Kabar Buruk, Kasus Kehutanan Sulsel Masih Tinggi

oleh -171 kali dilihat
Kasus Kehutanan di Sulsel Masih Tinggi
Kasus Kehutanan di Sulsel Masih Tinggi-foto/Yaya

Klikhijau.com – Lemahnya sinergi antarpemangku kepentingan. Jadi Hambatan utama tata kelola kehutanan di Sulawesi Selatan (Sulsel). Terutama pengawasan kehutanan dan implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Hal inilah jadi memicu masih tingginya kejahatan pembalakan liar (illegal logging), konflik tenurial, dan minimnya implementasi SVLK.

JURnaL Celebes membeberkan, sesuai pengalaman melaksanakan program pemantauan hutan, peredaran kayu, dan implementasi SVLK selama satu tahun terakhir. Mereka menemukan berbagai macam tantangan serius dalam tata kelola kehutanan di Sulsel yang mungkin juga terjadi.

Tantangan tersebut, yakni masih tingginya kasus pembalakan liar, belum sinerginya institusi terkait dan parapihak. Sementara implementasi SVLK belum masih minim. Banyak industri kecil, bukan hanya tidak memiliki sertifkat legalitas kayu SLK), tetapi juga sebagian justru belum tahu ada SVLK.

KLIK INI:  Lebih Dekat dengan 4 Pilar Agenda Kerja KLHK 2020-2024

‘’Kami yakin hanya dengan kerja sama parapihak yang serius. Bisa mengatasi masalah kehutanan di Sulsel, bisa menjawab tantangan ini. Sebab, bukan hanya sinergitas secara fisik, tetapi juga kadang regulasi antar institusi sering bersinggungan dalam implementasi. Jadi, pendekatannya bukan hanya multi-pihak atau parapihak, tetapi multi-door yang bisa menyingkronkan kebijakan-kebijakan atau aturan yang bersinggungan,’’ jelas Mustam Arif dalam jumpa media di Kafe Baca Makassar, 30 Juni 2021.

Membentuk forum komunikasi

Sebelumnya JURnaL Celebes dalam satu lokakarya yang digelar di Makassar, 23-24 Juni 2021. Di mana kegiatan itu diikuti berbagai pihak yang terkait dengan kehutanan, telah disepakati membentuk forum komunikasi dan koordinasi parapihak.

Pihak yang terlibat selain dari instansi pemerintah, industri kayu, masyarakat lokal/masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, asosiasi industri bidang kehutanan.

Semua pihak tergabung dalam inisiasi awal ini sepakat membangun kolaborasi untuk perbaikan tata kelola kehutanan. Kemudian kesepakatan itu diperkuat lagi pada kegiatan ekspose hasil pemantauan dan diskusi dengan para pihak terkait di Hotel Remcy, Makassar, Selasa pagi sampai siang kemarin.

Dalam diskusi tersebut, para pemangku kepentingan ini kembali meminta Forum Para Pihak untuk Penguatan Tata Kelola Kehutanan itu difungsikan menjawab berbagai persoalan kehutanan.

Salah satu hal yang dititik beratkan pada pertemuan parapihak, yakni meningkatkan pengawasan dan memperbaiki SVLK untuk menjamin industri kecil juga memperoleh manfaat dari SVLK, karena legalitas bahan baku dalam industri kayu menjadi keharusan karena tuntutan pasar.

JURnaL Celebes dalam kegiatan pemantauan dan peningkatan kapasitas berbagai pihak yang didukung FAO melelaui Program LEGT (Forest Law Inforcement Governance and Trade). JURnaL Celebes menemukan pembalakan liar di Sulsel masih tinggi. Bahkan  meningkat pada masa pandemi.

Kejahatan kehutanan ini dilakukan dengan pola memanfaatkan masyarakat lokal sekitar hutan untuk melakukan pembalakan.

