- Menunggu Bangau Pulang - 04/05/2024
- Pantai yang Bersalin Nama - 13/04/2024
- Gadis Iklim - 07/04/2024
Klikhijau.com – Kepiting. Hmm, saya punya banyak kenangan tentangnya. Dulu sewaktu kecil. Saya kerap ke sungai atau ke selokan menangkapnya.
Ada keseruan tersendiri saat berburu kepiting. Apalagi ia memiliki ‘tangan’ (baca capit) yang bergerigi. Ketika menjepit tangan akan sangat terasa sakitnya
Hasil perburuan itu, biasanya saya masak, namun lebih banyak sebagai alat untuk mainan saja. Di kampung saya, kepiting memiliki nama tersendiri, yakni kombeng. Dan capitnya bernama passipi’
Maka ketika berburu kombeng. Orang-orang akan menamainya lampa kombeng—artinya pergi mencari kepiting.
Ukuran kombeng di kampung saya kecil, apalagi yang hidup di sungai atau selokan air. Dulu saya berpikir kombeng hanya terdapat di sungai atau kali.
Pun ukurannya kecil saja dan hanya satu jenis. Namun rupanya itu keliru, kepiting memiki banyak jenis. Belum lama ini Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dwi Listyo Rahayu berhasil menemukan empat spesies baru kepiting dari perairan di wilayah Timur Indonesia.
Spesies tersebut telah lama ditemukan oleh Dwi. Misalnya Typhlocarcinops hirtus yang berasal dari Lombok penelitian dilakukan pada tahun 2004-2009, sedangkan Typhlocarcinops lapillus dari Tanimbar adalah koleksi tahun 1994. Sementara itu spesies Typhlocarcinops robustus dan Typhlocarcinops raouli dari Timika merupakan temuan penelitiannya pada tahun 2000-2002.
Untuk lebih terangnya, berikut penjelasan singkat mengenai spesies baru kepiting tersebut:
-
Typhlocarcinops hirtus
Spesies baru ini ditemukan oleh Dwi Listyo Rahayu di beberapa wilayah Pulau Lombok. Di antaranya Kuta, Sekotong, Teluk Kumbal, Jerowaru, dan Medana. Ia hidup di antara lamun pada substrat lumpur berpasir .
Ia memiliki cirri-ciri khusus, yakni tubuh dan kakinya berbulu-bulu tebal. Dalam bahasa latin ini disebut hirtus, artinya berbulu banyak.
Karena itulah spesies baru ini dinamai Typhlocarcinops hirtus, yang merupakan spesies pertama yang diketahui hidup di area pasang surut.
-
Typhlocarcinops lapillus
Tanimbar merupakan lokasi di mana spesies baru kepiting ini ditemukan. Ia ditemukan pada tahun 1994. Sudah cukup lama, bukan?
Ia memiliki tubuh yang halus dan mengkilat. Tidak memiliki bulu maupun duri. Ia diberi nama Lapillus (bahasa latin) yang berarti batu mulia kecil.
Penamaan itu sesuai dengan karakteristiknya yang bertubuh kecil, halus, dan mengkilat berwarna putih seperti perhiasan kecil.
Spesies yang ditemukan merupakan kepiting betina yang memilki ukuran 4.5 x 2.8 mm.
-
Typhlocarcinops robustus
Spesies ini ditemukan di Timaka pada tanggal 19 April 2020 oleh Dwi Listyo Rahayu. Nama robustus diambil dari bahasa latin yang berarti kokoh.
Penamaan itu berdasarkan bentuk tubuh dan capitnya yang terlihat kokoh dan kuat, sehingga terkesan tangguh menghadapi segala rintangan.
Setidaknya ada dua ekor dari spesies ini yang ditemukan di perairan laut Arafura Sea, Papua Indonesia.
Keduanya seperti sepasang kekasih, yakni jantan dan betina. Untuk yang berjenis kelamin jantan memilki ukuran 8.5×6.8 mm. Sedangkan yang betina memiliki ukuran 8.5×6.5 mm
-
Typhlocarcinops raouli
Selain Typhlocarcinops robustus, spesies lain yang ditemukan di Timika adalah Typhlocarcinops raouli. Kepiting ini mempunyai bentuk tubuh persegi panjang dengan capit yang langsing.
Pemberian nama Raouli bertujuan untuk memberi penghargaan kepada Raoul Serene yang merupakan seorang ahli kepiting asal Prancis.
Secara kebetulan Raouli mempelajari kepiting dari kelompok Typhlocarcinops raouli ini. Untuk jenis spesies ini peneliti menemukan cukup banyak, yakni 14 ekor.
Dari 14 ekor itu, ditemukan 2 di antaranya satu jantan berukuran 6.5×4.4 mm pada tanggal 2 November 1999. Dan satu kepiting betina berukuran 6.0×4.0 mm yang ditemukan pada tahun 2000.
Meski telah lama ditemukan, tapi keempat spesies baru kepiting itu baru diumumkan. Hal itu dikarenakan proses deskripsi dan pemetaan spesies baru memang umumnya membutuhkan waktu lama. Hal Itu karena harus diadakan pemeriksaan keberadaan spesies-spesies tersebut di berbagai museum-museum di seluruh dunia.