Mengintip Gerakan Ekoliterasi Kaum Muda Milenial

oleh -564 kali dilihat
Mengintip Gerakan Ekoliterasi Kaum Muda Milenial
Ilustrasi-rumahbacakomunitas.blogspot.com

Gerakan ekologi yang diinisiasi anak muda beberapa dekade ini menunjukkan adanya radikalisasi politik advokatif-ekologis kaum muda terhadap persoalan lingkungan hidup yang melanda di Indonesia.

Para anak muda ini tersebar dalam beragam organisasi baik yang berafiliasi dengan internasional, nasional dan lokal (Suharko dan dkk, 2014: 29-30).

Namun, gerakan kaum muda berbasis komunitas memiliki keberlanjutan dan daya tahan yang progresif dengan spektrum transformasi sosial.

Radikalisasi ini dibuktikan dengan gerakan kaum muda dalam melakukan advokasi terhadap konflik agraria khususnya mereka yang tergabung dalam gerakan Front Nadhyin untuk kedaulatan sumber daya alam dan kader hijau Muhammadiyah.

Gerakan ini secara radikal melawan arogansi penguasa yang berselingkuh bersama korporasi untuk merusak alam atas nama kesejahteraan baik di Kendeng, Kerawang dan lainnya.

KLIK INI:  Sejumlah SD se-Kecamatan Manggala Ikut Penguatan Pendidikan Lingkungan Hidup

Ini hanya contoh bagaimana anak muda mengambil posisi dan peran politiknya dalam pembangunan. Selama masa Orde Baru, konstruksi anak muda yang baik itu ditentukan oleh negara.

Peduli akan lingkungan

Namun hari ini anak-anak muda yang progresif adalah mereka yang memiliki keberpihakan sosial, kesadaran politik, literat, organisatoris dan peduli akan lingkungan.

Di Yogyakarta khususnya, kaum muda progresif ini tersebar dalam beragam organisasi yang memiliki konsen pada isu lingkungan yang berbeda.

Ada yang fokus pada pengelolaan sampah seperti bank sampah yang biasanya diinisiasi oleh mahasiswa di kampus-kampus untuk masyarakat.

Ada organisasi peduli lingkungan hidup yang memiliki jaringan gerakan secara nasional namun mengakar pada masyarakat. Tetapi gerakan kaum muda berbasis komunitas literasi dengan agenda ekoliterasi masih jarang.

Ini yang menjadikan gerakan ekologi anak muda ini menarik dengan dua alasan. Pertama, gerakan literasi selama ini konsen akan penyediaan buku-buku untuk publik.

Ini sebagai bentuk komitmen politik kaum muda untuk mendorong demokratisasi pengetahuan agar buku-buku mudah diakses oleh siapapun tanpa persyaratan administratif.

Tetapi komunitas literasi ini mengalami penggeseran dengan wacana-wacana yang berkembang kuat dalam komunitas.

Menimbulkan kegelisahan pegiat literasi akan kerusakan lingkungan yang nyatanya dilakukan oleh para intelektual, teknokrat dan lainnya yang telah menciderai visi poliitik keilmuwan transformatif.

KLIK INI:  Diskusi Bersama, P3E Suma dan ICMI Ungkap Kata Al Quran Tentang Lingkungan

Kedua, anak muda ini membangun model politik lingkungan sehari-hari dengan cara menanam tanaman untuk kebutuhan, obat dan melakukan penghijauan di sekitar komunitas. Secara basis, pengetahuan pegiat literasi banyak terinspirasi oleh ide-ide Capra tentang ekoliterasi dalam menanggulangi kerusakan lingkungan.

Rumah baca komunitas Yogyakarta

Gerakan kaum muda yang hadir dengan basis komunitas ini ada di Rumah baca komunitas di Yogyakarta yang mana sejak 2014. RBK mengawali gerakan ekoliterasi sebagai manifestasi aksiologis keilmuwan.

Bertujuan agar pengetahuan yang dimiliki oleh pegiat literasi bukan hanya memberikan kontribusi keilmuwan melalui wacana yang diproduksi dikalangan anak muda. Tetapi membangun basis aksiologis-praksis (implementasi kelimuwan untuk keberpihakan sosial bagi kelompok marginal).

Misalnya, RBK membangun ekological habitus anak muda dengan berkebun untuk menghadapi serbuan pasar yang disukai anak-anak millenial bahkan menghadirkan produk anarcho; minuman kombucha.

Kerja-kerja politik fundamental ini terus dilakukan dengan melibatkan sebanyak mungkin anak muda untuk terlibat dalam diskusi-diskusi. Dan praktek ekologi untuk membangun kesadaran ekologis sehingga mewujudkan kewarganegaraan ekologis (ecological citizenship).

Bagi pegiat literasi peran anak muda untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dimulai dari praktik keseharian mereka. Menuju advokasi isu-isu lingkungan dalam membangun warga negara yang revolusioner.

