Pegiat Lingkungan: Jokowi Periode II Harus Perhatikan Ekologi dan Isu Kerakyatan

oleh -77 kali dilihat
Pegiat Lingkungan: Jokowi Periode II Harus Perhatikan Ekologi dan Isu Kerakyatan
Pegiat Lingkungan: Jokowi Periode II Harus Perhatikan Ekologi dan Isu Kerakyatan

Klikhijau.com – Presiden dan wakil presiden Indonesia baru saja dilantik. Joko Widodo dan Ma’ruf Amin akan memimpin untuk periode 2019-2024. Pegiat lingkungan meminta pemerintah untuk membenahi tata kelola SDA dan keselamatan lingkungan hidup. Tidak sekadar lobi-lobi hal yang jauh dari kepentingan rakyat, seperti berpihak pada kelompok kepentingan.

Melansir Mongabay, Minggu, 20 Oktober 2019, koordinator Politik Walhi Nasional Khalisa Khalid mengatakan, lobi-lobi elit politik seolah-olah hanya pembagian kekuasaan (jabatan) saja. Padahal lobi-lobi bisa mengarah pada hal yang lebih primer seperti agenda kerakyatan dan sumber daya alam.

Persoalan ini ditambah proses legislasi di DPR terkait berbagai Undang-Undang (UU) yang mengancam penyelamatan alam dan lingkungan. Termasuk RUU Pertanahan, RUU Mineral dan Batubara (Minerba), UU Sumber Daya Air, hingga RUU KUHP dan UU KPK.

“Proses legislasi memicu gerakan masa besar-besaran. Meskipun beberapa RUU ditunda, tetapi kembali dibahas pada era parlemen periode sekarang,” kata Khalisa.

KLIK INI:  Dua Warabala Ini Tak Lagi Sediakan Sedotan Plastik

Dia menilai, penyusunan berbagai perundang-undangan dan pembuatan kebijakan terjadi konflik kepentingan. Apalagi, 50 persen anggota DPR saat ini adalah pebisnis. Kepentingan bisnis akan kuat masuk dalam penyusunan kebijakan.

“Tak heran ketika RUU Pertanahan, Minerba, Perkelapasawitan, terus didorong karena secara susbatansi lebih mendukung ke arah menguatnya investasi. Jadi, kepentingan mereka akan masuk dalam pembahasan dan pengesahan kebijakan-kebijakan itu, bukan kepentingan rakyat, tetapi bisnis,” ucapnya.

Dia menambahkan, masalah rakyat seperti konflik-konflik agraria harusnya menjadi isu utama perhatian kabinet Jokowi periode II. Bukan mengamankan kekuasaan dan membahas soal koalisi atau oposisi.

Ekologi tak jadi perhatian utama

Substansi mendasar terkait ekologi dan agraria bukan menjadi perhatian utama pemerintah. Begitu menurut Beni Wijaya dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Padahal isu tersebut penting dan sudah kronis.

“Kalau kami lihat isu konflik agraria, kriminalisasi, penggusuran dan lain-lain, dalam satu waktu berpotensi memecah masyarakat. Konflik agraria memunculkan ketidakpuasan dari masyarakat kepada pemerintah. Ini sangat mengkhawatirkan,” tuturnya.

Konflik agraria berpotensi menimbulkan kerapuhan stabilitas nasional dan kerusakan lingkungan. Seperti yang terjadi pada konflik Papua yang tidak puas terhadap pemerintah sebagai imbas dari ketidakadilan pengelolaan SDA dan agraria.

“Kita berharap, Jokowi tak tersandera kepentingan parpol dan oligarki dalam menentukan siapa yang akan membantu dia di posisi menteri. Apalagi untuk menteri yang berkaitan dengan sumber daya alam seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ATR/BPN dan Energi dan Sumber Daya Mineral,” kata Beni.

Korupsi lingkungan

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menjelaskan, ketika terjadi momentum kematian KPK akibat revisi UU makan korupsi pertambangan akan subur lima tahun mendatang.

Dari data Jatam kurun waktu 2014-2018, ada 23 kasus dugaan korupsi sektor pertambangan dengan estimasi total kerugian negara sebesar Rp 210 triliun di empat wilayah. Kasus tersebut salah satunya berada di area ibukota baru, yaitu di kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur.

Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur tahun 2017 mencatat, perusahaan tambang batubara PT Multi Harapan Utama (MHU) di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur meninggalkan 56 lubang bekas tambang yang terserak.

Pada 15 Desember 2015, salah satu lubang di Kelurahan Loa Ipuh Darat Kilometer 14 menewaskan Mulyadi yang berumur 15 tahun. Data dari JATAM Kaltim sendiri telah mencatat 20 korporasi yang menyebabkan 32 anak meninggal dunia di kolam tambang, termasuk MHU.

KLIK INI:  Menyoal Perlunya Memperkuat Ketahanan Nasional di Bidang Lingkungan Hidup