Perubahan Iklim Semakin Mengancam Keberadaan Kopi

oleh -215 kali dilihat
Warga Uluway, Tana Toraja Wajib Tanam Minimal 100 Bibit Kopi Jika Ingin Menikah
Ilustrasi memetik kopi/foto- kopichannel.blogspot.com

Klikhijau.com – Setiap tanggal 11 Maret, Indonesia akan memperingatinya sebagai Hari Kopi Nasional. Adanya hari istimewa tersebut, membuktikan jika keberadaan kopi memiliki peran penting dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Kopi merupakan sumber pendapatan penting bagi jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada biji kopi.

Biji kopi pun telah menjadi minuman populer yang banyak diburu penikmatnya. Sayangnya perkebunan kopi mungkin terancam mati atau gagal tumbuh apalagi tanaman ini memerlukan pohon naungan. Sementara pohon naungannya telah banyak yang ditebang.

Buah kopi dan kebun kopi setiap tahun menyusut. Misalnya yang terjadi  di Bulukumba, Sulawesi Selatan,  tiga tahun terakhir buah menyusut tajam. Penyusutan itu disebabkan dua hal, semakin berkurangnya tanaman kopi dan ketiadaan kemarau.

KLIK INI:  Gletser Afrika Mencair, Bencana Ekologi dan Kemanusia Tak Terhindarkan

Tiadanya kemarau sangat mungkin karena dipengaruhi oleh perubahan iklim. Padahal tanaman kopi memang peka terhadap variabilitas dan perubahan iklim.  Tanaman ini jugan memiliki rentang toleransi yang cukup sempit terhadap suhu dan curah hujan.

Di lansir dari Earth, perubahan iklim akan mengurangi area yang cocok untuk penanaman kopi sebanyak 50 persen, yang akan menimbulkan konsekuensi ekonomi yang serius.

Sebuah studi studi baru-baru ini menyoroti perubahan iklim dapat  mempengaruhi budidaya kopi. Hasil panen tahunan rentan terhadap bahaya iklim tertentu, semisal gelombang panas, kekeringan, embun beku dan banjir. Ancaman ini sangat mungkin akan terjadi di masa mendatang.

Ancam perdagangan kopi global

Parahnya lagi, ketika bahaya ini terjadi secara bersamaan di wilayah penghasil kopi, dapat menyebabkan gagal panen skala besar yang mengancam perdagangan kopi global.

Untuk lebih memahami bagaimana mode iklim skala besar, misalnya El Niño Southern Oscillation (ENSO) dapat menyebabkan kegagalan panen kopi secara bersamaan di banyak negara. Para peneliti melakukan analisis literatur sistematis tentang bahaya iklim dan peristiwa gabungan di daerah penghasil kopi antara 1980 dan 2020.

Para peneliti mengidentifikasi 12 bahaya iklim yang mengancam tanaman kopi di 12 negara penghasil kopi teratas, misalnya ketika suhu terlalu dingin selama musim berbunga, atau terlalu hangat selama musim tanam.

KLIK INI:  Jarak Sosial, Cara Jitu Pohon Tropis Menjaga Keanekaragaman Hayati

Mereka menemukan bahwa jumlah bahaya tahunan secara global telah meningkat sejak 1980. Faktanya, sebagian besar wilayah yang dipertimbangkan (tidak termasuk Uganda dan India) telah mengalami lebih banyak bahaya dalam dekade terakhir saja.

Sejak 2010, telah terjadi lima tahun di mana setidaknya 20 bahaya terjadi di semua wilayah, dibandingkan hanya sekali pada tahun-tahun sebelumnya. Ini menyiratkan bahwa pasokan kopi skala besar berisiko, secara global, dari bahaya iklim yang bertambah.

Para peneliti menyatakan: “Pada tahun 2016, misalnya, setiap wilayah mengalami setidaknya satu bahaya, dengan sebagian besar wilayah tumbuh teratas, di antaranya Brasil utara dan selatan, Kolombia, dan Indonesia mengalami banyak bahaya secara bersamaan.”

Analisis yang diterbitkan dalam PLOS Climate juga mengungkapkan bahwa jenis bahaya iklim telah berubah selama 40 tahun terakhir dari yang terkait dengan kondisi yang terlalu dingin menjadi yang terjadi dalam keadaan yang terlalu panas atau kering.

KLIK INI:  Film Semesta Tayang di Makassar, Balai Perubahan Iklim KLHK Nobar di Nipah Mall
Perlu banyak penelitian

Namun, para ilmuwan mengatakan lebih banyak penelitian diperlukan untuk memahami jenis adaptasi apa yang dapat mengurangi kegagalan panen kopi global dalam kondisi baru ini.

“Hasil kami menunjukkan bahwa El Niño adalah mode utama dalam menjelaskan variabilitas peristiwa iklim majemuk, baik secara global maupun regional. Oleh karena itu, bahaya tingkat wilayah merupakan indikasi risiko sistemik terhadap produksi kopi, bukan risiko lokal. Seperti tanaman lainnya, risiko sistemik terhadap perdagangan kopi global ditimbulkan oleh kegagalan panen yang sinkron. Dengan proyeksi perubahan iklim yang menunjukkan kemungkinan kenaikan suhu yang berkelanjutan di daerah tropis. Kami mengandaikan bahwa produksi kopi dapat mengalami guncangan sistemik yang sedang berlangsung sebagai respons terhadap bahaya iklim yang bertambah secara spasial, ”tulis penulis penelitian.

“Sejak tahun 1980, produksi kopi global semakin berisiko gagal panen secara bersamaan. Itu dapat didorong oleh bahaya iklim yang memengaruhi beberapa area utama penghasil kopi secara bersamaan.”

Jika ancaman kopi tidak bisa diatasi, maka bukan hanya akan mengancam perdagangan global, tetapi juga akan mengancam para penikmat kopi dan lingkungan.

Bagaimana pun, minum kopi menurut penelitian (baca di SINI) dapat menyelamatkan lingkungan. Selain itu minum kopi juga dapat mengatasi berbagai penyakit.

KLIK INI:  Tiga Alasan Kopi Indonesia Masih Kalah Bersaing dari Kopi Brazil dan Vietnam

Sumber: Earth