Klikhijau.com – Mangrove merupakan ekosistem hutan yang tumbuh di daerah pasang surut air laut yang memiliki beragam manfaat. Antara lain sebagai pelindung pantai dengan mencegah abrasi dan gelombang tinggi ke daratan, menetralisir bahan pencemar, menyaring garam-garam air laut yang masuk ke dalam pori-pori tanah. Mangrove juga bermanfaat sebagai sumber makanan (feeding found) bagi biota laut karena memiliki bahan organik yang melimpah.
Peran terbesar mangrove bagi ekosistem yaitu sebagai blue carbon atau karbon biru yang berfungsi sebagai penyimpan karbon. Menurut Data Peta Mangrove Tahun 2023, sebaran mangrove di Indonesia seluas 3,44 juta hektare yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di dunia. Akan tetapi, ancaman kerusakan ekosistem mangrove semakin mencekam setiap tahunnya.
Rehabilitasi mangrove
Untuk mencapai kelestarian ekosistem mangrove, rehabilitasi mangrove sangat diperlukan untuk memulihkan dan menciptakan ekosistem mangrove yang telah rusak dan menurun menjadi berfungsi serta kembali stabil.
Mengutip dari artikel Yayasan Kehati, dalam rehabilitasi mangrove dibutuhkan waktu minimal 10 tahun yang bergantung dari lokasi penanaman dan ancaman lingkungan yang dihadapi akibat perubahan iklim.
Perubahan iklim berdampak terhadap kenaikan permukaan air laut yang berpengaruh terhadap perubahan arus laut disertai fluktuasi kadar salinitas dan lumpur pada laut yang mengancam ekosistem mangrove.
Daerah yang paling terdampak dari kenaikan permukaan laut yaitu dataran rendah di wilayah pesisir salah satunya wilayah Provinsi Jakarta dengan ketinggian 7 mdpl. Berdasarkan perkiraan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada akhir abad ke-21 kenaikan muka air laut dapat mencapai 10-20 cm. Kenaikan air laut di wilayah pesisir Jakarta mencapai 1 cm/tahun. Salah satu ekosistem mangrove di Jakarta yaitu berada di Kawasan mangrove di Angke Kapuk. Kawasan ini menjadi benteng alam terakhir bagi ibu kota.
Rehabilitasi kawasan Angke Kapuk
Rehabilitasi mangrove di kawasan Angke-Kapuk sudah dimulai sejak tahun 1995 dengan berbagai kendala terutama faktor penambakan dan perubahan kawasan menjadi lahan pemukiman. Saat ini rehabilitasi mangrove dapat dilakukan oleh wisatawan ataupun pihak perusahaan yang ingin mengadakan kegiatan penanaman bersama.
“Rehabilitasi mangrove ini dilakukan dengan dua metode, metode pertama dengan teknik sebar untuk spesies Api-api (Avicennia marina) dan teknik tanam untuk spesies bakau (Rhizophora mucronata)” ujar Jati staff pengurus Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
Bibit mangrove yang diperoleh berasal dari buah mangrove yang jatuh di sekitar kawasan, yang kemudian akan diseleksi dan ditanam di polybag persemaian. Bibit yang siap ditanam harus memiliki kriteria minimal yaitu muncul dua pucuk daun. Menurut pengelola pola tanam yang dipilih adalah jarak 1 m x 1m dengan tujuan saat pertumbuhan nanti akar mangrove akan saling berikatan kuat.
Berdasarkan penelitian penulis, nilai persentase hidup mangrove pada penanaman tahun 2020-2024 di Taman Wisata Angke Kapuk tergolong berhasil dengan nilai ≥ 70%. Tetapi jika dilihat dari kelas kedalaman, persentase hidup mangrove memiliki perbandingan nilai cukup relevan. Penanaman di kedalaman air 30-60 cm nilai persentase hidup mencapai 97.8 % dan di kedalaman air 150-180 cm nilai persentase hidup mencapai 92.94%.
