Sehari dalam Seminggu Tanpa Nasi, Bisakah?

oleh -135 kali dilihat
Sehari dalam Seminggu Tanpa Nasi, Bisakah?
Ilustrasi hidangan nasi - Foto: Pixabay
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Orang Indonesia umumnya merasa belum makan bila tak jumpa nasi. Apa boleh buat, nasi sudah jadi bestie sejati.

Padahal, selain nasi ada banyak sumber-sumber makanan pokok alternatif. Rebusan singkong misalnya atau sagu dan banyak lagi. Bahkan pisang rebus, pun kentang. Pokoknya banyak. Tapi, selera dari perut memang sulit dibendung. Kita, telanjur terbiasa dengan nasi.

Ada dua hal disini yang perlu digarisbawahi. Pertama, pentingnya mengurangi porsi makan nasi. Kedua, perlunya membangkitkan pangan lokal sebagai alternatif pengganti nasi.

Banyak orang memilih diet dengan tanpa nasi, tidak salah juga. Namun, mengurangi asupan nasi rasanya opsi lainnya yang juga cukup sehat dan realistis. Mengutip dari Live Strong (Kompas), makan nasi berlebihan membuat tubuh kita kelebihan karbohidrat namun kekurangan vitamin. Makan nasi berlebihan juga berpotensi meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan ancaman penyakit kardiovaskular.

Kandungan vitamin pada nasi terbilang kecil bahkan sama sekali tak mengandung vitamin C, vitamin A, atau vitamin D dan natrium. Pada nasi sejatinya terdapat kandungan makronutrien dan mikronutrien yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit. Dengan kata lain, kandungan ini bukanlah nutrisi prioritas bagi tubuh bila dibanding kebutuhan akan nutrisi lainnya. Jadi, makan nasi berlebihan tanpa asupan makanan lain yang variatif jelaslah kurang baik. Bahkan dapat membuat tubuh kita kekurangan nutrisi.

KLIK INI:  Ini 9 Tips Sederhana Bersepeda Sembari Membawa Pesan Edukasi Lingkungan!

Gerakan kecil berdampak besar

Karenanya, demi menjalani gaya hidup yang sehat, diperlukan siasat yang sederhana namun bisa berdampak besar bagi tubuh. Mungkin dengan mengurangi porsi makan nasi dan lebih banyak sayuran atau sumber-sumber protein lainnya. Konsumsi buah-buahan tentu juga bisa jadi opsi. Selain itu, menarik menyiasati pembiasaan secara pelan-pelan. Katakanlah dengan memili satu hari dalam seminggu untuk benar-benar bebas asupan nasi.

Kedengarannya gampang-gampang susah yah Sahabat Hijau. Tapi, pembiasaan seperti ini bukan mustahil bisa diterapkan jika kita benar-benar mendambakan pola hidup lebih sehat.

Lalu, apa makanan pengganti nasi? Sekali lagi, ada banyak. Kita hanya perlu beradaptasi, lalu membiasakan. Awalnya mungkin dilakukan sendiri, kemudian dijadikan sebagai sebuah budaya dalam keluarga. Katakanlah dengan memilih Sabtu atau Minggu sebagai hari bebas nasi.

Bila belum atau masih kesulitan memilih pangan lokal tertentu, setidaknya ada ikhtiar tidak makan nasi dulu. Makan apa saja asal bukan nasi. Ini latihan awal yang pelan-pelan ditingkatkan dengan memilih pangan alternatif.

Kita tahu bahwa Indonesia sangatlah kaya dengan sumber-sumber pangan lokal. Bahkan di setiap daerah ada pangan khas lokal yang mungkin sudah terlupakan. Pangan lokal tersebut berkaitan erat dengan kebudayaan dan kearifan lokal. Termasuk karena ketersediaan pangan lokal itu memang melimpah.

KLIK INI:  Menanam di Pekarangan, Selain Memenuhi Sumber Pangan juga Menambah Pendapatan

Menemukenali pangan lokal

Orang-orang tua terdahulu di Sulawesi misalnya bahkan sangat akrab dengan olahan sagu yang tak kalah lezatnya. Mulai dari kapurung, cendol hingga ongol-ongol dan banyak lagi. Demikian pula dengan makanan olahan berbahan dasar ubi kayu, ubi jalar, keladi dan umbi-umbian lainnya. Nenek moyang kita terbilang peracik makanan yang hebat. Dengan bumbu terbatas dan olahan sederhana, makanan khas panganan lokal menjadi satu lebih dahsyat dari makanan restoran.

Sayangnya, sumber-sumber pangan lokal kita tergerus oleh hegemoni beras. Sebagian besar dari kita bahkan sudah tidak tahu dengan pangan lokal, terutama karena lidah kita tak akrab dengannya. Poin yang ingin disampaikan disini adalah kesadaran untuk mengurangi porsi makan nasi, tidak saja sehat tetapi juga satu upaya kecil membangkitkan kesadaran akan potensi pangan lokal.

Dengan mengakrabkan lidah kita pada pangan lokal, kita akan membangun upaya bersama mendukung kehadiran kembali komoditi pangan lokal. Ini juga perlu perhatian khusus, katakanlah sagu yang kini terancam eksistensinya akibat populasi meningkat. Sagu ditebang demi perumahan, sementara tidak ada upaya serius dalam hal budidaya sagu. Demikian pula dengan sorgum yang juga penting ditanam kembali sebagai pangan alternatif.

Sampai di sini, Sahabat Hijau sudah terbayang dengan gerakan sehari dalam seminggu tanpa nasi? Ayo kita mulai langkah kecil ini! Berat, ia. Tapi, sekali lagi tidak mustahil bisa dilakukan. Sembari menjalankannya, kita juga perlu menggali secara terus menerus mengenai pangan lokal. Dukungan dari aspek kebijakan tentu pula diperlukan. Ayo!

KLIK INI:  Ini 5 Alasan Mengapa Sumber Pangan Lokal lebih Ramah Lingkungan