- Meraya Merupa Meruang, PerayaanSeni Rupa 7 Tahun MAIMyang Menghidupkan Makassar dan Kulinernya - 23/11/2025
- Empat Memandang Rupa”: Kolaborasi Empat Perupa Makassar dalam Satu Bingkai Filosofi Bugis-Makassar - 30/10/2025
- Suara Masa Lalu, Warisan Masa Depan: Pameran Piringan Hitam Lagu Makassar - 21/09/2025
Klikhijau.com – Tanggal 23 November 2025 menjadi penanda waktu bagi Makassar Art Initiative Movement (MAIM) untuk merayakan ulang tahun ke-7. MAIM lahir dari upaya kolektif seni yang berbasis di Makassar pada 23 November 2018. MAIM lahir dari semangat untuk mendorong perkembangan seni rupa kontemporer di Kawasan Timur Indonesia.
Perayaan tujuh tahun MAIM kali ini menandai tujuh tahun perjalanan MAIM mewarnai Seni rupa Makassar. Momen kali ini hendak melarutkan kisah dalam nafas panjang perjalanan berkarya dan berkesenian yang tak pernah surut. Tujuh tahun MAIM dipenuhi dengan warna dan makna kehidupan berkesenian yang tak pernah berhenti dipercakapkan.
Perayaan ke-7 MAIM akan menjadi momentum yang spesial. Sajian pameran karya dari beberapa seniman perupa MAIM akan dipamerkan. Diskusi dan bincang seni juga dirancang, memotret seni rupa dan membincangkan seni rupa yang mengabadi.
Demi menandai tujuh tahun MAIM, perayaan ini juga akan disajikan tujuh jenis makanan tradisional Bugis Makassar. Sajian 7 macam kue-kue tradisional turut memberi identitas atas kekayaan tradisi dan budaya dalam jalinan seni rupa di masa lalu. Ragam perayaan memberi makna kebudayaan lewat pesan ‘MERAYA MERUPA MERUANG.
Meraya Merupa Meruang dalam Tujuh Tahun MAIM
Tema perayaan ke-7 MAIM adalah MERAYA MERUPA MERUANG, simbol perayaan seni rupa yang telah dijalani hingga saat ini. MERAYA adalah sebuah ungkapan dalam bahasa Makassar yang berarti “mengunjungi” atau “menjenguk”.
Dalam konteks ini, MERAYA MERUPA berarti mengunjungi dan menjenguk kembali perjalanan seni rupa MAIM. Upaya mengenang kembali karya-karya yang telah dipamerkan, dan membicarakan masa depan seni rupa yang lebih baik.
Sedang MERUANG adalah cara seniman MAIM berkesenian yang tidak terikat dalam sebuah galeri. Jadi konsep MERAYA MERUPA MERUANG bermakna merayakan kembali perjalanan seni rupa MAIM dalam konteks memaknai ruang dan waktu. Spirit ini terwujud dalam memaknai kata inisiatif dalam MAIM.
Artmosphere Studio: Sarang Kreativitas di Jalur Konsistensi
Menemukan atmosfer berkesenian dalam lorong kota, sungguh sebuah pengalaman yang tak biasa. Menemukan MAIM dalam rumah petak untuk tumbuh dan berkembang dalam perjalanan yang relatif muda adalah sebuah kemewahan ruang.
Siapa sangka tempat ini menjadi perwujudan spot berkesenian yang dirintis dan diinisiasi oleh Jenry Pasassan sejak 2020. Selain menjadi wahana perkopian, juga menjadi ruang berekspresi dan berkarya para perupa MAIM.
Melalui ‘Menyongsong usia 2 tahun’ catatan Jenry dengan jelas teramati. MAIM bukan sekadar sebuah organisasi seni, tetapi sebuah entitas yang hidup dan berdenyut dengan semangat kreativitas. Dalam masa perkembangannya, MAIM telah menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam mengisi atmosfer seni rupa Makassar.
Dinamika MAIM tergambar dengan jernih. Berikut dengan ‘memindai’ catatan Jenry. “Dalam kemampuan yang terbatas, MAIM secara mandiri melakukan berbagai kegiatan. Dari pameran kolektif, diskusi isu seni rupa yang update, menyusun program kerja, hingga ruang silaturahmi untuk berbagi semangat dalam berkesenian”.
Semangat MAIM dalam mengawal anggota komunitas tetap terjaga guna merespon berbagai kegiatan seni rupa Makassar. Diskusi secara berkala untuk melakukan kegiatan seni rupa hingga tercetus di tahun 2020 Rally Art (Reli Rupa) kedua dalam kondisi pembatasan sosial era covid-19.
Melalui karya-karya dan kegiatan yang dihasilkan, MAIM telah menjadi barometer seni rupa Makassar bahkan secara nasional. Kiprah MAIM telah membuktikan dirinya sebagai sebuah entitas seni yang konsisten di jalur seni rupa dalam sarang kreativitas lorong bernama Artmosphere Studio.
Embrio MAIM dan Jejak Kemunculannya
Dalam jebakan kesunyian ruang yang telah menyandera peradaban, pesona seni di sebuah lorong jantung kota Makassar tetap bergema. Jalan Abdullah Daeng Sirua Lorong 8 No. 2A, Kecamatan Panakkukang menjadi saksi gelora imajinasi dan kreativitas para perupa MAIM (Makassar Art Initiative Movement) dalam berkarya.
Salah seorang periset, Wa Ode Saritilawah, merekam dengan baik kisah perjalanan MAIM. Mencatatkan MAIM yang lahir dari semangat untuk mendorong perkembangan seni rupa kontemporer di kawasan timur Indonesia. Embrio dari sebuah upaya kolektif seni yang berbasis di Sulawesi Selatan pada 23 November 2018.
Dari kisah ini terungkap, Inisiatif pendirian MAIM diprakarsai oleh Melani Setiawan. Seorang dokter spesialis ultrasonografi yang menetap di Jakarta. Kedekatannya dengan para perupa Indonesia baik tua maupun muda selama lebih dari empat dekade sehingga kerap dijuluki sebagai “Ibunya para perupa”.
MAIM adalah wujud kebulatan tekad dan janji untuk secara bersama membangun seni rupa Makassar. Kisah Jum’at pukul 21:58 WITA, tujuh tahun lalu (23/11/2018) di Etika Cafe Makassar menjadi peristiwa bersejarah bagi MAIM. MAIM sebagai gerakan seni rupa menjadi penanda penting dalam momentum kebangkitan seni rupa Makassar.
Kehadiran MAIM turut memberi elemen historis dan menandai masuknya Makassar dalam pemetaan Contemporary art Indonesia oleh ibu Melani Setiawan. Cikal bakal lahirnya MAIM menjadi momen langka karena disaksikan langsung oleh Ibu Melani Setiawan. Hadir bersama saat itu antara lain I Wayan Seriyoga parta (kurator seni rupa), Irvan Jauri (owner etika cafe, dan pemerhati seni rupa Makassar).








