Pendugaan Cadangan Karbon, Tren Sisi Pandang Hutan Terkini

oleh -214 kali dilihat
Hari Hutan Sedunia, Saat Tepat Merawat Kesadaran akan Pentingnya Peran Hutan

Seiring dengan berkurangnya luasan hutan tropis di Indonesia, berbagai pihak berlomba-lomba untuk meningkatkan luasan tutupan hijau dengan banyak cara.

Hutan sekunder dibangun dengan tujuan penambahan luasan kawasan hutan yang ada. Namun sampai saat ini masih saja ditemukan pembangunan yang tidak berhasil.

Mengapa? Karena orientasi sebagian besar masyarakat tentang hutan adalah penghasil kayu yang bisa dijadikan uang.

Tak sedikit juga yang berfikir bahwa kawasan hutan adalah kawasan yang secara gratis dapat dialihfungsikan sebagai kawasan lain. Seperti pemukiman, pertanian, industri dan lain sebagainya.

Pantas saja, angka deforestasi dan degradasi semakin tinggi seiring dengan laju pertumbuhan perekonomian bangsa.

Hutan bukan hanya sebatas hamparan kayu yang siap ditebang, diperjualbelikan dan diubah menjadi rupiah sehingga mudah dilipat dibalik dompet kulit kesayangan.

Jelas tanpa memikirkan efek yang akan datang, tanpa mempertimbangkan tentang bahaya apabila tidak ada hutan.

KLIK INI:  Suatu Pagi, Bumi Mati di Sebuah Kota

Tidak ada lagi suara burung dan jangkrik, tidak ada lagi air bersih, tidak ada lagi penyaring polusi kendaraan sehari-hari. Dan anak cucu kita nanti akan melihat berbagai jenis satwa hanya melalui buku dongeng yang dibacanya sebelum beranjak tidur.

Mari kita ubah pola pikir tentang hutan dari sudut pandang konvensional menjadi sudut pandang yang up to date. Melirik hutan bukan dari segi fisik (kayu) tapi dari sisi jasa lingkungan yang mampu hutan berikan.

Seperti yang menjadi perbincangan hangat dunia internasional sejak tahun 2014 Carbon Stock. Sejak disahkannya Protokol Kyoto pada tahun 1997, maka negara-negara yang tercakup di dalam terikat dalam perjanjian tersebut.

Protokol Kyoto merupakan perjanjian internasional yang mengikat negara-negara yang tercakup dalam perjanjian tersebut maupun negara-negara yang kemudian meratifikasi perjanjian tersebut.

Protokol Kyoto terbit sebagai usaha pengurangan emisi lima sektor gas rumah kaca (GRK) atau greenhouses gases (GHG) yang paling berbahaya.

Kelima sektor gas rumah kaca (GRK) yang dimaksud adalah energi, IPPU (industri), pertanian, limbah dan kehutanan. Protokol Kyoto inilah yang selanjutnya berkembang menjadi Perjanjian Paris (Paris Agreement).

Indonesia telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut dalam NDC (Nationally Determined Contribution) yaitu turut serta mengurangi emisi GRK sebesar 29% dengan dana sendiri dan 41% dengan bantuan luar negeri.

KLIK INI:  Cerita Warga Berdaya dan Kota yang Anti Ketahanan Lingkungan

Pada akhir 2018, dilakukan pertemuan internasional mengenai perubahan iklim di Katowice, Polandia atau disebut juga dengan COP ke 24 UNFCCC (United Nation Convention on Climate Change).

Lagi-lagi bahasan mengenai karbon menjadi sub materi dalam pertemuan tingkat internasional tersebut. Sudah seharusnya kita sebagai bangsa yang dikenal dengan paru-paru dunia mulai mengikuti pola pikir internasional mengenai pentingnya hutan sebagai penyimpan karbon.

