- Pantai yang Bersalin Nama - 13/04/2024
- Gadis Iklim - 07/04/2024
- Anak Kecil dalam Hujan - 30/03/2024
Klikhijau.com – Nilai ekonomi sisik trenggiling masih menggiurkan di pasaran. Karenanya meski dilindungi tetap saja ada yang berani memburunya.
Trenggiling termasuk satwa yang memiliki spesies cukup banyak di dunia, yakni delapan spesies. Satwa ini termasuk dalam genus, famili Manis manidae yang dikelompokkan dalam keluarga Pholidota.
Permintaan pasar yang tinggi terhadap trenggiling karena mulai dari daging, kulit, sisik, dan bagian tubuhnya ipercaya berkhasiat sebagai obat.
Daging, kulit, sisik, dan bagian tubuh trenggiling, khususnya trenggiling Jawa dipercaya berkhasiat sebagai obat tradisional bagi masyarakat Tiongkok, dan dipandang sebagai salah satu makanan yang eksotik (Zhou dalam Mariana Takandjandji dan Reny Sawitri, 2016).
Kebutuhan daging dan sisiknya di Tiongkok diperkirakan sekitar 100.000 – 135.000 kg per tahun.
Permintaan yang tinggi itu, agar terpenuhi maka sejak tahun 1990-an trenggiling telah diimpor dari negara-negara di Asia (Mohapatra, 2015).
Dampak dari aktivitas itu adalah perdagangan dan perburuan liar trenggiling sebagai satwa yang bernilai ekonomis sangat tinggi semakin meningkat.
Meski telah banyak pelakunya perdagagan trenggiling dan bagian tubuhnya ditangkap, tapi pelaku lainnya tetap saja tumbuh.
Kisah terbaru perihal pelaku perdagangan sisik trenggiling datang dari Sumatera. Tim SPORC Brigade Harimau Jambi, Seksi Wilayah II, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) LHK Wilayah Sumatera, menangkap S (33) yang membawa 24,5 kg sisik trenggiling (Manis javanica) di Jalan Lintas Sumatera, Desa Bukit Tigo, Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Penangkapan itu terjadi pada Rabu malam, 14 Oktober 2010, pelaku S kemudian ditahan di Markas Komando SPORC Brigade Harimau Jambi.
”Kami akan terus meningkatkan upaya pemantauan aktivitas perdagangan satwa dilindungi, baik secara langsung maupun online, dan mengungkap jaringan perdagangan hingga ke akarnya,” kata Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera Eduward Hutapea, belum lama ini.
Berburu di dekat rumah
Saat ditangkap, S mengendarai sepeda motor membawa sisik trenggiling yang dikemas di dalam karung, dan kotak karton dengan berat masing-masing 16,9 kg dan 7,6 kg. S mengaku janji bertemu dengan pembeli yang dikenalnya dari media sosial. S menyepakati harga sisik trenggiling Rp 3,7 juta per kilogram. Pembeli sudah mentransfer uang muka, dan sisanya akan diberikan saat transaksi.
Berdasarkan pemeriksaan, S mengakui berburu trenggiling di kebun sekitar rumahnya, di Sungai Kudis dan DAM Kutur.
Ia kemudian menyembelih, memakan daging trenggiling, dan menjual sisiknya melalui media sosial karena tergiur dengan harga yang tinggi. Penyidik masih melakukan pemeriksaaan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan perdagangan, dan sumber sisik trenggiling.
Penyidik akan mengenakan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara 5 tahun, dan denda Rp 100 juta.
Trenggiling masuk dalam daftar Appendix II CITES, daftar spesies dilindungi terancam punah yang tidak boleh diperdagangkan antarnegara. Di Indonesia, trenggiling hidup di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
“Kami mengapresiasi warga masyarakat yang aktif mengamati, dan melaporkan perdagangan ilegal tumbuhan, dan satwa liar yang dilindungi berdasarkan peraturan di Indonesia, dan bahkan secara global,” pungkas Eduward.
Mariana Takandjandji dan Reny Sawitri, (2016) mengungkapkan eksploitasi yang berlebihan melalui perburuan dan penangkapan secara ilegal terhadap satwa trenggiling.
Hal itu menyebabkan penurunan populasi di alam sehingga mengakibatkan kerugian besar terhadap perekonomian dan lingkungan di Indonesia.
Meski telah ada kerangka hukum yang mengatur, tapi belum terlalu efektif. Oleh karena itu perlu perbaikan kebijakan agar dapat mengurangi perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia di masa yang akan datang.