Tenyata Menjadi Petani Kopi Itu Tidaklah Mudah, Begini Ceritanya!

oleh -437 kali dilihat
Tenyata Menjadi Petani Kopi Itu Tidaklah Mudah, Begini Ceritanya!
Mahyuddin, Sekretaris Dinas Pertanian Bantaeng, beri penjelasan perihal petani kopi binaannya - Foto/Taufiq Ismail
Taufiq Ismail

Klikhijau.com – Kelompok Tani Hutan Betara Bersatu kunjungi Bantaeng. Mereka belajar budidaya tanaman kopi. Termasuk juga olah dan bagaimana memasarkan produk.

Sebanyak 27 anggota kelompok Betara Bersatu antusias ikuti pembelajaran ini. Nampak juga ibu-ibu berada di antara rombongan. Betara Bersatu bermarkas di Desa Bentenge, Mallawa, Maros.

Betara Bersatu adalah kelompok binaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Kelompok ini belum lama berkiprah. Berdiri kokoh sejak September 2019.

Jangan lihat usianya. Tengoklah apa yang telah mereka perbuat. Pertengahan Agustus 2020 lalu, Betara Bersatu telah merilis produk kopi olahannya. “Kopi Bentenge khas Mallawa” adalah merek yang diusungnya.

Betara Bersatu melancong ke Bantaeng dan Bulukumba selama tiga hari: 11 s.d 13 Desember 2020.

KLIK INI:  Eksotika Kupu-kupu di Musim Hujan
Tetirah ke Bantaeng

Setelah menempuh lima jam perjalanan dengan bus, rombongan kemudian tiba di Bantaeng. Istirahat sejenak di Hotel Ahriani. Dinas Pertanian Bantaeng menyambut rombongan secara adat.

“Selamat datang Saudaraku di Bantaeng,” sambut Mahyuddin, Sekretaris Dinas Pertanian. Mahyuddin yang notabene juga adalah putra asli Maros, nampak sumringah menyambut. Seolah bertemu keluarga.

Rombongan kemudian menuju sentra pengolahan kopi di Kelurahan Banyorang, Tompobulu, Bantaeng.  Pusat pengolahan kopi di bawah binaan Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Bantaeng.

Di sinilah kopi mereka olah mulai dari pengupasan, sangrai, menggiling biji kopi, pengemasan, hingga pemasaran. Tentunya dengan sentuhan teknologi mesin.

KLIK INI:  Keengganan Kita Membereskan Meja Makan Sendiri Saat Selesai Makan
Wakil Bupati Bantaeng, Sambut Warga Bentenge

Pembukaan pembelajaran pun berlangsung di unit pelayanan teknis ini. Wakil Bupati Bantaeng pun berkesempatan membuka peningkatan kapasitas kelompok Betara Bersatu.

Wakil Bupati Bantaeng, Sahabuddin, mengingatkan peserta peningkatan kapasitas untuk disiplin terapkan protokol kesehatan selama kunjungan di Bantaeng – Foto/ Taufiq Ismail

“Saya buka secara resmi pembelajaran lapangan Kelompok Tani Hutan Betara Bersatu di Bantaeng dengan mengucapkan: bismillahirrahmanirrahim,” buka Sahabuddin, Wakil Bupati Bantaeng.

Dalam sambutannya Sahabuddin menegaskan beberapa hal. Satu di antaranya perlunya sinergi dengan pemerintah untuk mengembangkan komoditi unggulan masyarakat.

“Jika bersungguh-sungguh masyarakat bisa berhasil. Tentunya juga perlu dukungan dari pemerintah setempat,” sambung Sahabuddin.

Wakil Bupati Bantaeng merasa senang, Bantaeng menjadi tujuan pembelajaran.

Pilihan Bantaeng sebagai lokasi belajar seluk beluk kopi tidaklah tanpa alasan. Kopi menjadi salah satu komoditi unggulan Bantaeng. Meski belum sampai pada tahap ekspor.

KLIK INI:  Petakan Gua Prasejarah, Seberapa Pentingkah?

