Cerita dari Markas Manggala Agni dan Hal Lain Dibalik ‘Writing Camp’

oleh -152 kali dilihat
  Cerita dari Markas Manggala Agni dan Hal Lain Dibalik ‘Writing Camp’
Peserta "Writing camp" yang digelar Klikhijau - Foto: Ist

Klikhijau.com – Cerita-cerita dibalik kegembiraan kegiatan “writing camp” yang digelar Klikhijau pada 23-24 Juni 2023 memang tiada habisnya. Peserta sangat menikmati pembelajaran lapangan, pengenalan akan ‘mindfulness’ dan trip ke air terjun parangloe.

Kali ini, saya akan coba menulis sisi lain dari kegembiraan dibalik ‘writing camp’ yakni kisah yang jarang diungkap dari Markas Manggala Agni Daerah Operasional (Daops) Gowa, tempat pelaksanaan ‘writing camp’ digelar. Dan sekelumit kisah dibalik sesi pembelajaran menulis di alam raya.

Markas yang berjarak kurang lebih 37 kilometer dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin ini didiami para personil yang terjaga bila si jago merah beraksi di hutan. Keterjagaan yang senantiasa siap mengisi penampungan air, menginjak pedal gas armada tempur, hingga mental yang tak gentar siap berhadapan memadamkan gejolak nyala si jago merah yang seringkali merambah begitu cepat.

Manggala Agni Daops Gowa dibawah naungan Balai Pengendalian Perubahan Iklim (BPPI) Wilayah Sulawesi terhampar rerumputan hijau yang diantaranya berbaris varian tanaman seperti rambutan dan mangga dengan berbagai varietas unggulan. Tanaman itu berjejer rapi dan subur berkat tangan dingin personil Manggala Agni yang menghabiskan waktu di markas.

Meski tak banyak terdokumentasi, namun penjajakan melalui diskusi ringan bersama Kepala Daops, Ishak Andi Kunna, menceritakan beberapa kejadian yang cukup ekstrim untuk kita yang baru mendengarnya.

KLIK INI:  Hutan Merdeka V: Keberhasilan Masyarakat Jaga Mangrove sebagai Laboratorium Pengetahuan 

“Kalau teman-teman itu khususnya di musim kemarau kesiap-siagaannya meningkat, karena potensi kebakaran hutan tinggi,” singkat Ishak, sapaan akrabnya.

Pertukaran shift dilakukan sekali seminggu untuk jadwal piket, kemarau yang biasanya dimulai akhir April hingga awal September menjadi rentan ketegangan.

“Teman-teman di sini sudah cukup hapal, bahkan terhadap saya pribadi yang sering begitu berambisi hingga letupan amarah meledak di beberapa kejadian, seperti di kejadian kebakaran TPA Tamangapa, kita turut diterjunkan,” jelasnya.

Berbagai tantangan cukup beragam, insiden di malam hari dengan titik yang jauh dari area pemukiman mengandalkan pencahayaan yang dimiliki personil dan pertaruhan menjaga ketersediaan air, tentu menguras banyak hal dari waktu, tenaga dan segala kemampuan para pengendali api.

“Secara mental alhamdulillah teman-teman cukup terlatih, sehingga se-krusial apapun pasukan tetap mengupayakan yang terbaik melakukan koordinasi, memanajemen teknis lapangan untuk dapat memadamkan, kejadian lain pun tak terelakkan seperti armada yang terbalik, hingga personil yang cedera,” urainya.

Salah satu Komandan Regu (Danru), menelisik beberapa momen bermakna dari pertaruhannya memadamkan api di hutan. Memulainya dengan cerita pasukan yang fokus penanganan di lapangan.

KLIK INI:  Lima Hektar Lahan di Kalteng Kebakaran, Waspada Awal Musim Kemarau

“Dalam kondisi itu untuk makan pun kadang kita nyaris lupa, dan di saat seperti itu seringkali masyarakat turut membantu dengan berbagai persediaan, seperti air minum dan makanan, kalau jauh dari pemukiman untuk tidur itu kita tidak pilih-pilih harus di tempat yang bagaimana, terpenting bisa sedikit terlelap memulihkan energi tubuh,” terangnya.

Secara teknis untuk pemadaman dengan peralatan yang memadai serta kemampuan personil menjadi kekuatan tersendiri jika menyaksikan pasukan merah (sebutan akrab pasukan di lapangan dengan alat pelindung diri yang lengkap tak ada wajah yang dapat dikenali), untuk masyarakat memiliki harapan tersendiri untuk api segera dapat dipadamkan.

Lebih jauh, Ishak menegaskan yang terpenting juga adalah kerjasama.

“Tim Manggala Agni tidak hanya terbiasa kerjasama dengan tim yang diberangkatkan saja, di lapangan kita semua satu tim. Satu kejadian pernah kita bekerjasama dengan berbagai tim lain, baik Polisi, TNI, Masyarakat dan pararelawan lain, mengkombinasikan kemampuan yang ada untuk meningkatkan efektivitas penanganan,” urainya.

Kedisiplinan yang dikedepankan melalui Prosedur Tetap (Protap), tak menjadikan penanganan kaku, tak hanya pada kejadian kebakaran, personil Manggala Agni juga dikerahkan pada beberapa kejadian, seperti bencana alam berupa longsor, tsunami.

