Meski Tak Masuk Kategori B3, Penghasil Limbah FABA Tetap Wajib Mengelolanya

oleh -128 kali dilihat
Meski Tak Masuk Kategori B3, Penghasil Limbah FABA Tetap Wajib Mengelolanya
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati pada Media Briefing secara telekonferensi (15/3/2021) ) - Foto/Ist

Klikhijau.com – Limbah abu batubara atau Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), dikeluarkan dari kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.

Keputusan ini telah menuai polemik, mengingat limbah FABA ditengarai mengandung zat berbahaya yang berpotensi mencemari lingkungan.

Meski demikian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  menegaskan, penghasil limbah FABA tetap memiliki kewajiban untuk dikelola hingga memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati menekankan hal ini pada Media Briefing secara telekonferensi (15/3/2021) ).

Vivien mengatakan, pembakaran batubara di PLTU yang temperatur tinggi menyebabkan FABA dapat digunakan sebagai bahan bangunan, subtitusi semen, jalan, tambang bawah tanah atau pertambangan bawah tanah serta restorasi tambang.

KLIK INI:  2 Jenis Burung Elang Kembali Terbang Bebas di Dua Provinsi

Menurut Vivien, sejauh ini sistem pembakaran batubara di kegiatan PLTU dilakukan pada temperatur tinggi, sehingga kandungan karbon yang tidak terbakar di dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan.

Sedangkan pada proses pembakaran batubara di industri lain, dengan stoker boiler dan atau tungku industri yang digunakan untuk pembuatan steam dengan temperatur rendah, limbah FABA yang dihasilkan merupakan limbah B3 yaitu Fly Ash kode limbah B409 dan Bottom Ash kode limbah B410.

Uji coba pernah dilakukan

Hasil data dari uji coba terhadap FABA PLTU, yang dilakukan oleh KLHK tahun 2020 menunjukkan bahwa PLTU FABA masih di bawah baku mutu karakter berbahaya dan beracun.

Hasil uji karakterisitik menunjukkan bahwa FABA PLTU tidak menyala dan tidak mudah meledak, suhu pengujian adalah di atas 140 derajat Fahrenheit.

Hasil uji coba FABA PLTU selanjutnya, adalah tidak ditemukan hasil reaktif terhadap Sianida dan Sulfida, serta tidak ditemukan korosif pada FABA PLTU.

KLIK INI:  Ironi di Bulan Kemerdekaan: Hutan dan Lahan Masih Terjajah Kebakaran

Dengan demikian, dari hasil uji menunjukan limbah FABA dari PLTU tidak memenuhi syarat sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Selain itu, hasil evaluasi dari referensi yang tersedia, yang menyatakan bahwa hasil uji Prosedur Pelidian kriteria Beracun atau Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dari 19 unit PLTU, memberikan hasil uji bahwa semua parameter memenuhi baku mutu.

Kemudian, hasil Uji Toksikolgi Lethal Dose-50 (LD50) dari 19 unit PLTU dengan hasil, nilai LD50> 5000 mg / kg berat badan hewan uji.

Hasil kajian Human Health Risk Assessment (HHRA) yang telah dijalankan di lokasi untuk potensi bencana bagi pekerja lapangan menunjukkan bahwa, tidak ada parameter yang melebihi Toxicity Reference Value (TRV) yang ditentukan Kementerian Tenaga Kerja Indonesia yang didefinisikan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 2018.

Senada dengan Vivien, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana menjelaskan bahwa, hasil uji racun TCLP dan LD-50 menunjukkan bahwa FABA yang dihasilkan PLTU memiliki zat pencemar yang lebih rendah dari yang dipersyaratkan pada PP Nomor 22 Tahun 2021.

Hasil uji kandungan radionuklida PLTU FABA juga menunjukkan masih di bawah yang dipersyaratkan.

Rida mencontohkan bagaimana beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Eropa, Jepang, Rusia, Afrika Selatan, dan di 3 (tiga) negara dengan tujuan ekspor batubara Indonesia terbesar, yaitu China, India dan Korea Selatan juga tidak mengkategorikan FABA limbah B3 melainkan sebagai limbah padat (China dan India).

FABA secara luas telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pendukung pada sektor infrastruktur, stabilisasi lahan, reklamasi pada lahan bekas tambang, dan sektor pertanian.

KLIK INI:  Selamat, SD Negeri Borong Makassar Raih Adiwiyata Nasional 2021