Murang, Tradisi Maskulin di Bulukumba untuk Menjaga Tanaman

oleh -379 kali dilihat
Murang, Tradisi Maskulin di Bulukumba untuk Menjaga Tanaman
Murang, Tradisi Maskulin di Bulukumba untuk Menjaga Tanaman/foto-Ist
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Puang Coko memiliki cara tersendiri menjaga dan merawat tanaman dari serbuan hama babi hutan.

Tidak hanya menjaga tanamannya, tapi juga ia menemukan cara sembuh dari sakitnya secara ‘ajaib’. Ketika saya berjumpa dengannya bulan lalu. Ia baru saja pulang dari murang.

Dengan girang Puang Coko menceritakan kisahnya. Katanya, ia pernah terancam lumpuh,“Tujuh bulan lebih saya tidak bisa ke mana-mana, tidak bisa jalan,” katanya.

Ketika ia mulai bisa berjalan meski masih terseok. Ia memaksakan diri ikut murang. Banyak sanaknya yang melarang. Namun, Puang Coko tetap membandel.

KLIK INI:  Mirip Tokoh Harry Potter, Hewan Asli Indonesia Ini ke Luar Negeri

Maka pada suatu hari, ketik murang digelar kembali. Ia mengambil tombak dan memanggil anjingnya.

Ia mulai berjalan terseok, menyeret kakinya yang belum sembuh benar dari ancaman lumpuh.

“Ketika anjing saya memburu babi, tanpa sadar saya juga ikut mengejar,” terang warga Kahayya itu.

Dan tanpa sadar pula ia telah berada di atas puncak salah satu bukit di Gamacayya, Desa Kahayya, Bulukumba.

Sejak saat itu, ia kembali sembuh, “Gara-gara murang saya kembali sembuh,” lanjutnya.

Murang bagi Puang Coko serupa terapi. Meski belum ada bukti ilmiah jika berlari-lari karena girang bisa menyembuhkan penyakit.

Namun, bisa jadi kesembuhannya disebabkan oleh terapi alam bebas. Murang adalah aktivitas membaurkan diri ke alam bebas.

Hal serupa dialami pula oleh Edi, yang juga merupakan penduduk Desa Kahayya. Suatu hari, tubuhnya kurang fit. Ia terancam demam hebat.

“Tubuh saya serasa berat dan menggigil, tapi begitu pergi murang, rasanya ringan,  saya sembuh,” ungkapnya.

Apa yang dialami Puang Coko dan Edi bisa jadi di alami pula oleh orang lain. Yang ketika merasa sakit dan tinggal di rumah akan lebih sakit lagi.

Selain menjadi terapi, dengan murang Puang Coko dan Edi telah membantu sesama menjaga dan merawat tanaman warga dari teror babi hutan.

KLIK INI:  Tragis, Kepulauan Spermonde Semakin Terpuruk
Tradisi murang

Murang adalah bahasa daerah di kampung saya, Kindang, Bulukumba. Jika diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia berarti berburu.

Binatang yang diburu bukanlah binatang sembarangan hanya babi hutan. Tiga atau empat bulan terakhir ini tradisi murang kembali digelar.

Agar banyak peserta meski pun tidak diundang. Murang memiliki jadwal khusus, yakn hanyai dua kali seminggu.

Peraturan itu dikeluarkan oleh kepala Desa Kahayya, Abdul Rahman. Digelarnya kembali murang bukan tanpa alasan. Babi hutan kian merajalela di dua kampung, yakni Kahayya dan Kindang.

Babi hutan adalah musuh yang sangat meresahkan bagi petani. Tidak ada tanaman, semisal jagung dan umbi-umbian yang bisa tumbuh dengan subur dan dipanen. Sebab akan habis duluan dipanen oleh babi jika tidak dijaga.

Selain itu, tanah yang telah digali oleh babi hutan atau babi celeng biasanya unsur kesuburannya akan berkurang. Menanaminya tanaman rasanya akan percuma saja.

Maka ketika babi hutan mulai tidak terkendali, dikeluarkanlah aturan murang pada hari Minggu dan Rabu. Tidak ada panggilan khusus bagi yang ingin ikut. Semua orang boleh ikut.

KLIK INI:  Pria Ini Hanya Ingin Mati di Antara Pepohonan

Hanya ada syarat tidak tertulis jika ingin ikut murang, yakni memiliki tombak dan anjing. Tanpa tombak dan anjing murang akan hampa.

Jadi, jangan kaget jika di Kindang dan Kahayya banyak warga memiliki anjing lebih dari satu ekor. Anjing-anjing mereka diberi nama, kadang lebih keren dari nama pemiliknya sendiri.

Jika berhasil membunuh babi hutan, para pemurang (orang yang ikut murang) akan membagikan buruannya kepada yang ikut.

Hasil buruan itu bukan untuk dikonsumsi manusia, tapi untuk konsumsi anjing-anjing mereka yang ikut berjasa memburu babi.

Jika hari murang tiba, akan terdengar sangat ramai di kebun dan hutan orang berteriak. Peserta yang ikut murang hanya satu golongan saja, yakni lelaki. Tradisi murang sepertinya sangat maskulin sekali.

Sebenarnya tradisi ini sudah sangat lama, merupakan tradisi tua yang telah turun temurun di kampung saya. Hanya sayang, tidak ada catatan pasti sejak kapan dimulai. Tradisi murang sesungguhnya bertujuan mulia, yakni menjaga dan untuk merawat tanaman petani.

Tradisi ini bukanlah suatu kewajiban. Hanya memang banyak orang yang memiliki hobi murang seperti Puang Coko dan Edi, yang rela meninggalkan kerjaan dan melupakan jika sedang sakit agar bisa ikut murang.

Itu saja…..

KLIK INI:  Keanehan yang Nyata, 6 Hewan Ini Kawin Sekali Saja Lalu Mati