Klikhijau.com – Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, tapi justru menjadi negara yang menghadapi ancaman serius terhadap keberlangsungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Mulai dari abrasi, pencemaran laut, eksploitasi mangrove, hingga perampasan ruang pantai atas nama investasi, semuanya menjadi bagian dari krisis lingkungan yang tak bisa lagi diabaikan.
Webinar Klikhijau.com yang dilaksankan pada 23/05/2025 bertema “Kolaborasi Memitigasi Ancaman Kerusakan Lingkungan di Kawasan Pesisir”, menghadirkan narasumber utama Dr. Abdul Muthalib Angkotasan, S.Pi, M.Si, dosen Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate.
Dr. Abdul Muthalib memaparkan gambaran utuh tentang kerusakan lingkungan pesisir dan mengajak semua pihak, terutama anak muda untuk mengambil peran nyata.
Menurut Dr. Abdul Muthalib, kerusakan wilayah pesisir disebabkan oleh dua faktor utama, yakni faktor alamiah, seperti naiknya muka air laut, pengasaman laut, dan perubahan iklim
Faktor kedua, antropogenik, seperti pencemaran dari limbah rumah tangga dan industri, penambangan karang, reklamasi pantai, serta penebangan mangrove Namun yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa eksosistem vital seperti terumbu karang, lamun, dan mangrove yang seharusnya menjadi benteng alami justru makin terancam.
Terumbu karang misalnya, berfungsi sebagai pelindung pantai alami yang mampu meredam energi gelombang laut hingga 97%. Tanpa karang, garis pantai lebih mudah tergerus dan terancam tenggelam.
Oleh karena itu, pentingnya anak muda untuk harus peduli dan mengambil peran penting untuk keberlangsungan ke depannya.
“Tanpa generasi muda yang sadar dan terlibat, tidak akan ada masa depan pesisir yang bisa diwariskan,” tegas Dr. Abdul.
Peran anak muda
Setidaknya ada tiga langkah yang bisa ditempuh anak muda lama memitigasi wilayah pesisir, yakni:
-
Edukasi dan aksi kecil
Dari langkah ini, anak muda bisa ikut menyuarakan pentingnya menjaga ekosistem pesisir melalui media sosial, komunitas sekolah, kampus, dan gerakan lingkungan.
Dari kampanye anti-sampah plastik hingga edukasi soal bahaya reklamasi pantai, suara anak muda itu berpengaruh. Contoh nyata yang sudah terjadi yaitu, mahasiswa kelautan di beberapa universitas di Indonesia telah rutin melakukan monitoring kualitas air dan transplantasi karang sebagai bagian dari program pengabdian masyarakat.
-
Terlibat dalam rehabilitasi
Dr. Abdul menyebut gerakan “coral gardening” atau berkebun terumbu karang sebagai salah satu aksi nyata. Di Pulau Maitara, Maluku Utara, mahasiswa dan warga berhasil melakukan rehabilitasi karang yang rusak melalui kerja sama dan pendampingan akademisi.
“Kita tidak perlu langsung memulihkan satu hektar. Mulai saja dari beberapa meter persegi, yang penting konsisten dan melibatkan warga lokal,” jelasnya.
-
Mendorong pemerintah dan industri untuk taat kebijakan
Kebijakan sering kali tidak berpihak pada lingkungan karena minim data dan tekanan politik. Anak muda bisa mendorong transparansi, menyuarakan hasil riset, dan menuntut agar keputusan berbasis kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).
KLHS ini merupakan syarat legal dalam UU Lingkungan Hidup yang seharusnya menjadi dasar setiap pembangunan di wilayah pesisir.
Selain tiga faktor di atas, Dr. Abdul juga menyoroti pentingnya menghidupkan kembali kearifan lokal. Banyak masyarakat pesisir sebenarnya sudah punya nilai-nilai perlindungan alam yang turun-temurun, seperti larangan menebang mangrove sembarangan atau zona larang tangkap ikan.
Sebagai jembatan
Generasi muda bisa menjadi jembatan antara nilai-nilai tradisional dengan solusi masa kini. Dengan menggabungkan teknologi, data, dan semangat gotong royong, anak muda bisa menciptakan solusi lingkungan yang berkelanjutan. Seperti beberapa daerah di Sulawesi dan Maluku, anak-anak muda mendokumentasikan cerita-cerita lokal tentang laut dan mengubahnya menjadi media edukasi digital untuk pelestarian dan itu harus terus dikembangkan dengan lebih baik.
“Kalau Ibu Yi Fang dari Mongolia bisa mengubah uang asuransi anaknya jadi lahan hijau, kita di negeri maritim ini harusnya bisa ubah kesadaran jadi aksi kolektif,” ujarnya.
Pesisir bukan cuma garis pantai untuk wisata. Ia adalah rumah bagi jutaan manusia, ribuan spesies, dan masa depan pangan laut kita. Anak muda hari ini bukan sekadar pewaris bumi mereka adalah penjaga peradaban pesisir.Anak muda bisa menjadi penggerak aksi, bukan hanya penonton bencana.
Mari ubah keresahan jadi aksi. Mulai dari diri sendiri, rangkul komunitas, dan bergerak bersama. Karena menyelamatkan pesisir berarti menyelamatkan hidup kita juga.