- Perjalanan Menuju Laut - 19/11/2023
- Bardin dan Hutan - 11/11/2023
- Kisah “Pertemuan” dengan Anoa - 01/11/2023
Klikhijau.com – Kisah ini telah lama bermukim di kepala, mendenyutkannya dengan riuh. Setiap saya melewati suatu jalan, denyutan itu pun menyerang dengan brutal.
Saya lebih banyak memelankan lari motor, memandang sisi kiri dan kanan jalan yang saya lewati dengan perasaan miris.
Semisal ketika saya melewati Jalan Hertasning, Makassar, di sana ada tulisan “Mohon tidak memasang apa pun pada pohon di sepanjang jalan ini.”
Tapi nyatanya larangan itu terlalu bisu, tulisan tak berbicara banyak bagi para Calon Legislatif (Caleg) dan sejenisnya.
Buktinya ada saja Caleg yang memasang Alat Peraga Kampanyenya (APK) di sepanjang jalan itu, cara memasangnya pun terkesan miris, sebab menyakiti pohon dengan cara memaku.
Senyum semringah para Caleg terlihat sangat ramah bagi pengendara, bagi para pengguna jalan, tapi sayang, tidak ramah bagi lingkungan, khususnya pohon.
Hal serupa saya temukan ketika menyusuri Jl. Abdullah Daeng Sirua, yang biasa disingkat jadi Abdesir.
Para Caleg memasang APKnya dengan cara memakunya ke pohon. Bukan hanya tidak ramah lingkungan, tapi jalan terlihat semrawut
Di jalan-jalan Kota Makassar, sangat mudah kita temukan hal serupa itu. Caleg dan Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) banyak yang memasang APKnya di pepohonan dengan cara dipaku.
***
Bukan hanya di Kota Makassar, sebab perjalanan saya kemarin ke Mallawa, Maros menyisakan cerita yang sama tentang pepohonan.
Di sepanjang jalan, beberapa pohon memiliki penjaga baru. Bukan burung, semut, ulat atau apa pun yang sering menjadikan pohon sebagai “rumah”.
Penjaga itu menggantungkan dirinya di pepohonan, tujuannya agar banyak melihatnya, membuat simpati. Penjaga itu adalah para Caleg mulai dari Caleg DPRD Kabupaten, Provinsi, hingga Pusat.
Ada satu kesamaan kepada para penjaga baru itu, senyum dan kata-kata yang penuh nada promosi.
Mereka menggantungkan dirinya dalam bentuk APK dengan memilih pohon sebab lebih mudah dan murah.
Hanya menyiapkan paku lalu menempellah APKnya, para pengendara atau pengguna jalan bisa melihatnya, mengaguminya atau barangkali mencacinya.
Sayangnya, upaya mencari simpati dan suara dengan menggunakan pohon sebagai penyangga APK kurang “bermoral” sebab para Caleg dan calon DPD itu menyakiti pepohonan dengan cara memakunya.
***
Perjalanan saya dari Bulukumba, Senin 18 Maret 2019 lalu pun melahirkan kisah serupa itu, di sepanjang jalan poros Gowa hingga Bantaeng, saya tetap menemukan Caleg dan calon DPD bahkan calon presiden yang memaku APK di pohon.
Saya yakin, sangat yakin, mereka yang maju bertarung memperebutkan kursi jabatan adalah orang cerdas, orang yang tahu jika memaku pohon dampaknya bisa mengganggu kehidupan pohon.
Penggunaan paku, sekrup atau baut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada pohon.
Bahkan bentangan kabel dan tali yang menggantung di cabang pohon pun sangat merusak kulit kayu dan struktur pohon apalagi memakunya.
***
Bulan lalu, ketika saya menuju Mallawa, Maros dari Bulukumba dengan menelusuri jalan poros Sinjai hingga kecamatan Kahu, Bone, hal serupa pun saya temukan.
Sepertinya tak ada jalan yang luput dari APK yang di pasang di pohon. Pohon setiap perayaan pemilu atau pemilihan kepala daerah selalu memiliki musuh baru yang bernama calon pejabat.
Pemasangan APK atau sejenisnya dengan memaku di pohon berdampak buruk dan fatal sekali.
Selain melanggar peraturan tentang pemasangan iklan/APK, satu paku yang menancap di pohon bisa membuat pohon tersebut mengalami pengeroposan, yang berbahaya apabila terjadi angin kencang.
Upaya menolak memilih caleg yang memaku pohon pernah beredar di dunia maya. Penolakan tersebut berisi banner atau spanduk kecil “Saya tidak akan memilih partai dan caleg atau pasangan pilkada yang memaku gambar calonnya di pohon.
Sebenarnya pemasangan APK Caleg, calon DPD hingga presiden memiliki keterbatasan ruang. Tidak boleh dipasang di fasilitas pendidikan, rumah ibadah, tiang listrik dan pohon. Tetapi banyak di antara para calon pemimpin itu “membandel”
Khusus di Sulsel, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pernah menekankan akan menindaklanjuti jika APK terpasang terpaku di pohon atau di tempat yang dilarang.
Tetapi nyatanya “nyali” Bawaslu tak menggigit, sebab dengan mudah kita kan menemukan APK di tempat tempat yang di larang, khususnya pepohonan.
Hmm, mungkin kamu bertanya kenapa judulnya hanya menyebut Caleg. Kenapa tidak memasukkan calon DPD, calon presiden atau iklan lain yang dipasang masyarakat?
Jawabannya sederhana, sebab Caleg yang paling mendominasi.