkan risiko dari potensi toxic atas penggunaan plastik tersebut”, demikian disampaikan oleh Amalia S Bendang seorang Gen-Z relawan Indonesian Solid Waste Association.

Selain bijak pula memperlakukan plastik paska penggunaan (sampah plastik) sehingga tidak mencemari lingkungan kita.

KLIK INI:  Caleg Terpilih Berusia 26 Tahun Ini Ingin Setop Penggunaan Plastik di DPR

Sementara itu, Ahmad Safrudin dari Zero Waste Consortium menyoal pentingnya para pengambil kebijakan negara untuk dapat mengawal agar produksi plastik. Diantaranya dengan mengikuti prinsip kehati-hatian, para pihak tidak memasarkan dan atau menggunakan plastik yang mengandung toxic.

“Para industriawan harus menjamin bawa plastik yang diperdagangkan (termasuk dalam konteks penggunaan plastik sebagai kemasan pangan) tidak berisiko toxic serta memberikan informasi yang memadai terkait perlakuan seharusnya oleh konsumen atas plastik kemasan pangan tersebut,” katanya.

Toxic dalam plastik

Riset menunjukkan bahwa plastik mengandung potensial toxic selain menjadi sampah yang mengganggu estetika, kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup.

Pembagian jenis plastik untuk kemasan pangan misalnya, sudah diatur sedemikian rupa oleh BPOM. Produsen pangan berkemasan plastik berkewajiban untuk menginformasikan kepada konsumen bagaimana perlakuan seharusnya atas berbagai jenis plastik. Ini penting agar konsumen terhindar dari risiko terpapar toxic dari potensial leaching (pelindian) dan atau peeling (pengikisan) plastik yang dapat mengkontaminasi pangan.

KLIK INI:  Ancaman Plastik Semakin Liar, Bisa Memicu Penyakit Jantung

“Akibat kontaminasi ini bisa berdampak akut seperti sakit kepala, diare, gangguan kulit, iritasi kerongkongan, iritasi mata; maupun berdampak kronis seperti sakit kanker, disfungsi hati, thyroid, gangguan reproduksi, infertility, perubahan hormone, penurunan jumlah dan kualitas sperma, radang paru-paru, diabetes, stroke, cardio vascular, hingga kerusakan/mutasi gen”, demikian analisa dari Dr Budi Hartono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Peraturan BPOM No 20/2020 tentang Kemasan Pangan harus dilaksanakan sebagai acuan penggunaan plastik sebagai kemasan pangan secara bertanggung jawab.

Meskipun ada 7 (tujuh) jenis plastik yang dapat dimanfaatkan sebagai pengemas pangan, namun demikian kewajiban turunannya melekat pada tanggung jawab produsen plastik dan produsen pangan pemanfaat plastik sebagai kemasan.

Artinya penggunaan plastik yang telah diizinkan BPOM tersebut tetap terikat pada kaidah perlakuan yang tidak mengabaikan kharakteristik fisika kimia dari berbagai jenis plastik tersebut. Ini penting agar sifat fisika dan unsur kimia dalam plastik tersebut tidak mempengaruhi, tidak terurai, tidak mengalami pelindian, tidak tergerus, tidak terekspose ataupun tidak bermigrasi sehingga akan tetap aman dan dalam batas tolerable level bagi masyarakat yang mengkonsumsi makanan dan minuman menggunakan kemasan plastik termasuk untuk jangka panjangnya (chronicle effects).

Persyaratan keamanan pangan untuk BPA max 0,01 bpj atau 10 μg/kg atas kemasan berbahan PC (Polycarbonate), tidaklah melepaskan tanggung jawab produsen plastik dan perusahaan pemanfaat plastik kemasan atas potensi lepasnya zat berbahaya.

KLIK INI:  STuEB Beberkan Dampak Mengerikan PLTU Batubara di Pulau Sumatera

Hal ini mengingat adanya potensi akumulasi zat berbahaya tersebut terutama apabila seseorang mengkonsumsi pangan dari beberapa kemasan plastik per harinya.

Apalagi angka di atas berada di atas ketetapan EFSA (Otoritas Keamanan Pangan Eropa) yang berkisar antara 0,004 bpj atau 4 μg/kg. Biarpun angka ketetapan EFSA ini lebih rendah tetap memungkinkan adanya akumulasi migrasi kronis setelah bertahun-tahun apabila perlakuan yang tidak benar atas penggunaan PC tersebut, sehingga berpotensi terakumulasi pada tubuh seseorang.

Rekomendasi

Sehubungan dengan potensi toxic atas pemanfaatan plastik kemasan pangan. Zero Waste Consortium merekomendasikan kepada para pihak agar bijak memperlakukan plastik sehingga tidak menjadi bencana kesehatan dan bencana lingkungan hidup:

  • Pemerintah perlu mengatur lebih detail berikut langkah monitoring dan law enforcement atas pemanfatan plastik-plastik yang memiliki unsur berbahaya bagi kesehatan seperti BPA.
  • Saatnya ditetapkan kebijakan fiskal sebagai mekanisme insentif/disinsentif atas pemanfaatan plastik yang besarannya ditetapkan sesuai derajat toxicity atas plastik tersebut. Mekanisme ini bisa seperti Carbon trading dalam pengelolaan limbah plastik. Industri dapat melakukan trading swaps atas sampah plastik kepada industri daur ulang yang melakukan recycle, reuse dan inovasi teknologi dalam industri daur Ini bisa menjadi alternatif solusi tanggungjawab industri dalam mengelola sampahnya.
  • Agar terbebas dari kepentingan industri global (MNC) maka Indonesia perlu membuat cara pengelolaan sampah yang digali dari nilai-nilai budaya kita. Seperti gotong royong, sistem sedekah sampah, budaya menggunakan tas belanja yang dipakai berulang, dan lainnya.
  • Pemerintah melalui BPOM bekerjasama dengan Universitas dan Organisasi Masyarakat Sipil (LSM) melakukan penelitian terkait plastic yang berpotensi membuat masyarakat terpapar.
  • Pemerintah, Organisasi Masyarakat Sipil dan terutama produsen plastik serta perusahaan-perusahaan pemanfaat plastik sebagai kemasan pangan wajib melakukan edukasi dan penyampaian informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat. Terutama kepada ibu menyusui, ibu hamil dan kelompok masyarakat yang rentan terhadap sakit/penyakit akibat terkontaminasi zat berbahaya dari plastik seperti bayi dan balita, penderita kanker dan lain-lain. Termasuk mengenai cara aman agar terhindar dari paparan B3, khususnya dari plastik kemasan yang mengandung B3.
KLIK INI:  Tidak Terduga, Ini 9 Sumber Mikroplastik yang Patut Diwaspadai