Ekosistem Mangrove Berperan Penting bagi Dunia Secara Keseluruhan

oleh -248 kali dilihat
8 Isu Utama Permasalahan pada Ekosistem Mangrove di Indonesia
Hutan mangrove Tongke-tongke, Sinjai/foto- Idris

Klikhijau.com – Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling efisien untuk menangkap, menyerap, dan menyimpan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer (karbon biru).

Mangrove menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan menyimpannya dalam biomassa dan tanah organik, menjaganya agar tetap stabil. (Worthington et al., 2019).

Ekosistem mangrove yang terpelihara dengan baik dapat menyimpan karbon 3-5 kali lebih banyak dibandingkan hutan terestrial biasa.

Karbon yang tersimpan di ekosistem mangrove Indonesia diperkirakan sebesar 3,0 Gton CO2e. Diperkiranan mangrove dan padang lamun Indonesia menyimpan karbon sekitar 3,4 Gton CO2e, atau sekitar 17 persen dari stok karbon biru dunia.

KLIK INI:  Intip Kelebihan dan Kekurangan Berkebun Tanpa Tanah

Ekosistem juga mangrove memiliki fungsi yang berpenting bagi lingkungan dan perekonomian masyarakat sekitar.

Mangrove adalah wadah yang memberikan pengetahuan dan kesempatan untuk melihat satwa liar secara langsung. Mangrove juga dapat tumbuh di dekat tempat wisata seperti terumbu karang dan pantai berpasir (IUCN, 2017).

Ekosistem mangrove juga berperan sebagai benteng pelindung pantai dari keausan, gelombang kuat, badai dan kenaikan muka air laut (Beck et al., 2019). Mangrove merupakan habitat dan tempat berkembang biak yang penting bagi ikan dan hewan lainnya.

Mangrove menyediakan bahan baku berupa hasil hutan bukan kayu, sumber pangan, hasil perikanan, dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan mangrove terluas di dunia. Menurut Peta Mangrove Nasional 2021, luas mangrove Indonesia akan mencapai 3.364,08 miliar hektar.

Luasan tersebut kemudian dibagi ke dalam kategori, yaitu mangrove lebat seluas 3.112.240 hektar atau 92,78% dari total luas, mangrove sedang sebesar 188.366 hektar (5,60%) dan mangrove langka seluas 54.474 hektar (1,62%).

KLIK INI:  Pohon Besar, Penyelamat dari Krisis Keanekaragaman Hayati dan Krisis Iklim

Selain luasan mangrove yang ada, pemerintah juga menghitung potensi mangrove seluas 756.183 hektar, meliputi 4.129 hektar (0,55%) atrisi, 55.889 hektar (7,39%) lahan kosong, 8.200 hektare mangrove atrisi (108%). ), tambak 631.802 hektar (83,55%) dan dataran tinggi 56.162 hektar (7,43%).

Aksi di Teluk Balikpapan

Agar mangrove tetap lestari, Minggu, 11 September 2022. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (LHK), Prof. Siti Nurbaya mengundang Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Espen Barth Eide. Eide diajak ke salah satu lokasi prioritas restorasi mangrove, yaitu Teluk Balikpapan.

Kedua menteri mengunjungi dan menanam mangrove di Desa Sotek, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Menteri Siti menjelaskan, kedatangan Menteri Espen Barth Eide dan kegiatan penanaman hari ini merupakan wujud kerjasama baru antara Norwegia dan Indonesia dalam hal iklim dan lingkungan, khususnya REDD+.

“Hari ini kita ada di salah satu spot kerja BRGM, untuk rehabilitasi mangrove yang juga bagian dari upaya kita untuk mengatasi degradasi lahan. Selama di Balikpapan, kita akan berdiskusi tentang rehabilitasi mangrove dan juga tentu tentang Indonesia FOLU Net Sink 2030,” ungkap Siti.

KLIK INI:  Asam Jawa, Manfaat, dan Kenangan Menggemaskan Tentangnya
Simbol kerja sama yang kuat

Menteri Espen Barth Eide usai melakukan penanaman mangrove mengungkapkan bahwa pihaknya senang dapat hadir di Desa Sotek, sebagai simbol untuk kerja sama kuat dan solid Indonesia dengan Norwegia.

“Kami bangga dan sangat menyukai kerja nyata Pemerintah Indonesia, Presiden Joko Widodo dan Menteri Siti yang fokus dalam agenda penyelamatan lingkungan,” terang Menteri Espen Barth Eide.

Menteri Espen Barth Eide juga mengatakan bahwa ekosistem mangrove dan kawasan hutan secara umum memiliki peran yang sangat penting bagi dunia secara keseluruhan. Karena mengendalikan dampak perubahan iklim dengan menyerap emisi.

Desa Sotek merupakan salah satu wilayah kerja BRGM untuk mempercepat restorasi mangrove. Desa ini terletak di Kecamatan Penajam Kabupaten PPU. Tahun lalu, luas reklamasi mencapai 65 hektare (ha). Ekosistem mangrove di Desa Sotek merupakan kawasan Pemanfaatan Alternatif (APL) sehingga rentan terhadap perubahan pemanfaatan.

Sebelumnya, mangrove di Desa Sotek mengalami kerusakan akibat kegiatan illegal logging dan konversi mangrove menjadi tambak.

Masyarakat sekitar juga sering memanfaatkan mangrove, mengolahnya menjadi arang, sehingga memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Tahun ini, target restorasi mangrove di Desa Sotek direncanakan 20 hektare.

KLIK INI:  Perihal Hydroseeding, Metode Penanaman Cepat pada Area Luas dan Sulit Terjangkau

Hartono, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, mengatakan kedatangan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia merupakan bukti dukungan masyarakat internasional terhadap restorasi mangrove di Indonesia.

Restorasi berperan penting dalam memulihkan kawasan ekosistem mangrove yang rusak, sehingga mampu menyerap dan menyimpan karbon. Oleh karena itu, ekosistem mangrove berperan penting dalam pencapaian tujuan NDC Indonesia,” kata Hartono.

Dalam kunjungan kerja tersebut, kedua menteri didampingi oleh Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kuala Lumpur Hartono, dan Direktur Jenderal Agus Justianto. (PDASRH) KLHK, Dyah Murtiningsih dan pejabat senior dari KLHK, BRGM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.(*)

KLIK INI:  Energi Penyelamat Bumi itu Bernama Mangrove, Teruslah Menjaganya!