Sebagai salah satu contoh kasus adalah kerjasama antara Balai Perbenihan Tanaman Hutan Wilayah II dengan Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan Wilayah Sulawesi pada akhir tahun 2018 lalu.

Kegiatan yang dilakukan yaitu pendugaan simpanan karbon pada tegakan jabon merah yang ditanam sebagai sumber benih di Kebun Benih Semai di Desa Bellabori, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.

Pendugaan cadangan karbon meliputi pendugaan bagian di atas permukaan tanah (Above Ground Biomass). Biomassa tegakan/tumbuhan di bawah tanah (Below Ground Biomass), seresah, kayu mati/lapuk, dan bahan organik tanah hutan.

Pada kegiatan kali ini digunakan pendugaan pada biomassa tegakan/tumbuhan di atas tanah (above Ground Biomass). Pendugaan dilakukan dengan metode destructive, yaitu melalui pengukuran berat basah dan berat kering sampel.

Kebetulan kegiatan pendugaan cadangan karbon dikemas bersama dengan kegiatan simulasi penjarangan tegakan pada KBS jabon merah.

KLIK INI:  Memilih Wakil Rakyat Peduli Lingkungan

2 Pendugaan Cadangan Karbon, Tren Sisi Pandang Hutan Terkini

Pengambilan data lapangan sesuai dengan metode pengambilan sampel pada umumnya. Yaitu dengan membuat plot bersarang ukuran 20 meter x 20 meter (pengambilan data pohon) dengan 3 kali ulangan.

Di dalam plot 20 meter x 20 meter terdapat plot berukuran 1 meter x 1 meter untuk pengambilan data tumbuhan bawah dan seresah.

Setelah selesai ditebang, sampel dikumpulkan per bagian yaitu batang, ranting, daun, tumbuhan bawah dan seresah untuk ditimbang berat basahnya.

Kemudian dari masing-masing sampel diambil sekitar 100 gram untuk daun, tumbuhan bawah, seresah dan ranting, sedangkan untuk pohon diambil sekitar 2 cm x 2 cm x 2 cm pada bagian pangkal, tengah dan ujung.

Sampel kemudian dioven di laboratorium Balai Perbenihan Tanaman Hutan Wilayah II sampai mendapatkan berat kering konstan.

Berat basah dan berat kering inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar penyusunan persamaan alometrik untuk pendugaan cadangan karbon yang tersimpan dalam tegakan jabon merah umur 3 tahun di KBS Desa Bellabori, Kabupaten Gowa.

KLIK INI:  Bila Daun Itu Lepas

Dengan perhitungan statistik, didapatkan persamaan alometrik sebagai berikut: B = 19,441 (DBH) 147,19. Dimana B merupakan biomassa atas permukaan yang beperan sebagai variabel dependent yang dipengaruhi oleh hasil x atau DBH.

Koefisein determinasi (r2) yang diperoleh dari persamaan allometrik ini adalah 0,752. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan ini masih cukup signifikan.

Total biomassa atas permukaan seluruh tanaman jabon merah di KBS Desa Bellabori, Kabupaten Gowa sebesar 119.409,86 Kg atau setara dengan 119,409 ton. Pendugaan simpanan karbon diperoleh dari 47% dari total biomassa atas permukaan.

Total simpanan karbon yang diperoleh adalah 56,122 ton dengan luas area sebesar 7 ha, sehingga potensi simpanan karbon pada tanaman Jabon Merah di KBS Bellabori adalah 8,017 ton/ ha.

Pendugaan simpanan karbon menjadi penting dilakukan sebagai upaya implementasi perdagangan karbon sesuai dengan tren pasar internasional.

Hal ini senada dengan pesan dari Kepala Balai Perbenihan Tanaman Hutan Wilayah II bahwa ke depan pohon tidak lagi dibeli atas dasar kayu tetapi seberapa besar pohon tersebut mampu menyimpan karbon.

KLIK INI:  Rumah Peradaban