Berkenalan dengan REDD-PLUS, Sebagai Upaya Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

oleh -592 kali dilihat
​Ada Apa Dibalik Terputusnya Kerjasama REDD+ Indonesia dengan Norwegia?
Redd+/Foto-Ditjenppi.menlhk.go.id

Klikhijau.com – Apa itu REDD-PLUS? REDD-Plus atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation adalah sebuah mekanisme untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.70 / MENLHK / SETJEN / KUM.1 / 12 /2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan REDD-Plus menyebutkan bahwa target penurunan emisi gas rumah kaca nasional sebesar 29% (dua puluh sembilan persen) dengan usaha sendiri sampai dengan 41% (empat puluh satu persen) dengan bantuan luar negeri pada tahun 2030.

Pencapaian penurunan emisi dilakukan dengan pelaksanaan mitigasi diantaranya bidang Penggunaan lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan (Land Use, Land Use Change and Forestry).

REDD-Plus merupakan aksi mitigasi bidang kehutanan dengan pendekatan kebijakan dan insentif positif yang menjadi komponen penting yang berkontribusi dalam pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) di sektor kehutanan dan sejalan dengan arah pembangunan berkelanjutan.

KLIK INI:  Indikator Kerentanan Perubahan Iklim Dikembangkan di Sulawesi Selatan

Nationally Determined Contribution (NDC) sendiri adalah bentuk ratifikasi perjanjian internasional terkait dengan perubahan iklim (Paris Agreement) yang digunakan Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca. Perundingan Internasional terkait dengan REDD-Plus tercantum dalam Bali Action Plan (COP-13) yang dilaksanakan di Bali pada tahun 2007.

Setelah itu dilakukan perundingan internasional di Polandia dengan kesepakatan bahwa kegiatan REDD-Plus sebaiknya disebarluaskan. Perundingan internasional terbaru yang membahas kegiatan REDD-Plus dilakukan di Katowice pada tahun 2018 lalu. REDD-Plus mencakup kegiatan mengurangi emisi dari deforestasi, mengurangi emisi dari degradasi hutan, peningkatan cadangan karbon, pengelolaan hutan lestari dan peran konservasi.

Perangkat REDD-PLUS

Dalam REDD-Plus dikenal perangkat pendukung untuk mengimplementasikan REDD-Plus secara efektif dan efisien. Perangkat REDD-Plus yang dimaksud antara lain adalah strategi nasional, Forest Reference Emission Level (FREL), Measuring, Repoting, Verifying (MRV), National Forest Monitoring System (NFMS), instrumen pendanaan, Safeguards dan Sistem Registri Nasional (SRN).

Strategi nasional adalah tuntunan pelaksanaan REDD-Plus dalam upaya penanganan perubahan iklim. FREL adalah acuan tingkat emisi untuk mengukur kinerja negara baik nasional dan sub nasional dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam implementasi REDD-Plus.

KLIK INI:  Drainase Pertanian Berpotensi Jadi Penyebab Karhutla

FREL ditetapkan berdasarkan data dan informasi yang mampu menggambarkan tingkat emisi rerata aktivitas REDD+ pada rentang waktu tertentu. Sistem Monitoring Hutan Nasional (Simontana) atau NFMS adalah suatu sistem yang menyediakan data dan informasi sumber daya hutan Indonesia yang transparan, konsisten, sesuai dengan MRV, dan dibangun dari sistem yang sudah tersedia secara fleksibel dan memungkinkan untuk dilakukan perbaikan. Selanjutnya dilakukan MRV atau pengukuran, pelaporan dan verifikasi melalui aplikasi Safeguards REDD-Plus (SIS REDD-Plus) dan Sistem Registri Nasional (SRN).

Lokasi Pelaksanaan REDD-PLUS

REDD-Plus dilaksanakan pada seluruh penutupan lahan yang masuk ke dalam cakupan areal pengukuran REDD-Plus atau lebih dikenal dengan istilah WPK (Wilayah Pengukuran Kinerja). Areal yang diukur selanjutnya dilaporkan dan diverifikasi (MRV) sebagai dasar pembayaran atas upaya pengurangan emisi gas rumah kaca sektor kehutanan.

REDD-Plus dirancang untuk dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu implementasi, transformasi dan kontribusi. Implementasi merupakan dasar penting dengan membentuk kelembagaan REDD-Plus di Indonesia, membangun sistem untuk pemantauan, pelaporan dan verifikasi tingkat deforestasi (MRV) dan mekanisme pembayaran.

Selanjutnya yaitu tahapan transformasi, dimana strategi untuk mengatasi sumber utama emisi karbon di dua provinsi percontohan, peningkatan penegakan hukum dan pelaksanaan larangan tebang (moratorium) hutan selama 2 tahun di konsesi-konsesi baru secara nasional akan diuji. Tahapan terakhir adalah kontribusi, dimana dilakukan proses verifikasi penurunan emisi.

KLIK INI:  Pengawasan Itjen KLHK Alami Pergeseran dari Watchdog Jadi Consultancy

Result Based Payment

Pembayaran berbasis kinerja atau Result Based Payment adalah mekanisme insentif positif bagi negara-negara berkembang atas upayanya dalam penurunan emisi gas rumah kaca dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Dana-dana yang dimaksud berasal dari luar negeri seperti negara Norwegia, Australia, investasi dari perusahaan swasta, atau kombinasi dari keduanya. Indonesia dan Norwegia menandatangani perjanjian bilateral REDD-Plus pada tahun 2010, dan pada tahun ini kembali dilakukan perjanjian antara kedua negara terkait dengan REDD-Plus.

REDD-Plus di Sulawesi

Sulawesi sebagai wilayah sub nasional juga turut serta dalam kegiatna REDD-Plus. Data dari Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim menunjukkan bahwa terdapat kegiatan REDD-Plus di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah.

Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi percontohan pelaksanaan REDD-Plus di Sub Nasional oleh National Focal Point yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun, kegiatan REDD-Plus di Provinsi Sulawesi Tengah telah berhenti pada tahun 2013 dan rencananya akan ada peninjauan ulang pada tahun 2019.

Peninjauan dilakukan dengan mereview kembali FREL yang telah dibentuk di Provinsi Sulawesi Tengah dan melihat kembali wilayah pengukuran kinerja REDD-Plus pasca bencana tsunami tahun 2018.

KLIK INI:  Forum Fungsional LHK Sulsel Angkat Isu Hutan Demi Ciptakan Ketahanan Pangan