Klikhijau.com – Kota adalah perampas tidur yang paling handal. Ia tak pernah tidur. Lampu-lampu menyala sepanjang malam. Aktivitas manusia mengalir dari pagi hingga kembali pagi.
Denyut kehidupan di perkotaan nyaris tidak pernah berhenti. Bagi manusia, hal itu baik-baik saja. Tapi, bagaimana dengan burung non nokturnal, yang menjadikan malam sebagai waktu istirahat total?
Sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal Science mengungkapkan fakta mengejutkan, yakni burung-burung di perkotaan begadang jauh lebih lama daripada burung-burung di pedesaan. Penyebabnya adalah polusi cahaya.
Studi terbaru ini menggunakan rekaman burung yang dikirimkan ke BirdWeather, sebuah proyek sains warga yang memungkinkan pengguna mengirimkan rekaman burung di area mereka untuk menghasilkan perpustakaan kicau burung global secara langsung dan menggunakan AI untuk mengidentifikasi burung di kebun mereka.
“BirdWeather membuka peluang penelitian perilaku dalam skala geografis dan waktu yang luas. Kita bisa mulai mempelajari pada skala yang belum pernah dilakukan sebelumnya bagaimana burung merespons perilakunya terhadap kekuatan manusia,” ujar Brent Pease, asisten profesor konservasi keanekaragaman hayati di Southern Illinois University Carbondale
Secara total, para peneliti menganalisis 2,6 juta observasi vokalisasi burung di pagi hari dan 1,8 juta observasi vokalisasi burung di sore hari, untuk ratusan spesies. Data ini digabungkan dengan pengukuran polusi cahaya dari citra satelit global.
Hasilnya menunjukkan bahwa polusi cahaya menyebabkan burung berkicau rata-rata 50 menit lebih lama setiap harinya, dengan beberapa spesies bangun satu jam lebih awal dan beristirahat di malam hari satu jam lebih lambat.
“Kami terkejut dengan temuan kami. Di bawah langit malam yang paling terang sekalipun, siang hari seekor burung diperpanjang hampir satu jam,” kata Peas.
Memengaruhi 23% permukaan Bumi
Menurut data, paparan polusi cahaya kini memengaruhi 23% permukaan Bumi dan terus meningkat pesat baik dari segi cakupan maupun intensitasnya.
Sudah ada bukti dampak buruknya terhadap kesehatan manusia dan kekhawatiran bahwa banyak spesies terdampak, dengan konsekuensi negatif termasuk matinya serangga dan terganggunya pola migrasi kelelawar dan penyu laut.
Analisis menemukan bahwa burung di daerah tercemar cahaya, waktu terjaga rata-rata diperpanjang 50 menit. Spesies bermata besar, relatif terhadap ukuran tubuhnya, memiliki respons terkuat terhadap cahaya buatan.
“Burung robin Amerika, burung mockingbird utara, dan burung goldfinch Eropa semuanya memperpanjang hari mereka lebih dari rata-rata. Spesies bermata kecil seperti burung pipit tidak menunjukkan respons sebanyak itu,” urai Paes
Meski begitu, menurut para peneliti, dampak hari yang lebih panjang bagi burung belum jelas. Masih perlu penelitian lanjutan.
“Kita tahu bahwa kurang tidur tidak baik bagi manusia, tetapi burung berbeda. Mereka telah mengembangkan strategi menarik untuk mengatasi kurang tidur selama periode migrasi,” kata Paes.
Paes juga menjelaskan bahwa meskipun ada bukti, pada beberapa spesies, bahwa pencahayaan buatan dapat meningkatkan waktu mencari makan dan kawin serta meningkatkan tingkat kelangsungan hidup anak burung.
Sumber: The Guardian








