Dua “Pemain Besar” Kayu Ilegal Asal Papua Barat Siap Disidangkan

oleh -755 kali dilihat
Temuan JPIK, Illegal Logging Semakin Marak di Kawasan Hutan
Ilustrasi kayu ilegal/foto-Beritajambi.co
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Dua perusahaan terkait 81 kontainer dan 1.100 meter kubik kayu ilegal asal Papua, yaitu CV Alco Timber Irian (CV ATI) dan CV Sorong Timber Irian (CV STI) akan segera disidangkan.

Hal itu, setelah Ditjen Gakkum KLHK menerima dua surat dari Kejaksaan Agung tertanggal 4 April 2019 (No B/808/E.4/Epk/04/2019 dan No B/809/E.4/Epk/04/2019) yang menyatakan dua berkas perkara itu tersebut telah lengkap (P21) dan dilanjutkan dengan penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) pada tanggal 8 April 2019 di Sorong, Papua Barat.

CV ATI dan CV STI – dua perusahaan tersebut– adalah pemain besar kayu ilegal di Papua Barat. Tersangka dari kasus ini adalah HBS alias MH anak Parman.

Keberhasilan para penyidik ini dalam menyelesaikan berkas perkara dengan cepat dan tepat waktu merupakan bagian dari akuntabilitas dan tanggung jawab Ditjen Gakkum LHK kepada publik dan negara.

KLIK INI:  Gakkum LHK Bersama Lantamal VI Amankan Kayu Ilegal Sebanyak 57 Kontainer dari Papua di Makassar

Kasus kayu illegal ini mendapatkan perhatian publik secara luas. Saat ini KLHK sedang menangani kasus kayu ilegal asal Papua, Papua Barat, Maluku, dan Sulawesi Tengah sebanyak 424 kontainer yang disita di Surabaya dan Makassar.

Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK mengatakan, “Kami harus segera menyelesaikan penanganan kasus ini karena masih ada beberapa tersangka lainnya saat ini sedang diperiksa oleh penyidik KLHK terkait kayu ilegal asal Papua yaitu Sdr. DG, Direktur PT MGM, dan Sdr. DT, Direktur PT EAJ ditahan di Jakarta; Sdr. TS, Direktur PT RPF ditahan di Makassar sedangkan Sdr. J  Direktur CV BK ditahan di Surabaya. Sementara itu Sdr ET, Direktur CV AKG masih DPO dimana telah diterbitkan surat DPO nomor: DPO/07/III/RRS.10.2/2019/Ditreskrimsus tanggal 4 Maret 2019).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani, 9 April 2019, menegaskan, “Upaya penyelamatan sumber daya alam  melalui pemberantasan pembalakan liar merupakan komitmen Pemerintah. Kejahatan ini harus kita lawan karena menghancurkan ekosistem, mengancam kehidupan masyarakat dan merugikan negara”.

Ia menambahkan bahwa perusakan lingkungan adalah kejahatan luar biasa, harus ditangani bersama-sama. Harus ada efek jera. Karenanya, ia berharap penegakan hukum pidana pencucian uang dapat segera diterapkan untuk kasus sumberdaya alam.

KLIK INI:  Masih Ingat Selundupan 57 Kontainer Kayu Asal Papua? Begini Sekarang Kasusnya

Untuk penguatan penegakan hukum, KLHK bekerjasama dengan banyak pihak untuk melawan kejahatan ini, termasuk dengan KPK, Kepolisian, TNI AL, BAKAMLA dan Kejaksaan Agung. Secara khusus KLHK juga mengapresiasi pihak Kejaksaan Agung sehingga penyerahan berkas penanganan kasus ini dapat diselesaikan.

“Saya berharap kita semua bersama-sama mengawal proses ini di pengadilan hingga mendapat putusan inkracht, dan pelaku mendapatkan hukuman maksimal” kata Rasio Ridho Sani mengingatkan para pihak.

Yazid Nurhuda mengatakan bahwa tersangka dijerat dengan Pasal 87 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 95 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 86 ayat 1 huruf a UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan hukuman maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 milar.

Efek jera bisa diharapkan muncul ketika terdakwa dikenakan hukuman pidana penjara dan ganti rugi. Harapannya, para pembalak liar ini menghentikan perbuatannya sekarang.

KLIK INI:  11 Kontainer Kayu Ilegal Senilai 3,5 Milyar Disita Gakkum KLHK di Lombok Timur