Sang Profesor dan Konsep 3P Untuk Konservasi Alam dan Lingkungan Indonesia

oleh -1,385 kali dilihat
Sang Profesor dan Konsep 3P Untuk Konservasi Alam dan Lingkungan Indonesia
Foto-Humas KLHK

Klikhijau.com – Mewakili Menteri LHK, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno, menghadiri Apresiasi Kiprah Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS. di IPB International Convention Center, Bogor (23 Maret 2019).

Acara ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kiprah gemilang Sang Profesor dalam mendukung upaya konservasi sumber daya alam.

Pada pertengahan 1980an di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan (KSH), tokoh yang akrab disapa Prof. Alikodra ini, membawa konsep baru konservasi dengan istilah 3 P, yaitu Perlindungan, Pengawetan, dan Pemanfaatan secara Lestari.

Konsep ini kemudian dimotori oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (Ditjen PHPA, Departemen Kehutanan pada waktu itu), yang sekarang menjadi Direktorat Jenderal KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

KLIK INI:  Tanam Pohon di Bogor Jadi Awal KLHK Rehabilitasi Lahan dengan Pendekatan Tapak

Dalam kesempatan ini, Wiratno, menyampaikan apresiasinya kepada sang profesor.

“Sistem alam sangat penting dan menjadi acuan kita, kedepan masih banyak yang harus kita gali dari kiprah Prof. Alikodra,” ujarnya.

Wiratno juga menyampaikan bahwa kiprah Prof. Alikodra selama 45 tahun sejak tahun 1974, telah memberikan peran yang penting bagi kemajuan ilmu konservasi.

“Bukan waktu yang pendek untuk selalu konsisten mengajarkan dan mengerjakan hal-hal terkait konservasi dan lingkungan,” Wiratno menambahkan.

KLIK INI:  Kolaborasi Pengelolaan Kawasan TNGGP bersama Masyarakat, Begini Targetnya!

Sebagaimana diketahui, Prof. Alikodra pernah berperan sebagai birokrat pada Kementerian Lingkungan Hidup, sampai menjadi Staf Ahli Menteri LH Bidang Teknologi Lingkungan Hidup, Anggota Dewan Riset Nasional, serta Wakil Ketua Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal).

KLIK INI:  Indonesia Loloskan 5 Resolusi di Sidang UNEA-4, Begini Uraiannya!
Pendiri Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Selain bekerja sebagai pengajar pada almamaternya, Prof. Alikodra juga mengajar sebagai Dosen Tamu pada UIN, USU, dan UI. Tidak kurang dari 10 Doktor dari IPB, 3 Doktor pada UIN, 11 Doktor dari UI, dan 7 Doktor dari USU yang lahir dari bimbingannya.

Prof. Alikodra telah menulis sebanyak 16 buku, mulai dari Dasar-Dasar Pengelolaan Satwa Liar (1990) sampai dengan buku tentang Moral dan Etika Konservasi Alam, dan buku tentang pentingnya membumikan Ecosophy; Etika bagi Penyelamatan Biodiversity dan Lingkungan Hidup.

Tidak kurang dari 29 tulisan pada jurnal internasional yang pernah ditulisnya, serta 10 tulisan di media massa. Prof. Alikodra juga sangat intens berperan dalam seminar, lokakarya dan simposium di 45 event di sepanjang kariernya, baik di dalam maupun di luar negeri.

Sementara itu, pada waktu yang sama, Prof. Alikodra pada orasinya mengutarakan konsep Ecosofi, bahwa “Generasi Konservasi harus melakukan metafora, wajib mengikuti garis – garis ketentuan Allah sebagai hukum alam”.

“Menyuarakan semangat konservasi alam dan lingkungan di Indonesia, dapat diwujudkan bersama para pihak yang bergerak di bidang konservasi alam dan lingkungan, karena Manusia, Alam, Sang Pencipta dalam faham Ekosofi Bagi Lingkungan Berkelanjutan,” tutur Prof. Alikodra.

Prof. Alikodra, adalah pendiri Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (dulu Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan), pada bulan Februari 2019 beliau memasuki usia pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil di usia 70 tahun.

Strategi Konservasi Dunia

Beliau mengenalkan konsep “Strategi Konservasi Dunia” atau dikenal dengan World Conservation Strategy (WCS), sebagai hasil dari pertemuan internasional yang diselenggarakan oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) pada tahun 1980 di Gland, Swiss.

Dalam naskah aslinya, ada 3 (tiga) tujuan konservasi, yaitu:
1). Maintenance of essential ecological processes and life-support systems;
2). Preservation of genetic diversity;
3). Sustainable utilization of species and ecosystems.

Dalam mata kuliah beliau juga dibahas mengenai satu bentuk kawasan konservasi yang pada waktu itu belum banyak dikenal, yaitu taman nasional. Istilah ini memang tidak ada dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.

Konsep konservasi sebagaimana tersebut di atas, dalam perjalanan waktu kurang dari 10 tahun kemudian menjadi pondasi substansi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus 1990. (*)

KLIK INI:  Masih 16 Tahun, Aktivis Lingkungan Ini Dijagokan Raih Nobel Perdamaian