Setidaknya kopi telah dikembangkan di lima kecamatan. Bukan hanya itu perhatian pemerintah Bantaeng akan komoditi ini begitu besar. Membina petani kopi. Membina petani di hulu menjadi amanah Dinas Pertanian Bantaeng. Dinas yang dinahkodai Budi Taufik, selaku kepala dinas, memastikan petani mudah memperoleh bibit berkualitas.

Pada pasca panen – proses olah kopi – menjadi amanah bagi Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Bantaeng. Mendirikan Sentra Pengolahan Kopi Banyorang sebagai inovasi. Inovasi untuk merangkul pegiat kopi untuk mengolah kopi dengan baik. Ciptakan kopi berkualitas.

Sentra kopi yang berada di Banyorang ini memiliki sejumlah fasilitas. Sejumlah bangunan permanen yang terdiri dari unit layanan teknis, industri kecil menengah, musholah, power house, hingga fasilitas pendukung lainnya. Tentunya dengan kelengkapan mesin pengolah kopi yang canggih.

Topografi Bantaeng juga mendukung kembangkan komoditi kopi. Kopi menyukai wilayah yang sejuk. Setidaknya berada di atas ketinggian 700 meter di atas permukaan laut (m dpl).

Karenanya tak heran jika kopi lebih banyak berkembang di kaki-kaki Gunung Lompobattang ini. Lompobattang yang berada di ketinggian 2.871 m dpl ini menjadi surga tanaman tahunan termasuk kopi.

KLIK INI:  Mirip Tokoh Harry Potter, Hewan Asli Indonesia Ini ke Luar Negeri

Pada akhir sambutannya, Wakil Bupati Bantaeng juga ingatkan untuk terus terapkan protokol kesehatan. “Bantaeng masuk zona oranye menuju merah. Harus lebih berhati-hati. Harus disiplin untuk selalu memakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak,” Sahabuddin mengingatkan.

Praktik lapangan

Penanggungjawab industri kopi menengah menunjukkan proses pengolahan kopi. Pengolahan dengan mesin. Menunjukkan mesin pengupas kulit, pegering, mesin penggiling hingga mesin pengemas produk. Begitu pun alur prosesnya.

“Kami juga memiliki kedai kopi di sini. Silahkan pesan untuk mengicip langsung citarasa kopi kami di Bantaeng,” terang Lukman Agung, Kepala Seksi Industri Logam, Dinas Ketenagakerjaan dan Industri.

Anggota kelompok juga mengunjungi beberapa ruang produksi. Ruang produksi yang serupa bangunan perumahan. Berjejer rapi.

Mereka  mengunjungi ruang produksi: Koperasi Labbo. Anggota kelompok bertanya langsung pada petugas pengolah kopi. Setiap ruang produksi juga memiliki mesin pengolah kopi dalam skala kecil.

Mesin petani kopi
Anggota kelompok Betara Bersatu antusias pelajari alur olah kopi di sentra pengolahan kopi Banyorang. Termasuk mesin yang mereka gunakan – Foto/ Taufiq ISmail

“Kelak jika mereka sudah bisa mandiri, kami lepas mereka untuk bisa membuka usaha sendiri. Bibit baru yang sedang merintis usaha di bidang perkopian kami rekrut. Selanjutnya kami  bina mereka,” tambah Lukman.

KLIK INI:  Belasan Pelajar Belanda Belajar Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Lukman juga menunjukkan kepada warga Bentenge langkah-langkah mengolah kopi dalam skala besar. Karenanya tak heran jika pada sentra industri ini  kita bisa menjumpai mesin sangrai dengan harga ratusan juta. Semuanya dilakukan untuk memperoleh kualitas kopi yang jempolan.

Mengunjungi Kebun Kopi Pattaneteang

Pada hari berikutnya, Betara Bersatu juga berkesempatan mengunjungi salah satu kebun kopi di Desa Pattaneteang, Tompobulu, Bantaeng. Kebun kopi yang berada di ketinggian mencapai 1.300 m dpl.

Dengan berkendara mobil pick up, peserta peningkatan kapasitas menuju lokasi. Jalan berkelok dan menanjak jadi menu utama.

