Pemuda dan Nelayan di Galesong Unjuk Rasa Tolak Tambang Pasir

oleh -263 kali dilihat
Pemuda dan Nelayan di Galesong Unjuk Rasa Tolak Tambang Pasir, foto: Ist
Anis Kurniawan

Klikhijau – Puluhan pemuda dan nelayan yang bergabung dalam Aliansi Pemuda Pesisir Galesong Raya menggelar aksi damai di Jalan Poros Galesong, Jumat 27 Desember 2019.

Mereka menyuarakan penolakan tambang pasir laut yang diduga berdampak pada kerusakan lingkungan di pesisir.

Pengunjuk rasa menyayangkan sikap pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang dinilai abai dalam masalah ini.

Dalam rilisnya yang diterima Klikhijau, aliansi ini mengkritik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulsel yang justru memberikan peluang kepada enam perusahaan tambang pasir untuk membahas konsultasi pablik tentang rencana tambang pasir laut jilid II di perairan galesong. Padahal, ada penolakan keras dari nelayan.

KLIK INI:  Sosialisasi di Sulsel, KLHK Perkuat Pemahaman  FOLU Net Sink 2030

“Seharusnya konsultasi publik tidak bisa diteruskan lagi, jika ada dari nelayan dan anggota yang terlibat dalam konsultasi publik menolak tambang. Berdasarkan hasil investigasi Aliansi Selamatkan Pesisir, dari 6 perusahaan yang mengajukan permohonan izin lingkungan hidup untuk melakukan tambang pasir laut di perairan galesong utara, ada 3 perusahaan yang mempunyai relasi kuat dengan Gubernur Sulsel yakni PT.  Nugra Indonesia Timur, PT. Banteng Laut Indonesia dan PT. Berkah Bumi Utama,” kata Muhaimin Arsenio.

Dampak ekologis di baliknya

Menurut mereka, data permohonan izin tambang pasir di laut Galesong utara yang diajukan ke tiga perusahaan ini dengan jumlah keseluruhan alokasi ruang tambang sebanyak 2.038,98 Ha, sangat berbanding terbalik dengan luas wilayah Galesong utara yang hanya 1.511 Ha.

Artinya akan ada puluhan desa pesisir di Galesong terkena dampak dan diperkirakan sekitar ribuan nelayan yang terancam wilayah tangkapnya.

Selain itu, aktivitas reklamasi di Kota Makassar adalah sumber masalah utama bagi nelayan Galesong dan nelayan makassar. kedua kegiatan ini sama-sama memiliki daya rusak yang tinggi dan memberikan dampak yang besar terhadap keberlanjutan hidup nelayan.

KLIK INI:  Mengekang Polusi Mikroplastik ala Komisi Eropa

Temuan itu, kata mereka merujuk pada hasil studi WALHI, (2018) terkait dampak tambang pasir laut yang dilakukan oleh Kapal Boskalis dan Jan De Nul. Menurutnya, selama 8 bulan aktivitas pengerukan pasir laut di Galesong telah merubah bentang alam pesisir dan air laut keruh.

Dampaknya bahkan meluas pada  150 rompon nelayan hilang, pendapatan 6.474 orang nelayan menurut drastis, 28 rumah nelayan, 3 pemakaman umum rusak dan masyarakat pesisir rusak serta 3 orang tokoh nelayan di kriminalisasi.

Data ini, lanjutnya, dibenarkan oleh hasil riset GAKKUM Sulawesi, (2017) yang mengatakan bahwa selama 3 bulan aktivitas tambang pasir di laut Galesong sudah memberikan dampak negatif terhadap ekosistem laut dan abrasi pesisir serta menurunnya pendapat nelayan dan petani rumput laut.

Dampak pembangunan proyek reklamasi CPI Makassar telah menggusur 43 kepala keluarga nelayan mariso dan menghilangkan wilayah tangkap nelayan.

KLIK INI:  Aksi Perubahan Iklim Mustahil Tanpa Keadilan dan Partisipasi Publik yang Bermakna

“Selain itu, reklamasi Makassar New Port (MNP) juga sudah memberikan dampak negatif. Sebanyak 277 orang nelayan laki-laki dan perempuan pesisir kehilangan akses dan ruang tangkap atas laut. Seharusnya data ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah provinsi Sulawesi selatan, sebelum memberikan izin kepada perusahaaan. Pemerintah harus belajar dari pengalaman yang lalu,” jelas Arsenio.

Tiga tuntutan

Oleh sebab itu, aliansi ini mengajukan tiga tuntutan antara lain: hentikan reklamasi Makassar! Tolak permohonan izin yang diajukan oleh semua perusahaan! Pulihkan laut Galesong dan pesisir Makassar!

“Perlu kami tegaskan lagi bahwa aktivitas tambang pasir laut tahun lalu dan reklamasi pesisir sudah melanggar hak asasi manusia. Merusak lingkungan dan menghilangkan wilayah tangkap nelayan. Karenanya, tidak ada jalan bagi DLH Sulsel untu memberikan izin lingkungan kepada enam perusahaan tambang. Reklamasi hanya akan menambah bencana bagi keberlanjutan hidup nelayan,” tegas Arsenio.

KLIK INI:  Limbah Menumpuk, Pemerintah Cina Tutup Base Camp Gunung Everest