Selamat Hari Bumi, Semoga Bumi Baik-Baik Saja!

oleh -1,372 kali dilihat
Ilustrasi Hari Bumi
Ilustrasi Hari Bumi/foto
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Selamat hari bumi 2020. Momen penting ini diperingati setiap tanggal 22 April setiap tahunnya di seluruh dunia. Hal terpenting dari momen ini adalah memikirkan dan merenungkan kembali bagaimana bumi.

Apa kabar Bumi? Sepertinya “Bumi sedang tidak baik-baik saja”. Bumi saat ini dalam ancaman eksistensial besar bernama krisis ekologis yang menyebabkan berbagai bencana ekologis. Demikian ditulis di laman resmi WALHI beberapa hari lalu.

Pada Hari Bumi 2020, WALHI mengajak kita semua untuk CLBK (Cintai Lagi Bumi Kita). Pesan ini tentu sangat dalam, betapa “daya cinta” kita pada bumi tergerus dan kian mengalami erosi.

Berbagai kerusakan terjadi di depan mata, mulai dari kebakaran hutan setiap tahunnya, polusi udara, dan banyak lagi. Bencana ekologis paling nyata pun terus menghantui diantaranya banjir yang skala besar di banyak tempat setiap saat.

Bumi telah menunjukkan banyak kejutan pada manusia, sebuah pertanda betapa bumi benar-benar sedang tidak baik-baik saja. Beberapa hari lalu, seorang warga Indonesia yang bermukim di Ghana Afrika terkejut dengan hujan es yang tetiba turun. Padahal, cuaca sedang panas terik sebelumnya. Ini satu fenomena tak biasa yang menjelaskan bahwa bumi memang semakin rentah.

KLIK INI:  Peringati Hari Bumi 2019, Ajakan Renungkan Tagar #10YEARCHALLENGEOFEARTH Digaungkan

Di Amerika Serikat, badai salju datang silih berganti menebar kerusakan di sejumlah negara bagian. Di tengah kondisi bumi yang rentah ini, kita pun dikejutkan oleh kedatangan wabah Covid-19 yang menyebabkan terbatasnya pergerakan manusia.

Apakah wabah ini di satu sisi adalah sebuah peringatan agar manusia di bumi melakukan jedah sementara waktu? Bisa jadi, iya. Sejumlah ulasan mencatat adanya fakta menarik selama pandemi yakni bumi mengalami perubahan dan sedikit lebih baik dari sebelumnya. Lapisan ozon menebal dan polusi udara berkurang secara global.

Sejumlah pakar kesehatan masyarakat bahkan menyebut Covid-19 sebagai penyakit zoonosis. Suatu penyakit yang kumannya awalnya berasal dari hewan liar.

Hal ini disebabkan oleh pembukaan hutan yang makin besar beberapa abad terakhir. Kuman-kuman zoonosis makin banyak bermutasi dan akhirnya bisa melompati pembatas spesies, sebelum melompat ke manusia. Seperti pernyataan klasik “kerusakan di bumi adalah ulah manusia sendiri”.

Apa pun itu, dalam situasi bumi yang sedang tidak baik-baik saja ini. Kami mengajak kita semua untuk berbenah. Membangun kembali kepedulian dan “daya cinta” pada bumi.

KLIK INI:  KLHK Berduka, Kepala Balai Gakkum Jabalnusra Meninggal Dunia
Sejarah hari bumi

Dalam catatan sejarah, peringatan hari bumi pertama kali diselenggarakan pada 22 April 1970 di Amerika Serikat. Penggagas kampanye untuk selalu menjaga bumi adalah Gaylord Nelson, senator dari Wisconsins sekaligus pengajar lingkungan hidup.

Ketika musim semi di belahan bumi utara dan musim gugur di belahan bumi selatan terjadi, pada tanggal 22 April 1970 sekitar 20 juta warga Amerika Serikat. Mahasiswa turun ke jalan memenuhi sejumlah taman dan auditorium untuk melakukan kampanye kesehatan dan lingkungan hidup.

Dalam kegiatan kampanye ini, mereka berkumpul untuk menentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh saluran pembuangan yang buruk, serta banyaknya kepunahan flora.

Aksi ini diprakarsai oleh seorang politikus dan senator pertama yang menyerukan isu-isu lingkungan di Amerika Serikat, yaitu Gaylord Nelson.

KLIK INI:  Masa Depan dan Tantangan Baru Pendidikan Lingkungan di Sekolah

Perlunya isu lingkungan dalam kurikulum perkuliahan Sebelumnya, gagasan mengenai hari bumi telah disampaikan oleh Gaylord Nelson saat pidatonya di Seattle tahun 1969.

Isi pidatonya adalah mendesak perlunya memasukkan isu-isu kontorversial mengenai lingkungan hidup dalam kurikulum perkuliahan berupa sesi kulai tambahan yang membahas tema-tema lingkungan hidup terkini.

Gagasan ini disambut baik oleh sebagian besar masyarakat, sehingga gerakan peduli lingkungan tersebut didukung oleh berbagai lapisan masyarakat dan menghasilkan kampanye Hari Bumi.

Dukungan terus mengalir dan mencapai puncaknya ketika dilakukan peringatan Hari Bumi yang diikuti jutaan orang turun ke jalan, berdemonstrasi dan memadati Fifth Avenue di New York. Gerakan tersebut diikuti oleh sekitar 1500 perguruan tinggi dan 10 ribu sekolah di New York, Washington, dan San Francisco.

KLIK INI:  Suara Perempuan Nusantara Tegas Tolak Tambang Pasir Laut dan Reklamasi

Menurut majalah TIME, peserta yang hadir saat itu mencapai 20 juta pada 22 April. Oleh Nelson, fenomena ini disebut sebagai ledakan akar rumput dari masyarakat umum yang peduli terhadap lingkungan.

Kesadaran warga Amerika Serikat mulai terbangun ketika diterbitkannya buku “Silent Spring” karya Rachel Carson pada tahun 1962. Topik yang diangkat dalam buku ini adalah permasalahan lingkungan hidup yang tengah terjadi dan akan membahayakan manusia dikemudian hati.

Hari Bumi pertama di Amerika Serikat adalah perjuangan lingkungan hidup untuk mendesak masalah lingkungan hidup dijadikan sebagai agenda nasional.

Kini, peringatan Hari Bumi telah menjadi kampanye global yang menyatukan berbagai elemen masyarakat dan negara dalam jaringan global, yaitu EARTH DAY NETWORK yang berpusat di Seattle.

Keberhasilan gerakan Hari Bumi pertama kali pada tahun 1970 membuahkan berbagai kelompok besar pelestarian lingkungan hidup, antara lain Environmental Action (1970), Greenpeace(1971), Environmentalist for Full Employment (1975), Worldwatch Institute (1975), dan organisasi lain yang mengusung tema kepedulian lingkungan.

Hari bumi diperingati sebagai momen mengembalikan kesadaran masyarakat untuk peduli bumi. Selamat hari bumi, salam lestari!

Semoga Bumi Baik-Baik Saja!

KLIK INI:  Hari Bumi Dirayakan Secara Virtual di Tengah Pandemi Covid-19