Makassar Dikepung Anjal dan Gepeng, dari Urbanisasi dan Wajah Kota yang Rumit

oleh -281 kali dilihat
Makassar Dikepung Anjal dan Gepeng, dari Urbanisasi dan Wajah Kota yang Rumit
Anak jalanan di Makassar sedang menerima makanan sedekah dari warga - Foto/Ist

Klikhijau.com – Anak jalanan (anjal) serta gembel dan pengemis (gepeng) kini semakin mudah ditemui di jalan-jalan Kota Makassar.

Di perempatan lampu lalu lintas antara jalan Batua Raya dan Jalan Abdullah Dg Sirua misalnya, sangat ramai anjal yang terlihat dikordinir oleh pengawas mereka yang nampak duduk sibuk bercerita di tepi jalan.

Beberapa pengemis juga biasa terlihat di pinggiran jalan memakai modus sebagai pemungut sampah dengan gerobak becak serta anak kecil diatasnya.

Pemandangan tersebut kini kian ramai dan sangat mudah ditemui di kota Makassar yang sering memakai tagline kota Dunia ini.

Kepala Dinas Sosial Kota Makassar Mukhtar Tahir, mengatakan ini menjadi pekerjaan rumah Dinas Sosial Kota Makassar.

“Kami terus melakukan upaya penjangkauan kepada mereka sekaligus pembinaan dan ada satu hal yang belum dimaksimalkan karena kami belum memiliki lingkungan pondok sosial (liposos) untuk menjadi tempat penampungan mereka yang kita temukan di jalan,” ujarnya.

Mukhtar Tahir mengaku naiknya keberadaan anjal dan gepeng di jalan turut dipengaruhi  tekanan ekonomi akibat kondisi pandemi seperti sekarang.

KLIK INI:  Alliance Merilis Laporan Perkembangan Program Penanganan Sampah Plastik di Indonesia

“Sejalan dengan itu kami melakukan kemitraan dengan NGO yang eksis untuk melakukan hal itu. Untuk meminimalisasi terjadinya kenaikan anjal yang memang kita rasakan makin meningkat sejalan dengan pandemi yang sementara ada. Sehingga ini juga adalah salah satu hal yang harus diselesaikan dalam keadaan sekarang,” tutur Mukhtar.

Mengenai anjal yang sengaja dikoordinir oleh oknum, Mukhtar Tahir mengaku telah melakukan treatment dan terus melakukan patroli. Tetapi hingga saat ini anjal yang terorganisir itu masih ramai di setiap jalan.

“Tapi memang setelah dilakukan penangkapan kita hanya melakukan pembinaan di tempat. Sekarang ini kita berkordinasi dengan beberapa stakeholder untuk menyelesaikan hal ini,” jelasnya.

Dari data yang diberikan Kepala Dinas Kota Makassar, setidaknya ada  72 kegiatan patroli yang rata-rata 6 kali dalam sebulan. Namun, belum memberi dampak signifikan terhadap tren gepeng dan anjal di ruang-ruang publik.

KLIK INI:  Pohon Kina, Penyembuh Malaria yang Sedang Viral, Apakah Juga Corona?
Kemiskinan dan urbanisasi

Sosiolog dari Universitas Hasanuddin, Dr. M. Ramli AT mengatakan, fenomena anjal dan gepeng bisa dilihat sebagai kelanjutan dari proses urbanisasi di perkotaan yang belum tuntas diatasi dampaknya. Seperti halnya Makassar, kota ini adalah kota besar yang mengalami pertumbuhan ekonomi.

“Posisinya itu telah menarik perhatian banyak penduduk dari luar untuk datang ke Makassar. Yang datang ke Makassar itu bukan hanya penduduk dengan standar pengetahuan dan keterampilan yang siap bekerja di sektor ekonomi perkotaan, tetapi juga oleh mereka yang datang karena tidak memiliki pekerjaan atau bahkan kehilangan pekerjaan di pedesaan,” jelas Ramli.

Menurut Ramli, saat ini proses mekanisasi pertanian terus berlangsung di pedesaan, dan berdampak pada efisiensi penggunaan tenaga kerja. Di sisi lain, lanjutnya, diversifikasi lapangan usaha dan penciptaan lapangan kerja baru berjalan lebih lambat dibanding pertumbuhan angkatan kerja baru yang menciptakan pengangguran dan setengah pengangguran.

“Mereka yang menganggur dan setengah menganggur inilah yang datang ke kota dan bergabung dengan warga kota lama yang berpendidikan terbatas. Karena kesulitan terserap ke sektor formal yang biasanya mensyaratkan kualifikasi, terutama pendidikan yang baik, banyak di antara mereka yang hanya bisa berusaha di sektor informal. Jika membuka usaha informal pun mereka tak mampu atau gagal, mereka inilah yang biasanya menjadi gepeng,” katanya.

Meski demikian, tambahnya, tidak bisa dipungkiri jika ada saja yang memilih menjadi gepeng karena terkait mental dan mau memanfaatkan sifat belas kasih warga masyarakat untuk memperoleh keuntungan finansial.

KLIK INI:  Kampanye Less Plastic Jadi Warna Baru Makassar Culinary Night

“Tetapi saya kira pilihan terakhir itu juga cukup berat, kecuali pada mereka yang terpaksa atau tersosialisasi sejak diri di lingkungan yang terbiasa berperilaku demikian,” jelasnya.

Musim pandemi yang menyebabkan adanya penurunan aktivitas ekonomi masyarakat, ikut memperburuk situasi.

“Akibatnya tidak saja penurunan produktivitas dan pendapatan, tetapi bahkan bagi sebagian yang lain adalah kehilangan mata pencaharian sama sekali. Situasi ini tentu lebih buruk dihadapi pada kelompok sosial yang memang sebelumnya sudah kurang beruntung, sehingga menjadi gepeng adalah jalan terakhir yang terpaksa dipilih,” tambahnya.

Perlu program berkelanjutan

Dosen Sosiologi Perkotaan dan Kependudukan Unhas ini mengakui, meski tak semua merupakan fenomena ekonomi, tapi menurutnya, sebagian besar masalah ini juga merupakan fenomena kemiskinan.

“Mereka yang berasal dari keluarga paling miskin di kotalah yang paling rawan melahirkan anak-anak jalanan seperti ini.

Lalu apa yang perlu dilakukan ke depan? Menurut Ramli, selama ini sudah cukup banyak yang sudah dilakukan, tetapi fakta tetap banyaknya hal seperti ini ditemukan menunjukkan perlunya program secara terus-menerus dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Menurut Ramli, diperlukan suatu konsistensi dan keberlanjutan dalam implementasi program terkait ini. Karena begitu program tidak berkelanjutan, lanjutnya, fenomena yang relatif sama akan terulang kembali.

“Selain itu, melihat secara terpadu keterkaitan persoalan ketenagakerjaan di desa dan perkotaan menjadi penting, dan mencari solusinya secara terpadu. Jangan kita hanya bisa berbicara keterpaduan imprastruktur fisik saja, tetapi selalu abai pada keterpaduan penyelesaian masalah-masalah sosial yang sudah lama terkait antara desa dan kota,” pungkas Ramli.

KLIK INI:  Dianggap Mirip, Ini Ajakan Menteri LHK kepada Ari Lasso!