Sosialisasi di Sulsel, KLHK Perkuat Pemahaman  FOLU Net Sink 2030

oleh -351 kali dilihat
Sosialisasi di Sulsel, KLHK Perkuat Pemahaman  FOLU Net Sink 2030
Sosialisasi di Sulsel, KLHK Perkuat Pemahaman  FOLU Net Sink - Foto: Ist

Klikhijau.com – National Indonesia’s Forest and Other Land Use (FOLU) Net Carbon Sink 2030 merupakan suatu keadaan tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030.

Dengan target tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030.

FOLU Net Sink 2030 dapat dicapai melalui 11 langkah operasional mitigasi sektor FOLU, yaitu Pengurangan laju deforestasi lahan mineral, Pengurangan laju deforestasi lahan gambut, Pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, Pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut, Pembangunan hutan tanaman, Sustainable forest management, Rehabilitasi dengan rotasi, Rehabilitasi non rotasi, Restorasi gambut, Perbaikan tata air gambut, dan Konservasi keanekaragaman hayati.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melanjutkan Sosialisasi Sub National FOLU Net Carbon Sink 2030 di Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel) (27-28/02/2023).

Workshop Penyusunan Rencana Kerja Sub Nasional Provinsi Sulawesi Selatan ini dihadiri Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, UPT lingkup KLHK di Provinsi Sulawesi Selatan, KPH di Provinsi Sulawesi Selatan, OPD Pemprov dan Kab/Kota se-Sulsel, para narasumber, dan mitra kerja KLHK. Selasa, (28/02/2023).

KLIK INI:  Perubahan Iklim “Paksa” Ratusan Juta Orang Bermigrasi

Sebagai salah satu provinsi yang memiliki hutan luas, Sulsel memiliki peran sangat penting dalam upaya pengendalian iklim.

Pendalaman tentang FOLU

Bidang IV Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Mangrove, Cyprianus Nugroho Sulistyo Priyono, menerangkan kembali bahwa FOLU itu sendiri singkatan Forest and Other Land Use.

“Jadi saya uraikan sedikit itu mulai dari tingkat makro tingkat dunia atau internasional, ada persoalan perubahan iklim yang  mengakibatkan bencana perubahan iklim. Oleh karena itu, masing-masing bangsa memberikan komitmen untuk mempertahankan Gas Rumah Kaca (GRK) agar kenaikan suhu tidak lebih dari 2 derajat,”  tuturnya.

Indonesia melalui yang disebut NDC (Nationally Determined Contribution), di badan dunia, Indonesia melalui KLHK menekankan akan menurunkan emisi, melalui pendanaan dari berbagai sumber, kalau dengan usaha sendiri atau dalam negeri 39% kalau bantuan asing 43%.

“Kemudian komitmen NDC ini dirinci menjadi 5 sektor sektor pertama energi, makanya mobil listrik digalakkan. Sektor kedua itu industri, sektor ketiga itu limbah dan sampah. Sektor keempat itu pertanian, sektor kelima inilah FOLU, dintara itu yang paling tinggi adalah FOLU pada 25% off 43%,” urai Nogroho, sapaan akrabnya.

KLIK INI:  Memperkuat Bank Sampah demi Memenuhi Kebutuhan Bahan Baku Industri Domestik

“Dari FOLU ini, dirinci lagi ada 5 bidang di antaranya bidang pengelolaan hutan Lestari, bidang konservasi, pengelolaan gambut. Kemudian sudah dibuat rencana bidang di tingkat nasional maupun pimpinan nasional,” tambahnya.

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM itu, mengungkapkan bahwa pihaknya juga akan menggarap kawasan hutan dan non kawasan.

“Yang kawasan hutan, baik hutan lindung maupun hutan produksi itu dikelola oleh KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) yang ada di Dinas Kehutanan provinsi. Oleh karena itu, hari ini dikumpulkan menyusun rencana kerja dari merinci yang pusat untuk sampai provinsi. Nah, mulai tahun depan rencana kerja ini diimplementasikan di tingkat tapak. Artinya dari uraian panjang saya tadi apa yang kita lakukan di sini tiap jengkal di Sulawesi Selatan itu nyambung sampai dengan pusat,” ucapnya.