Sajian indah pemandangan dari ketinggian jadi penghibur. Udara pun makin menusuk. Dingin. Sesekali kabut menyambar.

Hingga akhirnya ujung jalan beraspal kami dapati. Juga menjadi pertanda kebun kopi tujuan kami sudah dekat.

Dengan berjalan puluhan meter kami pun tiba. Tiba di kebun kopi yang menghampar luas. Beberapa petani kopi menyambut kami. Termasuk juga pendamping dari Dinas Pertanian telah menunggu kedatangan rombongan kami.

KLIK INI:  Status Burung di Indonesia 2021, 9 Jenis Burung Ini Berisiko Punah!

Senyum sumringah menyambut kami. “Mari silahkan, kita berbincang sambil melihat kebun kopi di sini,” pungkas Edil Anwar, petani muda Pattaneteang.

Edil bersama teman pemuda lainnya tergabung dalam Kelompok Generasi Penggerak  Petani Modern. Kehadiran generasi muda ini sedikit banyak membawa angin perubahan cara bertani mereka. Kaum muda memang lebih mudah menerima terapan teknologi. Meski begitu mereka juga lebih kritis.

Bertani kopi bukanlah perkara mudah. Butuh keuletan. Jika seorang petani betul-betul memerhatikan kebunnya dengan sendiri ia akan mendapati hasil yang melimpah.

Menanam kopi tidaklah sembarang tempat. Kopi butuh ketinggian tertentu untuk tumbuh dengan baik. Juga perlu memerhatikan jenis kopi untuk ditanam pada ketinggian tertentu.

“Kopi jenis robusta butuh ketinggian 700 s.d 1.000 m dpl. Untuk jenis arabika baiknya berada pada ketinggian di atas 1.000 m dpl. Berbeda dengan kopi liberika, cukup pada ketinggian 400 m dpl,” tambah Edil.

KLIK INI:  Di Restoran Ini Seporsi Nasi Hanya Dibayar dengan Sampah

Apa yang terjadi jika jenis kopinya tidak sesuai dengan ketinggian yang diinginkan? Rawan terkena penyakit. Hasilnya pun kurang melimpah.

“Suatu waktu pernah kami uji, arabika kami tanam di sekitar kantor. Kantor kami berada di ketinggian 400 m dpl. Saat panen tiba, dengan jumlah kopi yang sama dalam satu takaran. Saat kami timbang, berat jauh berbeda. Antara 3-4 kg selisihnya. Kopi yang berada di ketinggian yang tepat lebih berat,” terang Mahyuddin.

Begitu pun saat menanamnya. Jika menanam dengan lubang tanam yang ideal. Apalagi sedari awal menggunakan pupuk kandang misalnya, tentunya memiliki pertumbuhan yang baik. Jarak tanam juga perlu diperhatikan.

Belum lagi perlu memangkas pada waktu-waktu tertentu. Sergapan hama pengganggu pun patut diperhitungkan. Karenanya harus betul-betul merawatnya untuk hasil yang memuaskan.

Memasuki musim tuai, petani juga harus memerhatikan cara memanen. “Kami punya istilah di sini ‘panen ceri’ memanen buah kopi yang sudah berwarna merah. Merahnya seperti buah ceri. Kalau sudah sudah lewat biasanya akan berwarna keunguan,” terang Daeng Jumaring, petani kopi Pattaneteang.

KLIK INI:  Menilik Penerapan Sumur Resapan Air di Desa Kampala Bantaeng

Jumaring menyarankan agar setelah panen buah kopi baiknya langsung dibuang kulitnya. Langsung kupas pada hari yang sama. Buah yang disimpan dengan kulitnya biasanya kualitasnya akan menurun.

Belum lagi memerhatikan waktu terbaik untuk memanen. “Ada baiknya memanen pada pagi sekitar pukul 9.00 sampai dengan pukul 15.00 Wita,” tambah Jumaring.

 

Ia juga menyarankan agar menanam pohon peneduh. Kopi jenis arabika butuh naungan. Setidaknya sekitar 60 persen. Jadi tidak terbuka sepenuhnya.

