Dua Siswa di Bali Sulap Sampah Canang Jadi Sumber Listrik

oleh -1,051 kali dilihat
Ilustrasi canang sari
Ilustrasi canang sari/foto-mdpurwa.blogspot.com
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Persoalan sampah di tanah air adalah persoalan klasik. Di mana-mana kita akan menemukannya. Orang-orang jadi terbiasa dengan hal itu, meski bahaya yang ditimbulkan bukan hal biasa, tapi luar biasa. Beberapa negara, sebut saja Swedia menyulap sampah menjadi berkah. Di negara tersebut, sampah menjadi sumber energi listrik yang mampu menerangi ratusan rumah penduduk.

Bagaimana di negara kita, sampah di Indonesia adalah keresahan. Semua jenis sampah mudah kita temukan, termasuk sampah sisa ritual agama tertentu. Sebut saja canang sari yang merupakan bagian dari upakara alias perlengkapan ritual keagamaan Hindu. Di Bali, sampah jenis ini ditaksir bisa mencapai 5.000 meter kubik.

Produksi sampah sebanyak itu, tentu akan melahirkan keresahan, sebab akan mencemari lingkungan dan mengancam kenyamanan hidup, tapi keresahan itu akan segera berakhir. Sebab sampah canang sari di tangan Dewa Putu Adiatma Pratyana (Adi) dan Kadek Edy Sukarma berubah menjadi cahaya.  Kedua anak muda yang berstatus sebagai siswa di salah satu SMA di Bali tersebut telah menemukan cara mengolah canang menjadi sumber penghasil daya listrik.

KLIK INI: Ciptakan Rompi Anti Peluru dari Gebang, Armour Mike Harumkan SMAN 3 Denpasar

Penemuan itu berangkat dari sebuah keresahan melihat sampah canang yang menggunung. Menurut Adi, biasanya satu rumah tangga di Bali bisa memproduksi 3kg canang dalam satu minggu. Ia cemas melihat hal tersebut, maka  bersama Kadek, ia mencari solusi bagaimana agar canang tidak selalu menumpuk. Canang harus  memiliki nilai jual yang bermanfaat masa mendatang. Untuk itulah keduanya membuat sebuah alat bernama microbial fuel cell berbasis limbah canang (MIELC berlian).

Untuk membangun alat tersebut mereka menghabiskan biaya sebesar Rp 200 ribu dengan memanfaatkan barang-barang bekas seperti pipa. Selain itu, penelitiannya pun memakan waktu selama 15 hari. Menurut Adi, MIELC berlian terinspirasi dari beberapa percobaan yang dia peroleh di internet. Dari percobaan pengolahan limbah tahu tersebut, keduanya mendalami dan mencari model baru untuk mengolah canang.

“Untuk menemukan alat ini kami melakukan penelitian selama 15 hari. Canang biasanya hanya digunakan pupuk kompos. Karena belum optimal, banyak limbah canang menumpuk di area pura,” kata Adi, seperti yang diberitakan indonesiainside.id, Senin, 25 Februari 2019.

Alat yang mereka  temukan adalah pengembangan  dari pengolah limbah tahu. Yang membedakan di antara keduanya, yakni jika pada alat pengolah limbah tahu menggunakan membran untuk pembatas antara anoda dan katoda.

Untuk membuat canang menjadi listrik, terlebih dahulu harus membuat kompos. Agar kompos yang diproduksi berkualitas baik, maka pengolahannya bisa memakan waktu selama satu bulan. Kemudian kompos canang tersebut dicampurkan dengan lumpur atau tanah liat. Penggunaan lumpur tersebut karena di dalamnya mengandung bakter geobacter metallireducens yang mampu menguraikan serat selulosa dan glukosa yang ada di dalam limbah canang menjadi proton dan electron supaya bisa menghasilkan energi listrik.

KLIK INI: FPIK UMI Terapkan Teknologi Atraktor Cumi-cumi Ramah Lingkungan di Pangkep

Sedangkan pada MIELC berlian menggunakan jembatan garam untuk membatasi ruang anoda dan katoda. Jembatan garam ini fungsinya reaksi reduksi oksidasi antara ruang anoda dan katoda. Di masing-masing kompartemen akan diletakkan elektroda berupa seng untuk anoda dan tembaga, air sebagai katoda. Fungsi jembatan garam untuk membentuk rangkaian seri.

Komposisi lumpur dan kompos canang dalam setiap chamber satu berbanding satu. Dalam satu rangkaian satu set chamber bisa menghasilkan daya listrik sebesar 0,9 volt. Untuk menghasilkan daya listrik semakin besar maka chamber harus dihubungkan secara seri.

“Dengan 4 seri chamber kita bisa menghasilkan 3,1 volt atau setara lampu 3 watt. Dalam tiap 30 menit tegangan listrik bisa berkurang 0,1 volt,” terang Adi.

Keduanya berharap MIELC berlian dapat dikembangkan lebih jauh dengan penelitian-penelitian yang lebih baik. Tujuannya agar penelitian yang dilakukannya dapat menghasilkan daya listrik yang lebih besar dan mengatasi masalah sampan canang di Bali.

“Kita ingin dari pemerintah khususnya Dinas Lingkungan Hidup bisa melakukan penelitian lebih lanjut untuk konsentrasi lumpur dan limbah canang ini untuk hasil daya listrik yang lebih besar,” lanjut Adi

Penemuan alat yang bisa mengatasi sampah canang tersebut merupakan upaya Adi dan Kadek untuk memberikan kontribusi kepada tanah kelahirannya, Bali. Sebab jika tidak, Bali sebagai distinasi wisata bisa terancam jorok akibat percemaran sampah canang. (ir)