Fosil Kayu, Bongkahan Tumbuhan Purba dan 3 Fakta Menarik di Baliknya

oleh -2,712 kali dilihat
Fosil Kayu, Bongkahan Tumbuhan Purba dan 3 Fakta Menarik di Baliknya
Fosil kayu - Foto/Galeri fosil kayu

Klikhijau.com – Fosil kayu merupakan temuan kayu keras yang membeku karena semua bahan organiknya telah tergantikan oleh mineral, namun struktur kayunya tetap terjaga.

Dalam Wikipedia disebutkan bahwa proses fosil terjadi di bawah tanah, ketika kayu terkubur di bawah lapisan sedimen. Air yang banyak mengandung mineral masuk ke dalam sel-sel tanaman dan sementara lignin (zat komponen penyusun kayu) dan selulosa (komponen struktur utama dinding sel tanaman hijau) membusuk, mereka digantikan oleh batu.

Fosil kayu terbentuk melalui permineralisasi secara kimia dan fisika melalui proses panjang dan lama. Hewan dan tumbuhan yang mati dapat menjadi fosil apabila segera tertutup oleh sedimen.

Sedimen berupa mineral seperti (kuarsa, silika, besi, kalsit) yang terbawa oleh air masuk melalui dinding sel-sel kayu (imprenasi). Proses panjang ini kemudian membuat struktur kayu menjadi keras seperti batu.

Menurut Mandang dan Martono (1996), fosilifikasi hewan dan tumbuhan terjadi akibat timbunan pasir dan lahar yang keluar dari letusan gunung api, banjir besar atau longsor. Seluruh material akan terkubur dan tidak mendapatkan asupan oksigen sehingga tidak terjadi pelapukan dan organisme atau jasad renik (jamur dan bakteri).

KLIK INI:  Cerita dari Kampung, Tanaman Hias Keladi Tumbuh Bebas, Ambilnya Gratis Semaunya!

Oleh karena material penimbun mengandung bahan logam atau bahan anorganik (metal dan garam mineral), maka selama penimbunan terjadi intrusi ke dalam material zat kayu, dan terjadi pertukaran ion yang berlangsung lama sehingga partikel batuan mineral metal mengendap dan menggantikan susunan atom karbon (C), hidrogen (H), oksigen (0) serta nitrogen (N). Dalam waktu yang lama struktur kayu akan dibentuk oleh material bahan batuan mineral sehingga menjadi fosil kayu atau terawetkan.

Lalu, apabila terjadi erosi kembali, fosil-fosil tersebut kemudian dapat tersingkap dan ditemukan di permukaan. Begitulah proses pembentukan fosil kayu. Berikut 5 fakta menarik lainnya perihal fosil kayu:

  • Temuan awal di Indonesia

Penelitian mengenai keberadaan bongkahan kayu yang terawetkan di seluruh dunia telah banyak dilakukan. Di Indonesia sendiri, Goppert tercatat sebagai peneliti asing yang pertama kali melakukan penelitian fosil kayu pada tahun 1854 di Pulau Jawa (Krausel, 1925).

Selanjutnya, oleh Crie (1888) menemukan kayu purba jenis naucleoxylon spectabile (Rubiaceae) di Gunung Kendeng (Jawa) yang kemudian direvisi oleh Krausel melalui penelitiannya menjadi Dipterocarpoxylin spectabile (Krausel, 1926).

KLIK INI:  Mengenal Kayu Ular dan Deretan Manfaatnya yang Mengejutkan

Beberapa tahun sebelumnya juga ditemukan jenis Dipterocarpoxylon javanese di daerah Bolang-Rangkasbitung dan jenis Dipterocarpoxylin sp. di Sumatera Selatan. Lalu, Den Berger merevisi temuan Krausel menjadi Dipterocarpoxylin javanense (Den Berger, 1923 dan 1927).

Lalu, Schweitzer (1958) menemukan fosil Vaticoxylon pliocaenicum dan Shoreoxylon pulcrum di Jambi, serta jenis Dipterocarpoxylin tableri di Banten.

  • Cikal bakal penelitian fosil kayu di Indonesia

Peneliti pertama yang memulai penelitian mengenai bongkahan kayu purba di Indonesia adalah Ir. Y.I Mandang (Almarhum). Beliau adalah peneliti senior dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH).

Menurut Andianto (Peneliti P3HH) dalam artikelnya di Majalah ForPro (2018), Mandang secara tidak sengaja dalam perjalanannya ke sebuah lokasi di daerah sekitar Leuwiliang (Bogor) dan menemukan bongkahan-bongkahan batu berukuran besar dan terlihat seperti potongan kayu.

KLIK INI:  Selama Pandemi, Industri Kayu di Sulsel Anjlok, Pembalakan Meningkat!

Mandang yang berjiwa peneliti kemudian dihantui rasa penasaran melihat bongkahan batu yang dipajang oleh seorang pengrajin “Batu Sempur”, ia segera memeriksa dan memastikan apakah itu batu atau bongkahan pohon.

Dengan menggunakan lup (alat pembesar), ia kemudian terkejut melihat sel-sel kayu pada bongkahan tersebut. Mandang kemudian memastikan bahwa apa yang dilihatnya adalah bongkahan kayu yang membatu. Peristiwa inilah yang menandai kembali geliat penelitian fosil kayu di Indonesia setelah masa penjajahan dan kemerdekaan.

Adapun jenis yang ditemukan oleh Mandang di Leuwiliang antara lain Anisopteroxylon, Dipterocarpoxylin, Dryobalanoxylon, Hopeoxylon, Shoreoxylon, Parashoreoxylon dan Cotylelobioxylon.

  • Temuan terbaru

Temuan terbaru bongkahan kayu yang terawetkan ditemukan pada tahun 2015 di Kabupatan Bogor dan Lebak, sebagaimana dijelaskan dalam penelitian (Andrianto et al., 2015) yakni jenis Dipterocarpoxylin sp.

Temuan ini merupakan temuan “insitu” yakni ditemukan dari tapaknya (tertimbun dalam tanah). Fosil kayu ini diperkirakan berusia sekitar 2,5 hingga 0,01 juta tahun lalu (masa awal hingga pertengahan Plistosen).

Lalu, penelitian fosil pada tahun 2016 di wilayah Jambi juga menemukan jenis Shoreoxylon sp (Meranti), Dryobalanoxylon sp (Kapur) dan Cotylelobioxylon sp (Resak), dengan perkiraan umurnya sekitar 254 – 252 juta tahun lalu.

Penelitian pada 2017 di Provinsi Gorontalo teridentifikasi jenis Hopea (Hopeoxylon sp.) dan Balau (Shoreoxylon sp.) yang diperkirakan berumur antara 3,6 hingga 1,8 juta tahun yang lalu.

Perlu diketahui bahwa keberadaan fosil kayu saat ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan komersil sehingga dapat mengancam eksistensinya. Sejatinya, pemerintah melakukan upaya serius dalam menjaga fosil sebagai bagian dari kekayaan alam. Terlebih karena fosil merupakan benda langka, penting dan memiliki nilai historiografi tinggi.

KLIK INI:  Mengapa Sampah APD Harus Terbuang ke Laut Selama Pandemi?