Menteri LHK: Esensi Akademik Menjadi Basis Langkah Korektif Kebijakan LHK

oleh -146 kali dilihat
Menteri LHK Esensi Akademik Menjadi Basis Langkah Korektif Kebijakan LHK

Pemahaman pengetahuan tentang pemerintahan dan fungsi pemerintah sangat penting dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup dan urusan bidang lingkungan dan kehutanan, karena dalam praktek akan terkait sangat erat, dimana aktualisasi implementasi kebijakan kehutanan dan lingkungan sangat dirasakan nyata di tengah-tengah masyarakat.

Upaya kebijakan dan implementasi sektor kehutanan dan lingkungan hidup sangat relevan dalam menjawab kerangka konsep kekuasaan pemerintahan bagi rakyat pada semua dimensi fungsi pemerintah.

Saat ini lingkungan telah pula menjadi subyek politik, bukan sekadar subyek teknis. “Saya mengikuti terus perkembangan posisi politik ini sejak awal 1900-an. Sejak 1992 tentang earth summit hingga pada tahun 2015 tentang Paris Agreement,” terang Menteri Siti. Di sinilah tata kelola lingkungan (Environmental Governance) menjadi suatu kebutuhan.

KLIK INI: Peringati HPSN, Osoji Ajari Masyarakat Bulukumba Membuat Ecobrick

Tata kelola lingkungan merupakan rangkuman dari aturan, praktik, kebijakan dan kelembagaan yang membentuk bagaimana interaksi antara manusia dan lingkungan. Teori, konsep dan prinsip tata kelola lingkungan tersebut telah mendasari langkah-langkah korektif yang dirumuskan dan dijalankan untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup dan melestarikan pengelolaan hutan Indonesia.

Di samping adanya instrumen korektif, juga dilakukan upaya penegakan hukum melalui penerapan sanksi administratif perdata dan pidana; dan konsistensi dalam operasional lapangan.

Beberapa snapshots langkah korektif kebijakan lingkungan dan kehutanan antara lain adalah:

  • Kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung penyelesaian konflik lahan dikembangkan dengan penyediaan TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria).
  • Kebijakan hutan sosial meningkatkan akses masyarakat ke kawasan hutan sebagai koreksi dari kebijakan alokasi hutan yang selama ini dianggap hanya berpihak pada korporat.
  • Kebijakan penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang sistematik, integratif dan didasarkan atas prioritas.
  • Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
  • Tata kelola sawit terkait sektor kehutanan dan lingkungan dengan status dalam kawasan hutan yang dievaluasi karena bentuk keterlanjuran perizinan kebun ataupun yang telah ditanam secara tidak terkendali di waktu-waktu yang lalu.
  • Penanganan sampah, khususnya sampah plastik dan pencemaran serta kerusakan lingkungan.
  • Pengendalian pencemaran untuk peningkatan kualitas air, kualitas tutupan lahan, dan penurunan beban pencemaran serta tingkat kerusakan wilayah pesisir dan laut, serta meningkatnya kualitas pengelolaan lahan gambut.
  • Kebijakan terhadap pengendalian merkuri.
  • Reklamasi serta rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi.
  • Penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan; yang merupakan langkah korektif yang dilakukan untuk mendorong perubahan perilaku guna membangun budaya kepatuhan untuk mewujudkan keadilan lingkungan dan kewibawaan negara.
KLIK INI: Lebah yang Paling Dicari di Dunia Ditemukan di Kepulauan Maluku

Menteri Siti berpendapat, tantangan selanjutnya bagaimana setiap ruang yang dimanfaatkan untuk pembangunan, ragam hayatinya tidak pernah berkurang, baik populasi maupun nilainya.

“Sehingga, setiap upaya akhirnya harus memberi keyakinan kepada generasi masa depan bahwa pada saatnya nanti, setiap sumberdaya hayati di dalam ruang yang dimanfaatkan untuk pembangunan saat ini, tidak berubah aksesnya ketika generasi nanti akan memanfaatkannya,” tutup Menteri Siti.(*)