- Pantai yang Bersalin Nama - 13/04/2024
- Gadis Iklim - 07/04/2024
- Anak Kecil dalam Hujan - 30/03/2024
Klikhijau.com – Bagi masyakat Kindang, nama sungai itu bukan Bijawang, tapi Bijahang. Jika dari arah Kelurahan Borong Rappoa. Kamu akan menemukan sebuah tugu terbuat dari beton di sebelah kanan jalan, berdiri dengan kokoh angka 45.
Saya tak pernah paham, kenapa tertulis 45, mungkin untuk mengingat tahun paling bersejarah republik ini, yakni tahun 1945 yang merupakan tahun kemerdekaannya.
Konon, tugu itu dibuat oleh lelaki bernama Sampa’. Ia adalah lelaki yang paling ahli dalam hal “tukang” batu di Kindang di masa mudanya.
Kini Sampa’ tak lagi leluasa menggunakan sendoknya untuk memasang batu-bata. Ia kini telah termakan usia.
Tugu itu, rasanya telah sangat lama berdiri di sana, yang menjadi penanda perbatasan Borong Rappoa dan Desa Kindang.
Tak jauh dari tugu itu akan ada jembatan yang melintang, jembatan itulah yang menghubungkan Desa Kindang dan Borongrappoa, melintang di atas sungai Bijahang.
Di bawah jembatan air mengalir jernih berbentuk air terjun yang tak terlalu curam, lalu di ujung air terjun itu berbentuk liku (air yang tergenang cukup luas serupa kolam)
Tantangan dunia wisata
Ketika saya bersama Komunitas Pelajar dan Pemuda Kindang (KP2K) mengunjungi ke tempat itu, yang telah jadi tempat wisata dengan nama Permandian Bravo 45, Minggu 23 Desember 2019. Sungai Bijahang terlihat kotor.
Bambu dan pohon-pohon yang ditebang dibiarkan menumpuk di sungai yang menghambat alirannya. Belum lagi sampah plastik yang banyak bertebaran di sungai.
Melihat hal itu, dengan spontan tanpa dikomando, anggota KP2K menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan. Mereka bergerak membersihkan sungai Bijahang yang menjadi lokasi wisata Permandian Bravo 45 tersebut.
Kayu dan bambu yang menumpuk di sungai mereka bersihkan, mengangkatnya ke pinggir sungai. Sedangkan sampah plastik yang didominasi pembungkus makanan ringan, sampo, dan air mineral dimasukkan ke kantong plastik agar tak mencemari sungai, yang sangat mungkin pula mencemari di laut.
Perihal sampah plastik, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengakui jika sampah plastik ditemukan di tempat wisata.
Menurutnya, dari segi ancaman terhadap upaya konservasi dan pariwisata, sampah plastik adalah sampah yang paling dominan ditemukan di destinasi wisata, khususnya Taman Nasional, baik di gunung hingga di laut.
Ia juga mencontohakn destinasi seperti Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, sebanyak 56% sampah merupakan sampah plastik, sementara sampah organik hanya 14%. Sementara komposisi sampah nasional pada 2018, sebanyak 57% sampah organik dan hanya 15% sampah plastik.
Dan jika melihat sampah plastik yang dikumpulkan KP2K dari Permandian Bravo 45 Kindang, Kecamatan Kindang, Bulukumba. Bisa dikatakan, tempat wisata air terjun itu juga menjadi penyumbang sampah plastik di dunia pariwisata.