Demikian saat getaran 6,2 skala richter mengguncang Majene, Sulawesi Barat 2021 lalu, dari Gowa menempuh perjalanan untuk turut mengevakuasi warga, memberi pelayanan ketersediaan air bersih, penyaluran logistik para donatur dari berbagai arah hingga pendirian posko.

KLIK INI:  Manggala Agni Dikirim ke Aceh Demi Atasi Kebakaran Hutan

Writing Camp: Menulis Kehidupan

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) serangkaian proses dengan progres untuk menyegarkan, meningkatkan keterampilan serta pengetahuan yang mengikutinya untuk dapat lebih menguatkan kerja-kerja di organisai, lembaga atau instansi untuk bisa lebih efisien dan maksimal mencapai tujuan jangka pendek pun jangka panjang. Kali ini konsen pada kehumasan, sedapat mungkin mendokumentasikan pesan melalui tulisan yang dapat terterima di semua kalangan publik.

Difasilitasi Klikhijau mengemas Diklat atau pelatihan dengan yang cukup berbeda dari yang lainnya seperti Diklat yang berlangsung di ruang kelas. Melalui metode fasilitasi, mendorong dan memberikan porsi lebih besar kepada yang terlibat untuk berparpartisipasi bertukar informasi.

Jumat siang (23/6) mengiringi mentari menuju peraduannya, peserta dari berbagai instansi bertatap senyum sambil berkenalan dan mengakrabkan diri. Mengamati area perkemahan.

Senja bersambut gelap selepas ibadah, menikmati suasana makan yang juga masih dalam design kegiatan, menu makan tradisional, jauh dari kata mewah, tapi dengan gizi dan protein yang cukup untuk menopang energi melanjutkan sesi.

Posisi duduk dengan berbagai posisi di berbagai sisi, ada yang menggunakan kursi, duduk di teras, hingga yang melantai percakapan alami mengalir ringan semakin akrab. Seperti rutinitas personil Manggala Agni menikmati kebersemaan dari sekian keberagaman menyatu dalam suasana kekeluargaan.

KLIK INI:  Ini Kesan dan Pesan Anak Muda Makassar dari #AksiMudaJagaIklim

Beberapa panitia masih saja sibuk dengan hal teknis, Anis Kurniawan meminta untuk memanggil yang lain untuk bersantap bersama.

“Panggil mereka kita makan sama-sama,” pintanya dengan nada sedikit mendesak.

Membawa kita pada ingatan suasana makan bersama orang tua di kampung, menanyakan yang belum berhadapan dengan piring. Secara ilmiah moment makan bersama menjadi ruang  untuk saling menemukan penguatan keakraban melalui ikatan emosional. Hal tersebut terjadi dengan kondisi yang rileks, bertemunya ekspresi, bahasa tubuh dan intonasi suara yang memungkinkan yang baru bertemu saling meamahami.

Menulis dengan keberanian

Menulis acap kali dianggap hal sulit apalagi dengan berdasarkan kaidah yang ada, khususnya kaidah jurnalistik. Sesi menulis jurnalisme dasar dimulai dengan menulis.

Masih difasilitasi Anis, yang tanpa menjelaskan atau merefresh terlebih dahulu ingatan tentang kaidah penulisan. Melakukan praktik menulis melalui tim terpisah.

Dengan waktu kurang dari 60 menit peserta telah merampungkan ratusan kata, demikian, Anis kemudian memberikan kesempatan untuk menceritakan tantangan yang dialami saat memulai menulis.

Menyelipkan masukan dan koreksi yang dibutuhkan masing-masing tim menyempurnakan tulisan yang dibuat.

“Untuk dapat menulis dengan maksimal dapat diimbangi dengan membaca karya tulisan orang lain,” pungkas Anis.

Hal tersebut diharapkan paling minimal dapat memantik rasa penasaran dan gairah menulis dan mencoba menyesuaikan dengan kaidah jurnalistik.

Terlebih sebelumnya telah diantarkan oleh coach mindfulness, Darhamsyah, untuk mengidentifikasi hambatan dan menuntun diri pada inspirasi menulis.

Berlanjut di Sabtu pagi (24/6) dengan senam kebugaran untuk meningkatkan fungsi jantung sehingga mendukung daya ingat, kreativitas, pemcahan masalah menuju sesi fieldtrip ke objek air terjun Parangloe.

Mengendarai armada Manggala Agni melalui kendali driver yang menguasai arena jalan berlubang, menyusuri bebatuan tak teratur mengguncang roda empat, rasa-rasanya menantang diri dan semacam terapi menguasai emosional pada perjalanan yang tak semulus di perkotaan.

Dipandu komandan regu mengayun lengan melangkahkan kaki, menyusuri jalan terjal dengan kemiringan di beberapa sisi 45 derajat mendekati pesona yang indah dengan batuan beku di permukannya dialiri air yang jernih, alirannya menderu bersilang gemercik tetesan di berbagai sisi ditambah nyanyian burung.

Berdasarkan penelitian geofisika disebutkan, batuan beku tersebut memiliki mineral, yang mendominasi yakni Pegionite dan Albite, sedangkan mineral paling sedikit keberadaannya yaitu Magnetite dan Periclase.

Menulis di alam terbuka memang menyenangkan, sedikit menantang namun menggembirakan…

[irp