Sementara penegakkan hukum umumnya sampai pada pelaku lapangan dan jarang menyentuh pedagang kayu maupun aktor di belakang layar. Pebisnis atau penjual kayu tampaknya memanfaatkan kesempatan di masa pandemi.

KLIK INI:  Meneguk Kesegaran Melalui Quotes Warna Hijau

Ketika aktivitas masyarakat dibatasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (SBB), atau dalam skala terbatas, momentum ini dimanfaatkan untuk melakukan pembalakan di hutan, karena situasi relatif aman.

Melibatkan masyarakat lokal

Dari hasil pemantauan para pemantau independen dampingan JURnaL Celebes di beberapa kabupaten. Ditemukan indikasi kejahatan illegal logging dilakukan dengan melibatkan atau ‘bekerja sama” dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan.

Pengusaha atau pengepul kayu memanfaatkan orang-orang lokal untuk melakukan penebangan. Batang kayu yang ditebang dikumpulkan di tempat tertentu.

Kayu yang terkumpul, akan diangkut truk dibawa ke tempat pengumpulan setelah dari hutan, atau langsung ke industri pengolahan kayu, atau tempat penggergajian.

Dari hasil pemantauan ada indikasi masyarakat lokal yang terlibat dalam jual beli kayu, punya risiko hukum, dibanding pengusaha atau pembeli kayu yang memanfaatkan jasa masyarakat lokal. Ketika pelaku lapangan diketahui petugas, yang ditangkap dan diproses hukum adalah pelaku warga masyarakat.

Masyarakat yang menebang kayu, kalau tidak sempat melarikan diri, akan ditangkap petugas. Diproses hukum sampai ke pengadilan. Kemudian hal menarik pelaku industri kayu di Sulawesi Selatan mengalami kondisi sangat sulit akibat dampak Covid-19.

Mereka mengharapkan pertolongan pemerintah dengan berupa bantuan modal, akses pasar, keterampilan inovatif dan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang tidak jadi beban tetapi memberi nilai tambah.

Kondisi ini menghawatirkan JURnaL Celebes karena akan berdampak ganda karena bisa mempengaruhi upaya perbaikan tata kelola kehutanan di Sulawesi Selatan. Jangan sampai industri kayu itu anjlok, tetapi keruskan hutan akan terus bertambah.

KLIK INI:  Tiga Organisasi Sipil Terbesar di Indonesia Luncurkan Inisiatif Dana Iklim
Pembalakan liar meningkat

Sebelumnya, JURnaL Celebes merilis hasil pemantauan bahwa pembalakan liar di Sulsel meningkat hingga 70 persen dibanding masa sebelum Covid-19. Sementara dalam pemantauan industri, JURnaL Celebes juga menemukan industri kayu di Sulawesi Selatan anjlok. Pendapatan industri kayu merosot antara 30 sampai 70 persen di masa pandemi. Di Makassar ada industri kayu besar yang bangkrut, dan beberapa perusahaan berhenti sementara, dan hanya beroperasi dalam waktu tertentu.

Dukungan Perbaikan SVLK Menyoal tentang persoalan SVLK yang masih minim, JURnaL Celebes dan parapihak sepakat mendorong upaya perbaikan SVLK. Perbaikan tersebut meliputi sosialisasi SVLK, terutama di kalangan UMKM. Pendampimgan terhadap industri kayu dianggap juga penting untuk memberi dukungan teknis dan bagi UMKM memperoleh sertifikat legalitas kayu.

JURbaL Celebes juga menekankan nilai tambah bagi industri yang bersertifikat legalitas. Misalnya harga produk yang membekan dengan produk dari industri yang tidak punya sertifikat. Salah satu strategi yang diusulkan oleh JURnaL Celebes dan parapihak, yakni dimasukkannya syarat legalitas kayu ke dalam proses tender pengadaan barang dan jasa.

Dengan demikian, industri yang bisa mengikuti proses tender pengadaan adalah industri yang mempunya sertifikat legalitas kayu.

KLIK INI:  Kejahatan Kehutanan di Sulsel Meningkat di Masa Pandemi