Membaca 7 Puisi Beraroma Laut dari Tri Astoto Kodarie

oleh -1,145 kali dilihat
Membaca 9 Puisi Beraroma Laut dari Tri Astoto Kodarie
Tri Astoto Kodarie-foto/Ist

Klikhijau.com –  Dalam buku kumpulan puisinya Hujan Meminang Badai,  Tri Astoto Kodarie banyak bercerita tentang laut.

Lelaki kelahiran 29 Maret  1961 di Jakarta itu, menjadikan laut sebagai ladang inspirasinya. Tri Astoto Kodarie tidak hanya dikenal sebagai penyair, tetapi juga sebagai pendidik. Ia bekerja sebagai pendidik di Parepare, Sulawesi Selatan.

Dalam hal kepenulisan, Tri Astoto Kodarie telah banyak menerima penghargaan dan menulis banyak buku, Hujan Meminang Badai salah satunya.

KLIK INI:  Secangkir Kopi yang Hutan

Dalam buku yang terbit penerbit AKAR Indonesia, Yogyakarta pada tahun 2007 itu, banyak berkisah tentang laut, di antaranya:

 

Nyanyian Pantai

 

suara gemuruh yang meluluhkan langkahku
mungkin dapat menghitung belas kasih
dari ranting-ranting angin pantai yang patah
atau jerit camar menggelepar menahan perih

aduh, ibu, kukejar lidah ombak
sambil tak henti-hentinya berteriak
dilecut kemarau panjang
dan hari-hari yang terasa gersang

aduh, ibu, kukejar bayang-bayangmu
dalam beribu jarak yang semu
aduh, ibu, kukejar mimpi-mimpimu
di ruas-ruas nasib yang ngilu

parepare, 1997

 

Biarkan Layar Berkibar

 

biarkan layar berkibar bersama angin
melambai-lambai di langit lepas karena kemerdekaan
seperti perahu-perahu yang melesat di laut bebas
layarnya adalah mata hati menjelma menjadi kompas
keringatnya adalah kehidupan yang menetes di buritan
nasibnya menyatu bersama badai berkilatan

biarkan layar berkibar bersama air mata
seperti gelombang yang tergenggam di tangan kita
mengepalkan tangan matahari tanda keberangkatan
membawa mimpi anak-anak di langit kemerahan

biarkan layar berkibar di atas perahu-perahu
yang mengantarkan gelombang pada laut
karena serangkaian kata merdeka yang kita tahu
hanyalah sebatas damai dan maut

parepare, 2003

KLIK INI:  Sajadah Subuh di Akar Walenreng

 

Eksotisme Ombak

 

meniti ombak laksana tarian yang penuh gerak
sampan melesat
mengejutkan ikan-ikan
melesatkan kecipaknya
sembunyi di karang-karang

siapa yang menghembuskan angin
dinginnya begitu kukenal
tapi ombak membaca kesetiaan
di pesisir pantai yang dangkal

seperti ombakmu memecah gelora birahi
suaranya melebihi petir siang hari
tapi biarkan kerinduan ini kubangun dengan angin
sebelum gerak sampan membawa pulang bau garam

parepare, 2002

 

Potret Nelayan Adalah Tembang Jiwa Kami

 

jauh amat, perahu-perahu pinisi nembus kegelapan
hitam cakrawala hitam nasib hitam ketaktentuan
kelap-kelip lentera berpendar
terangi kecemasan gelombang
kibar-kibar layar dihempas kesiur angin yang bimbang

o, adakah kedamaian memintas cakrawalamu?

menatap hidup menatap nasib keterlanjuran hakekat
saat ditempuhnya usia di dalam hati yang pekat
tapi tak pernah sangsikan keyakinan yang erat
meskipun masa lalu telah tumbang dan sekarat

o, nelayan-nelayan perkasa yang menaklukkan kejemuan
masihkah melagukan gelegar gelombang?

parepare, 1988

KLIK INI:  6 Penyair Arab Beserta Puisinya dengan Diksi Alam yang Menyentuh

Meditasi Batu Karang

 

kapan kupanggil angin samudera menari-nari
mempermainkan camar, gelombang pasang menabur
isyaratkan senja bakal berbenih malam
o, lapar mengorek luka
merasuk pada gigil tubuh di puncak keheningan

kapan kuraup milyaran ikan yang berloncatan
di sukmaku
lalu berenang dengan sirip menyentuh karang
perjalanan bukan hanya berhenti sampai batas impian
kematian hanya terminal yang tercermin
di dasar samudera

kapan bisa kukunyah-kunyah batu karang
agar dapat kurasakan perihnya
o, angin samudera
jangan kau robek-robek heningnya

parepare, 1987

 

Sajak Gelombang

 

di laut ini
gelombang selalu saling mendahului
tak ada yang sama
sementara kita masih saja
sendiri, sendiri

setiap pagi kita di sini
dan tanpa kita sadari
kita menaiki gelombang
yang selalu memecah itu
yang selalu menghantam batu
yang kita pandang itu

tapi setiap hari, setiap waktu
kita masih saja
sendiri
selalu

semarang, 1980

 

Mata Laut

 

kuingin gelombang pasang malam ini
dapat berubah menjadi bintang-bintang
menerangi ikan-ikan yang bermain di arus
atau geliat nafasmu yang tak putus-putus

kuingin gelombang pasang malam ini
dapat berubah menjadi tangis
meneteskan air mata, mengalirkan kenangan
dari rahim kegelisahan yang tak sempurna

kuingin gelombang pasang malam ini
bersaksi di pusaran mata laut
atas segala tetes keringat
yang menyatu membasuh malam

parepare, 2004

KLIK INI:  Kopi Hilang di Meja Warkop