KLIK INI:  Memahami Bumi Sebagai Rahim Ibu
Sekolah Pemuda Ekoliterasi

Gerakan ekologi kaum muda terus berlipat ganda di belahan bumi, generasi ini resah, muak dan melawan segala bentuk kebijakan politik yang bercorak kapitalistik atau penguasa yang hanya menjadi pelayan pasar.

Anak-anak muda ini tak lelah mencari inspirasi untuk membangun radikalisasi gerakan atau perubahan transformatif secara kultural maupun struktural. Ruang-ruang media berusaha mereka penuh melalui peran mereka sebagai warga negara yang berdaya atau berdaulat.

Keradikalan anak muda ini dikatakan oleh Adityo Nugroho (2018), aktivis muda lingkungan di Yogya khususnya ketua KOPHI bisa mengshare isu ekologi di WA nya ribuan kali, ini radikal kali, melakukan kampanye terus-terusan.

Aksi dan tindakan revolusioner itulah yang berusaha diperbanyak oleh RBK melalui sekolah pemuda ekoliterasi yang berusaha melahirkan aktor demokrasi yang pro lingkungan di kalangan anak muda.

Dalam rangka pemberdayaan generasi muda agar menjadi generasi yang mampu mereplikasi gerakan ekologi ketika mereka kembali ke daerah mereka masing-masing (Efendi, 2018).

Di dalam sekolah ini, anak muda yang menjadi peserta bersama-sama membangun ekological habitus. Dimana mereka saling menguatkan satu sama lain dengan penguatan pengetahuan tentang lingkungan.

Sharing dari aktivis yogya yang memiliki pengalaman panjang dalam melakukan perlawanan sosial terhadap kebijakan penguasa yang mengizinkan praktek ekonomi pasar beroperasi dalam mengendalikan pembangunan seperti maraknya pembangunan hotel, swalayan modern berjejaring dan lainnya, yang itu merugikan warga Yogya.

Sekolah ini memiliki komitmen politik keberpihakan sosial yang kuat secara ideologi lingkungan. Dimana pembicara betul-betul diseleksi agar tidak melahirkan paradoks.

Dalam rangka memperbanyak aktor muda pro ekologi yang dari sejak awal sekolah ini telah didesain dengan tujuan memperkuat peran anak muda dalam wilayah sosial pemberdayaan dan advokasi politik.

KLIK INI:  Saat Komunitas Literasi Berkebun: Tanam Pohon Tin, Panen Rambutan
Revolusi Harapan

Persoalan krisis lingkungan tidak banyak dibicarakan dalam politik elektoral kita hari ini. Meskipun visi dan misi dua pasangan calon presiden dan wakilnya memiliki kepedulian akan lingkungan, namun perdebatan isu lingkungan masih tenggelam. Atau kalah oleh politik identitas (Khalisah, tirto.4 Desember 2018).

Keadaan ini sangat menyedihkan di tengah banyak konflik agraria, krisis air bersih, tercemarnya sungai. Berkurangnya keinginan generasi muda Indonesia untuk menjadi petani.

Fakta-fakta inilah yang mendorong beragam anak muda untuk berkontribusi dalam pembangunan. Melalui gerakan ekologi secara individual ataupun organisator dengan model komunitas. Memperkuat demokrasi di akar rumput.

Anak muda ini tak lelah bekerja dijalur sunyi dengan mengedukasi anak anak millenial ataupun anak-anak yang di Rumah baca komunitas dengan program ekoliterasi for kids dimana anak-anak diajak untuk menanam sekaligus merawat tanaman mereka.

KLIK INI:  Selain Bisa Kurangi Risiko Depresi, Ini Manfaat Lain Berolahraga

Program ekologi yang dilakukan oleh RBK dari sekolah pemuda ekoliterasi hingga ekoliterasi for kids untuk membangun kesadaran ekologis itu sedini mungkin.

Agar bisa melakukan transformasi individual sejak kecil, hingga generasi yang ingin kita bangun bersama bagi kemajuan masyarakat. Ini adalah generasi yang bukan hanya memiliki kapasitas intelektual tetapi keberpihakan akan persoalan sosio-ekologis bangsa.

Ini kerja-kerja sunyi yang membutuhkan banyak energi atau keterlibatan sebanyak mungkin anak muda. Sehingga anak muda bukan lagi berada di panggung burit peradaban tetapi menjadi titik sentral pendorong. Bukan hanya penyokong rezim namun juga pelopor perubahan sosial dalam kondisi politik bangsa yang terus bergejolak.

Apa yang dilakukan oleh RBK dan organisasi pemuda lingkungan lainnya untuk terus melakukan revolusi harapan. Melakukan aksi-aksi kecil hingga besar hingga perubahan sosial itu bisa dihadirkan oleh anak muda.

Anak muda ini menjadi lilin atau penerang di masyarakat. Mereka belajar dari masyarakat dan memberikan petunjuk arah transformasi sosial yang dikehendaki secara bersama.

KLIK INI:  Tak Maukah Kau Menciumiku Sekali Saja?