Bisakah Pemkot Makassar Mencontoh Pemkot Surabaya?

oleh -184 kali dilihat
Bisakah Pemkot Makassar Mencontoh Pemkot Surabaya?
Bunga Tabebuya yang menambah keindahan Surabaya/foto-Tribunnews
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke Surabaya untuk sebuah urusan. Kunjungan itu adalah yang pertama. Saya penasaran dengan Kota Surabaya.

Setiap kali ada yang dari Surabaya, setiap kali itu pula mereka punya cerita baik tentang Surabaya, terutama terkait lingkungan dan penataan kotanya.

Bahkan dua bulan lalu, teman saya dan keluarganya dari Surabaya berkunjung ke Makassar dan menceritakan kehijauan Surabaya dan temperatur suhu panasnya yang turun satu derajat.

Apalagi memang saya sudah sering membaca keindahan Surabaya di sosial media.

KLIK INI:  Kolaborasi KALLA dengan WCD Sulsel Bangun Kepedulian Masyarakat akan Zero Waste

Saya pun tiba. Saya menyusuri kota-kota Surabaya di siang hari. Kotanya panas.

“Panasnya sepertinya saingan dengan Makassar,” kata saya pada supir Gocar yang saya tumpangi.
“Tetapi di sini udaranya lebih bersih dan lebih hijau. Jalan-jalan dipenuhi taman yang luas di bagian tengah. Taman-taman penuh bunga terdapat di beberapa titik.”

Bahkan konon, pada waktu tertentu, kembang-kembang ‘sakura’ bermekaran seperti layaknya di Jepang. Pernah suatu kali sedang viral di internet jika hendak menyaksikan bunga sakura seperti di Jepang, datang saja ke Surabaya. Tak perlu jauh-jauh ke Jepang.

Saya pikir berita viral itu ada benarnya juga. Kota Surabaya cukup indah dengan bunga-bunga dan penataan kota yang rapi.
Suatu kondisi yang berbanding dengan Makassar.

Alih-alih kotanya menjadi hijau, pohon-pohon justru ditebang untuk keperluan jalan tol di tengah kota. Ya, sebenarnya tidak salah. Hanya saja memang, Makassar yang gerah ditambah dengan kondisi yang makin tidak hijau membuat Makassar kalah cantik dari Surabaya.

KLIK INI:  Unik dan Menggemaskan, Ini 10 Fakta Katak Kaca yang Mengejutkkan
Makassar juga bisa

Taman-taman di pinggir jalan atau di perbatasan jalan dua arah dari dulu, setidaknya saat saya masih kuliah semasa Ilham Arief Sirajuddin, tampilannya begitu-begitu saja. Bunga-bunga tidak kunjung berbunga. Jangankan berbunga. Tumbuh saja tidak, sampai harus diganti dan diganti lagi. Anggaran dan anggaran lagi.

Yang paling menonjol justru pembangunan tidak henti-henti tanpa memperhatikan lingkungan. Pohon-pohon yang begitu-begitu saja makin berkurang dan daya serap tanah ketika musim hujan menurun.

“Sebenarnya, saya pikir bukan karena Bu Rismanya,” kata supir Gocar lain yang saya tumpangi.
“Bu wali kan sebagai pemimpin, sebagai manajer, tinggal nyuruh-nyuruh saja. Bu Risma tinggal cara siapa yang ahli di bidang itu. Apa dan bagaimana solusinya. Bu Risma sisa koordinasikan saja.”

KLIK INI:  Selamat, KLHK Raih Juara Pertama Unit Kearsipan Kementerian Terbaik Nasional

Saya pikir ada benarnya juga. Seharusnya setiap pemimpin jika kinerjanya seperti Bu Risma seharusnya kota-kota lain bisa meniru Surabaya.

Di setiap kota pasti ada ahlinya kok. Tidak harus memiliki latar belakang keilmuan di bidang tersebut sebab sudah ada ahlinya. Meski memang Bu Risma sendiri punya latar belakang penataan wilayah dan kota.

Namun, ada benarnya kata pak supir. Toh, ada beberapa pemimpin daerah lain yang bisa berhasil seperti Bu Risma meski tidak memiliki latar belakang penataan kota.

Jika begitu seharusnya Pemerintah Kota Makassar juga bisa mencontoh. Saya yakin Makassar tidak akan kekurangan ahli lingkungan dan tata kelola kota.

KLIK INI:  Selamat Hari Bumi, Semoga Bumi Baik-Baik Saja!