Kejayaan kopi di Desa Pattaneteang dan Desa Labbo tidak serta merta datang begitu saja. Sejumlah NGO juga pernah berperan membina warga. Balang Institut, Critical Ecosistem Partnership Fun, dan Burung Indonesia telah membantu menyadarkan kedua warga desa untuk merawat dengan baik kopinya. Lembaga swadaya masyarakat ini menjalankan program pada tahun 2019 lalu.

KLIK INI:  Perihal Fenomena Ikan Hiu yang Bermunculan Pasca Banjir di Sentani, Begini Penjelasan Ahli!

Kesadaran itu tentu saja melalui proses yang panjang. Memberi pemahaman kepada petani untuk memperlakukan tanaman peliharaannya dengan baik. Tentunya melalui sejumlah pelatihan. Melatih mereka untuk memahami dan merawat kopinya.

Begitulah, betapa pentingnya kerjasama dengan beragam mitra. Termasuk pemerintah setempat, dalam hal ini pemerintah daerah Bantaeng. Begitu pun dengan kehadiran koperasi yang menghargai biji kopi petani dengan baik. Adalah Koperasi Labbo dan Koperasi Akar Inti yang juga jadi penyemangat petani tingkatkan kualitas kopinya.

Kehadiran koperasi yang kemudian berhasil melengserkan tengkulak yang kurang berpihak pada petani. Alhasil dengan sinergi ini kejayaan kopi Pattaneteang dan Labbo menjadi buah bibir di kalangan barista.

Tak cukup sampai di sana. Pada akhirnya warga kedua desa juga menghargai keberadaan hutan. Menerapkan sistem agroforestry. Memanfaatkan pohon-pohon di antara kopi mereka sebagai peneduh.

Manfaat kehadiran pohon pun cukup dirasakan. Meski warga juga belum memahami betul manfaat lainnya.

Menahan tanah sehingga tak mudah terbawa air. Kehadiran pohon pun juga mengundang satwa liar. Sebut saja burung dan tarsius. Kedua binatang liar ini memiliki peran tak tergantikan. Menjadi pemangsa serangga. Termasuk serangga yang kadang merugikan tanaman kopi milik warga.

KLIK INI:  USAID dan Katalis Dorong Program Sumur Resapan Air di Bantaeng dan Bulukumba

Jumaring juga dikenal sebagai penjaga hutan. Bersama kawan sesama petani, ia turut melindungi hutan. Mereka tak lagi menebang pohon di hutan. Mereka telah mengetahui manfaatnya. Justru mereka turut lestarikan hutan. “Kami sering menanam pohon. Kehadiran pohon membuat mata air melimpah,” timpal Jumaring.

“Kami menanam kopi di sini tanpa merusak hutan,” tambahnya.

Betapa melimpah ilmu yang tercurah dari kunjungan lapangan ini. Menjadi bekal anggota Betara Bersatu merawat kopi mereka.

Rasanya tak ingin beranjak dari kebun kopi yang berada di kaki Gunung Lompobattang ini. Udara nan sejuk membungkus. Sesekali kabut membumbung. Menambah sejuknya suasana siang itu.

Rasa terima kasih tak terhingga dari Betara Bersatu sampaikan kepada petani kopi Pattaneteang. Ilmunya begitu bermanfaat.

Begitu pun kepada segenap jajaran Dinas Pertanian Bantaeng. Dengan tulus mendampingi selama proses transfer ilmu lapangan ini.

“Kami haturkan terima kasih tak terhingga kepada Pak Mahyuddin dan kawan-kawan atas kebaikannya selama kami di sini. Semoga yang Kuasa akan membalas kemurahan hatinya,” ujar Muh. Arif selalu ketua KTH Betara Bersatu.

Ilmu baru telah tertanam di benak petani kopi Bentenge. Menjadi pemandu kembangkan komoditas kopi di Maros. Mereka akan memulainya dari desa tercinta mereka, Bentenge.

Kita tunggu saja kiprah para petani Bentenge. Kiprahnya ciptakan kopi berkualitas dambaan penikmatnya. Semangat!

KLIK INI:  Jaga Fungsi Hutan, Solusi Cegah Bencana Banjir