Mengutip jurnal “Simulated Sea Level Change Alters Anatomy, Physiology, Growth, and Reproduction of Red Mangrove (Rhizophora mangle L.)” Ellison menyatakan kenaikan permukaan air laut dapat mengurangi kelangsungan hidup dan pertumbuhan bibit mangrove. Konsekuensi dari kenaikan muka air laut ini adalah peningkatan salinitas yang menyebabkan stress fisiologis mangrove sehingga vegetasi mangrove tidak dapat bertahan.
Bukan hanya kenaikan air laut saja yang menjadi dampak dari perubahan iklim, tingginya intensitas badai, curah hujan dan pola sirkulasi laut mempengaruhi keberhasilan persentase hidup mangrove.
“Kondisi cuaca yang tidak menentu seperti hujan besar, angin kencang seringkali membuat pohon-pohon mangrove tumbang, jangankan bibit mangrove yang baru ditanam, pohon mangrove dewasa dengan tinggi >10 meter dapat roboh jika ada angin kencang” ucap Jati.
Perubahan suhu air laut yang semakin meningkat akan menyebabkan laju penguapan yang meningkatkan salinitas dari vegetasi mangrove.
Upaya Penanganan
Berbagai usaha rehabilitasi mangrove dilakukan oleh pihak pengelola taman wisata. Mulai dari kegiatan pariwisata interaktif yang menarik minat masyarakat untuk lebih peduli terhadap ekosistem mangrove, kerja sama dengan pihak luar seperti Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) untuk kegiatan restorasi mangrove, serta pemilihan metode penanaman.
Media beronjong atau anyaman beronjong adalah metode yang digunakan untuk penanaman mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk yang dibuat dari anyaman bambu dan diisi tanah pada bagian keranjang atau kantongnya. Dan bibit mangrove ditanam pada permukaan tanah tersebut dan batang mangrove diikatkan pada sebatang bambu. Keunggulan metode ini adalah biayanya yang cukup murah dan bibit dapat berdiri kokoh.
“Beronjong ini memiliki tinggi 120 cm dan apabila area penanaman memiliki kedalaman yang dalam sekali maka beronjong dapat digabungkan hingga mencapai tinggi 2 meter” ujar Jati .
Kekurangan dari metode ini adalah minimnya asupan tanah sehingga diperlukan pemeliharaan yang intensif.
Teknik lain yang pernah diterapkan yaitu teknik guludan yang telah dilakukan mulai tahun 2015. Teknik guludan adalah teknik menggunakan tonggak bambu untuk membentuk area tertentu yang akan diisi dengan tanah atau lumpur sebagai media tanam dan kemudian akan ditanam mangrove dengan pola tanam tertentu.
Teknik guludan diterapkan pada lahan dengan kedalaman air laut cukup dalam. Pemilihaan spesies juga harus disesuaikan dengan kondisi habitatnya, untuk jenis Avicennia sp. Cocok pada kondisi tanah dengan lumpur dalam, lokasi pinggir sungai dengan kelembaban rendah dan salinitas yang tinggi.
Sedangkan untuk jenis Rhizophora sp. mampu hidup pada semua zona mangrove. Metode penanaman bibit juga harus diperhatikan, yaitu bibit ditanam sedalam 1/3 dari panjangnya, ditanam tegak lurus pada media, dan diikat dengan ajir untuk mencegah bibit hanyut oleh pasang surut air laut.
Berbagai usaha rehabilitasi mangrove akan bernilai sia-sia apabila akar masalah tidak ditanggulangi dengan benar. Kerusakan lingkungan yang terjadi akan saling berdampak satu dengan yang lainnya.
Untuk berkontribusi terhadap kelestarian mangrove sebenarnya kita tidak harus turun langsung ke lapangan, kita dapat melakukan aksi kecil di lingkungan kita untuk meminimalisir perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Beberapa aksi yang dapat dilakukan antara lain mengganti penggunaan bahan bakar fosil dengan bahan bakar terbarukan, menggunakan kendaraan seefektif mungkin seperti menggunakan transportasi umum, menghemat penggunaan listrik, menerapkan prinsip 5R (Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery).
Melalui aksi mitigasi perubahan iklim diharapkan ekosistem mangrove dapat berada di kondisi yang stabil sehingga keberhasilan rehabilitasi mangrove juga dapat tercapai dalam kondisi yang baik. Sehingga, ekosistem mangrove dapat memberikan timbal balik manfaat bagi kita.