Penerapan Zero Waste; Upaya Penyadaran atau Mengikuti Tren?

oleh -624 kali dilihat
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Apakah kamu mempunyai sedotan atau tumbler yang hits itu?

Zero-waste adalah gerakan manusia dengan tujuan utama menghasilkan nol sampah.

Makin populer di kalangan warganet, gaya hidup zero-waste kian lama mendapat perhatian.

Ini seiring dengan meningkatnya kesadaran manusia terhadap pemanasan global dan krisis iklim.

KLIK INI:  Hati-Hati Bawa Plastik di Bekasi, Satgas Zero Plastik Akan Lakukan Razia

Gerakan ini tentu memiliki itikad yang baik, yaitu menghindari masalah sampah di bumi; terutama sampah yang susah terurai seperti plastik.

Sayangnya, niat baik gerakan ini kerap dilakukan dengan tindakan yang salah kaprah. Sahabat klikhijau, mari simak ulasan berikut ini!

1. Belanja karena zero-waste

Dewasa ini, banyak orang menggunakan ‘zero-waste’ sebagai alasan untuk berbelanja.

Sedotan dan tempat makan stainless steel, tumblr minum bermerek ternama, tas ramah lingkungan, dan alat-alat penunjang zero-waste memang mudah ditemukan secara online.

KLIK INI:  Di Tempat Ini, Tumbler dapat Diisi Ulang Air Kangen dengan Gratis!

Berbagai brand penyumbang sampah besar seperti restoran cepat saji dan kedai kopi juga beramai-ramai menjual alat ‘minim sampah’.

Banyak orang-orang yang beranggapan bahwa mereka harus memiliki alat-alat tersebut untuk bisa melaksanakan gaya hidup nol plastik.

Lantas, banyak orang menjadi gemar berbelanja barang-barang tersebut dengan dalih ingin menjadi pejuang zero-waste. Akibatnya, manusia terjebak dalam siklus konsumerisme dan justru malah menjadi konsumtif.

2. Terjebak pada gaya hidup konsumtif

Membeli alat-alat penunjang zero-waste itu tidak salah. Itu bagus minimal sebagai upaya penyadaran diri.

KLIK INI:  5 Aplikasi Meditasi Terbaik yang Bisa Mengatasi Stres Saat Swakarantina

Menjadi konsumtif, itu yang salah. Membeli barang online secara rutin bisa meninggalkan banyak jejak karbon, seperti kertas, plastik, bahan kimia, serta polusi dan tenaga (yang ditimbulkan oleh proses pengiriman barang.

Bayangkan saya berapa jejak karbon yang dihasikan manusia perharinya? Apakah tak akan menimbukan dampak apa pun?

3. Ingat, reuse!

Masyarakat perlu menilik kembali esensi dari gerakan zero-waste. Agar tidak terjebak dalam pola hidup konsumtif, prinsip reuse mesti diterapkan.

Lihat dulu barang-barang yang ada di rumah. Adakah botol minum yang masih layak pakai? Rantang dan kotak makan yang tersimpan di dasar rak?

Tas-tas kain yang dilupakan keberadaannya? Atau baju tidak terpakai yang bisa diolah kembali menjadi berbagai macam barang?

Intinya, gunakan terlebih dahulu apa yang ada daripada membeli yang baru. Jika memang alat yang dibutuhkan tidak ada, berbelanja sangat diperbolehkan, asal tidak dilakukan dengan sering.

KLIK INI:  Selain Sehat, Rutin Tidur Siang Tingkatkan Prestasi Anak di Sekolah

Selain itu, berbelanja offline (mendatangi tempat belanja langsung) lebih menghasilkan jejak karbon lebih sedikit dibandingkan berbelanja online.

4. Introspeksi diri

Terakhir, mari introspeksi, tanyakan kepada diri sendiri, mengapa ingin melakukan gerakan zero-waste? Benarkah kita ingin menyelamatkan bumi dari masalah sampah alih-alih mengikuti tren yang sedang hits itu?

Perlu diingat kembali, menjadi manusia yang tidak menghasilkan sampah sama sekali adalah sebuah perjuangan yang memerlukan proses.

Take it one step at a time, sampai usaha-usaha kecil untuk meminimalisir sampah dapat berubah menjadi sebuah kebiasaan hidup. Selamat berjuang!

KLIK INI:  Tips Memotivasi Anak Agar Menyukai Olahraga Lari