Kuantitas dan Kualitas Air Sungai di Seluruh Dunia Alami Penurunan?

oleh -59 kali dilihat
27 Juli, Hari Sungai Nasional, Sejarah dan Link Twibbon untuk Sosmed
Sungai Balantieng di Desa Batukaropa Kabupaten Bulukumba - Foto: Ist

Klikhijau.com – Sungai memiliki peran penting bagi manusia. Bahkan bagi hampir semua makhluk hidup. Sayangnya, saat ini banyak sungai yang tercemar. Semuanya karena ulah manusia.

Padahal, Sungai menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat. Tidak sedikit dari alirannya yang diolah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Namun, saat ini pengelolaan air saat ini memiliki banyak tantangan. Bukan hanya masalah pencemaran. Namun, tantangan lain yang cukup meresahkan adalah perubahan iklim, peningkatan kekeringan, dan hujan badai.

Tantangan tersebut tidak hanya memengaruhi kuantitas air, namun juga kualitasnya.

KLIK INI:  Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia bersama Kata-Kata Inspirasi yang Melingkupinya

Meski begitu, menurut laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pemahaman kita saat ini mengenai masalah ini masih belum memadai.

Namun,  sekelompok ilmuwan internasional telah mengumpulkan sejumlah besar penelitian mengenai kualitas air di sungai di seluruh dunia.

Studi yang dipublikasikan di Nature Review Earth and Environment menunjukkan bahwa kualitas air sungai cenderung memburuk saat terjadi cuaca ekstrem.

Ketika kejadian-kejadian ini menjadi lebih sering dan parah akibat perubahan iklim, kesehatan ekosistem dan akses manusia terhadap air bersih mungkin semakin terancam.

Analisis tersebut mengamati 965 kasus perubahan kualitas air sungai selama cuaca ekstrem seperti kekeringan, gelombang panas, hujan badai, dan banjir, serta perubahan iklim jangka panjang (multidecadal).

KLIK INI:  Mengenai Limbah Cat, Ancaman, dan Cara Pengolahannya

“Kami mengamati berbagai unsur kualitas air seperti suhu air, oksigen terlarut, salinitas, dan konsentrasi nutrisi, logam, mikroorganisme, obat-obatan, dan plastik,” kata pemimpin penulis studi Michelle van Vliet dari Universitas Utrecht.

Memburuk saat kemarau

Temuan menunjukkan bahwa dalam sebagian besar kasus. Kualitas air cenderung memburuk selama musim kemarau dan gelombang panas (68%), hujan badai dan banjir (51%), dan perubahan iklim jangka panjang (56%).

Selama musim kemarau, lebih sedikit air yang tersedia untuk mengencerkan kontaminan. Sedangkan hujan badai dan banjir umumnya mengakibatkan lebih banyak kontaminan yang mengalir dari daratan ke sungai.

Perbaikan atau respons yang beragam dalam kualitas air juga dilaporkan terjadi pada beberapa kasus karena adanya mekanisme penanggulangan. Misalnya, ketika peningkatan pengangkutan polutan diimbangi oleh lebih banyak pengenceran saat terjadi banjir.

Perubahan kualitas air sangat didorong oleh perubahan debit sungai dan suhu air. Penggunaan lahan dan faktor manusia lainnya seperti pengolahan air limbah juga menentukan bagaimana hal ini terjadi.

KLIK INI:  Menakjubkan, Tanaman Dapat Jadi Pendeteksi Bahan Kimia Berbahaya

Para penulis menyoroti bahwa memahami keterkaitan yang kompleks antara iklim, penggunaan lahan, dan faktor yang disebabkan oleh manusia. Mereka ini bersama-sama mempengaruhi sumber dan pengangkutan polutan, sangatlah penting.

Penelitian tersebut juga menyerukan lebih banyak pengumpulan data dan studi tentang kualitas air di negara-negara non-Barat untuk memfasilitasi pemantauan dan pemahaman yang lebih baik tentang kualitas air di Afrika dan Asia. Karena sebagian besar studi kualitas air sekarang berfokus pada sungai di Amerika Utara dan Eropa.

Menurut rekan penulis studi, Ting Tang, seiring dengan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem akibat perubahan iklim. Sungai dan ekosistem perairan kita menghadapi ancaman yang semakin besar terhadap kesehatan dan fungsinya. Juga akses manusia terhadap air bersih semakin terancam.

KLIK INI:  Saatnya Memetik Inspirasi Hidup dari Kata-Kata Mutiara tentang Sungai

Menurut peneliti di Kelompok Penelitian Keamanan Air dari Program Keanekaragaman Hayati dan Sumber Daya Alam IIASA, interaksi yang rumit antara iklim, penggunaan lahan, dan faktor manusia menuntut kita untuk segera mengambil tindakan pencegahan.

“Untuk menjaga akses kita terhadap air bersih dan melestarikan kesehatan ekosistem dan keanekaragaman hayati di era cuaca ekstrem yang semakin meningkat. Kita harus memprioritaskan pemahaman yang lebih mendalam mengenai dinamika ini melalui pemantauan konvensional dan pengumpulan data inovatif serta pengembangan strategi pengelolaan air yang efektif.” Simpulnya

KLIK INI:  Mencurigai 3 Faktor Utama Penyebab Penurunan Populasi Kunang-Kunang

Sumber: Newswise