- Menyerap Sensasi Hijau Donggia Bersama TBM Al-Abrar, Bulukumba - 01/10/2024
- Dipeluki Sampah - 29/09/2024
- Yudi, Urang Aring yang Tak Terawat, dan Manfaatnya yang Mengejutkan - 27/09/2024
Klikhijau.com – Selai nanas kerap menjadi pilihan ketika saya membeli roti tawar. Rasanya lebih menyatu jika tersentuh lidah. Selain itu saya punya kenangan dengan nanas.
Di depan rumah tumbuh nanas secara alami (tak dikembangbiakkan), ketika berbuah dan ada yang masak, biasanya menjadi rebutan. Daun dibiarkan begitu saja, lebur dengan tanah.
Sayangnya nanas yang tumbuh di depan rumah itu tidak banyak. Padahal nanas adalah tanaman yang menjanjikan secara ekonomi. Sebab buahnya merupakan salah satu buah ekspor unggulan di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, negara kita tercinta, Indonesia mengekspor nanas segar sebesar 9.586 ton. Sedangkan untuk periode Januari – Oktober 2018 ekspor meningkat menjadi 11.247 ton atau naik sebesar 17,5 persen. Wow, kan?
Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa minat pasar terhadap buah nanas cukup tinggi. Apakah hanya buahnya saja yang bernilai “uang”? Rupanya tidak, daun nanas kini telah memiliki harga. Sayangnya masih banyak petani yang belum tahu mengenainya.
Fatmawati Ade, salah satu petani di Luwuk, Sulawesi Tengah mengaku bisa memperoleh rata- rata penghasilan sekali panen dari menjual daun nanas sebesar Rp1.000.000 atau Rp2.500 per kg dari lahan nanasnya dengan seluas 3.000 M2. Jumlah tersebut meningkat drastis apabila pohon nanas sepenuhnya diganti setelah 3 kali panen.
“Setiap satu kali panen daun nanas terluar sudah mulai tua dan jika dibiarkan akan layu sendiri, bersyukur setelah ada kerjasama bisa mendapat tambahan keuntungan lain,” terangnya.
Pendapatan Fatma tersebut disebabkan karena kini daun nanas mulai dimanfaatkan sebagai olahan alternatif. Inovasi ini “ditemukan” Tim Project Collaboration Improvement (PCP) Gammara dari PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) VII Sulawesi.
Tim tersebut melakukan inovasi memanfaatkan limbah daun nanas sebagai pengganti fiberglass. Pemanfaatan itu berdampak baik pada lingkungan dan petani. Dampak baiknya pada lingkungan karena berbahan nabati dan ramah lingkungan, sedangkan bagi petani dari segi ekonominya.
Fiberglass sendiri merupakan material yang menjadi komponen utama bodi kapal ringan, digunakan untuk memperbaiki kapal yang mengalami kebocoran.
Daun nanas yang merupakan material residu serta lebih mudah untuk didapatkan, digunakan sebagai bahan dasar pengganti material sintetis atau kimia seperti fiberglass.
Cara pembuatan daun nanas menjadi pengganti fiberglass tidak terlalu rumit. Daun yang sudah dikumpulkan selanjutnya diolah kembali hingga menjadi serat daun nanas.
Serat daun nanas inilah yang diproses menjadi bahan siap pakai atau patch sebagai pengganti bahan fiberglass untuk perbaikan kapal fiber yang rusak atau mengalami kebocoran.
Patch serat daun nanas ini dikemas dalam bentuk paket bersama dengan resin dan katalis sebagai bahan campuran untuk perekatan. Penggunaannya pun sangat mudah, cukup dengan menuangkan cairan resin dan katalis ke dalam kemasan patch yang berisi serat nanas lalu campurkan hingga rata.
Setelah itu, patch tersebut dapat ditempelkan ke bagian yang bocor untuk selanjutnya didiamkan 2-3 jam hingga kering.
GM Marketing Operation Region VII PT Pertamina (Persero), Werry Prayogi mengatakan, inovasi itu berdampak positif terhadap penghematan biaya serta waktu perbaikan kapal di Pertamina.
“Melalui pembuatan dan penggunaan patch berbahan serat daun nanas, dapat menghemat biaya operasional senilai Rp413 juta per tahun. Itu pun baru di Sulawesi saja,” ujarnya
Apa yang dilakukan Tim PCP Gammara dengan menyulap daun nanas menggantikan fiberglass merupakan salah satu langkah Pertamina sebagai perusahaan energi nasional yang berwawasan global untuk menuju industri 4.0 dengan menciptakan inovasi ramah lingkungan yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
Dengan adanya inovasi tersebut, semoga petani nanas Indonesia bisa tersenyum lebar.