Workshop tersebut menghadirkan 3 orang tenaga ahli dalam menyusun rencana data yang sudah dianalisis untuk merujuk pembagian tugas datanya akan dikonfirmasi ke masing-masing PPK.

Menuju tahap selanjutnya dengan agenda 3 kali workshop, dengan rincian pertama pembagian tugas, kedua akan ada di Makassar menampilkan draf rencana kerja yang untuk Provinsi Sulawesi selatan.

KLIK INI:  Label Ramah Lingkungan Dapat Merangsang Timbulnya Inovasi dan Investasi

“Kami Menyebutkan di internasional tidak provinsi, tapi subnasional. Mengapa subnasional? Karena sistem pemerintahan di tiap negara kan beda-beda. Ada yang dari nasional, provinsi, Kabupaten, tapi ada yang berizin, ada macam macam. Oleh karena itu, digeneralisir nasional dan sub nasional,” pungkas Nugroho kepada awak media.

Untuk Sulawesi Selatan disepakati tanggal 20 Maret dilaksanakan workshop kedua dengan sudah ada bahan dipresentasikan draft rencana kerja. Disusul Workshop ketiga untuk 22 perwakilan provinsi.

Upaya menekan emisi

“Sebetulnya kegiatan FOLU itu itu simpel karena kegiatan itu hanya ada tiga, yakni mengurangi emisi dengan cara tidak dibakar ya. Kebakaran lahan kebakaran hutan, terus meningkatkan absorbsi, kalau meningkatkan kapasitas serapan itu nanam pohon, satu-satunya usaha yang paling efektif untuk menyerap carbon adalah menanam, jadi GRK itu baik CO ataupun metan itu diserap oleh chlorofil atau tanaman itu yang kita andalkan,” tegas lulusan Massey University

Meski demikian menurutnya, emisi juga perlu ditekan, sehingga menjadi salah satu alasan mobil listrik digalakkan.

“Jadi mengurangi emisi, meningkatkan serapan dan yang paling penting mempertahankan yang ada. Hutan yanng sudah ada harus dipertahankan harus dijaga. Kita kan sering dapati lahan kritis tambah terus, karena lahan yang lain tidak dijaga. Jadi tingkat kerusakan itu lebih cepat daripada rehabilitasinya, sehingga hal itu tidak boleh lagi terjadi tapi mempertahankan yang telah ada,” urai Nogroho.

KLIK INI:  Pengelolaan Sampah untuk Pengendalian Perubahan Iklim

Di tingkat internasional acap kali terjadi miss persepsi, sambung Nugroho. Maka dengan adanya target ini bukan berarti tidak ada lagi pembukaan lahan.

“Kita masih membutuhkan pembukaan lahan, karena kita masih membangun. Tetapi yang harus kita lihat bukan membuka lahannya tapi emisi karbonnya yang harus surplus. Makanya Net Sink itu kondisi di tahun 2030 dapat dicapai kalau serapan kita lebih tinggi daripada emisi,” kata Nugroho, menyeka persepsi penolakan pembukaan lahan.

“Maka jangan salah persepsi, menganggap kita tidak akan ada deforestasi, itu tetap ada, jadi yang terpenting bukan deforestasinya, jangan sampai ada persepsi no deforestation, cuman serapan juga kita genjot,” terangnya.

Pada kesempatan ini Nugroho juga sedang menyinggung wacana perdagangan karbon (carbon trade).

“Misalnya contoh yah, Singapura bikin industri dan tidak mampu lagi menyerap karbon yang dia hasilkan maka dia akan bangun hutan di Indonesia yang memiliki kemampuan untuk menyerap karbon sebanyak yang dia emisi,” ucap Nugroho, memberikan analogi sederhana.

Karbon dimungkinkan perdagangannya dan sekarang sedang diatur. Diperbolehkan setelah kewajiban di NDC itu terpenuhi, sebagai bentuk komitmen di tatanan internasional.

KLIK INI:  Banjir Jabodetabek Membuka Mata Hukum