Perlu Aksi Kolaboratif Menjaga Kelestarian Kawasan Pesisir Indonesia

oleh -16 kali dilihat
Perlu Aksi Kolaboratif Menjaga Kelestarian Kawasan Pesisir Indonesia
Anak-anak di pesisir pantai Kalumeme tetap bermain ceria meski abrasi pantai menghantui - Foto/Ist

Klikhijau.com – Ekosistem pesisir Indonesia yang mencakup wilayah peralihan antara daratan dan laut beserta pulau-pulau kecilnya saat ini membutuhkan pendekatan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan.

Dalam webinar bertajuk “Kolaborasi Memitigasi Ancaman Kerusakan Lingkungan di Kawasan Pesisir” yang diselenggarakan oleh Klik Hijau pada 23 Mei 2025, Dr. Abdul Motalib Abdul Motalib Angkotasan, S.Pi, M.Si selaku narasumber utama menekankan bahwa penyelamatan kawasan pesisir tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan sektoral, tetapi memerlukan kerja sama menyeluruh dari berbagai pihak.

Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap berbagai tekanan.

“Kita menyaksikan sendiri bagaimana ancaman terhadap kawasan pesisir semakin kompleks, mulai dari perubahan iklim hingga aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab,” ujar Dr. Abdul Motalib Angkotasan.

Dalam konteks inilah pendekatan kolaboratif menjadi solusi yang paling menjanjikan untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut.

Pengalaman Dr. Abdul Motalib Angkotasan di Maluku Utara menunjukkan betapa pentingnya melibatkan berbagai pihak dalam upaya pelestarian pesisir.

KLIK INI:  Komunitas Peduli Krisis Iklim Ajak Presiden Jokowi, Sama-sama Cegah Darurat Emisi

“Kami mengembangkan model kolaborasi yang melibatkan perguruan tinggi, pemerintah daerah, perusahaan melalui program CSR, serta kelompok masyarakat pesisir,” jelasnya. Model ini telah berhasil mengimplementasikan program transplantasi karang di 15 titik berbeda, dengan melibatkan mahasiswa sebagai tenaga pendamping teknis, nelayan sebagai pelaku utama, dan dukungan pendanaan dari sektor swasta. “Inilah kekuatan kolaborasi yang sesungguhnya, dimana masing-masing pihak berkontribusi sesuai dengan kapasitas dan keahliannya,” tambahnya.

Di wilayah lain seperti Raja Ampat, pendekatan kolaboratif juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kelompok perempuan pesisir yang difasilitasi oleh LSM lokal berperan aktif dalam rehabilitasi mangrove.

“Yang menarik adalah mereka tidak hanya menanam mangrove, tetapi juga mengembangkan produk turunan seperti sirup dari buah mangrove yang memberikan nilai ekonomi tambahan,” papar Dr. Abdul Motalib Angkotasan. Inisiatif ini mendapatkan dukungan dari pemerintah desa melalui alokasi dana desa, serta pendampingan teknis dari akademisi. “Ini membuktikan bahwa ketika semua pihak bersinergi, hasilnya bisa lebih dari sekadar rehabilitasi ekologis, tetapi juga pemberdayaan ekonomi masyarakat,” tambahnya.

Sistem pemantauan lingkungan juga menjadi area dimana kolaborasi menunjukkan manfaat nyata. “Kami melatih pemuda-pemudi pesisir menggunakan teknologi sederhana seperti drone dan aplikasi smartphone untuk mendokumentasikan perubahan garis pantai dan kondisi terumbu karang,” jelasnya.

Data yang dikumpulkan oleh masyarakat ini kemudian diintegrasikan dengan sistem pemantauan pemerintah, menciptakan mekanisme pengawasan yang lebih komprehensif.

“Ini adalah contoh bagaimana teknologi bisa menjadi jembatan antara masyarakat dengan pemerintah dalam pengelolaan pesisir berkelanjutan.”

KLIK INI:  Akademisi Unkhair Ternate Soroti Ancaman Kerusakan Lingkungan di Pesisir

Aspek pendidikan dan penyadaran juga membutuhkan pendekatan kolaboratif. Dr. Abdul Motalib Angkotasan menceritakan pengembangan modul pembelajaran untuk sekolah dasar di wilayah pesisir yang mengintegrasikan pengetahuan lokal dengan sains modern.

“Kami melibatkan guru, tetua adat, dan ahli pendidikan untuk menyusun materi yang relevan dengan konteks lokal,” ujarnya.

Media massa juga berperan penting melalui berbagai kampanye kreatif yang menyasar berbagai kelompok usia dan profesi. “Penyadaran harus dilakukan secara terus-menerus dan melalui berbagai saluran,” tegasnya.

Di bidang penegakan hukum, kolaborasi antara penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat telah menunjukkan hasil signifikan. “Di Ternate, patroli gabungan antara polisi laut, nelayan, dan mahasiswa berhasil mengurangi praktik penambangan karang hingga 70% dalam waktu dua tahun,” ungkap Dr. Abdul Motalib Angkotasan dengan bangga.

Mekanisme pengaduan masyarakat yang mudah diakses dan dilindungi menjadi kunci keberhasilan inisiatif ini.

“Masyarakat adalah mata dan telinga kita di lapangan, mereka yang paling tahu apa yang terjadi di wilayahnya.”

Pengembangan ekonomi alternatif bagi masyarakat pesisir juga memerlukan sinergi berbagai pihak. “Pelatihan ekowisata dan pengolahan produk perikanan berkelanjutan yang melibatkan dinas perikanan, koperasi, dan pelaku usaha telah membantu mengurangi ketergantungan pada aktivitas yang merusak lingkungan,” jelas Dr. Abdul Motalib Angkotasan. Program ini tidak hanya memberikan alternatif mata pencaharian, tetapi juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem pesisir.

Restorasi berbasis kearifan lokal menjadi contoh lain keberhasilan pendekatan kolaboratif. “Kami menghidupkan kembali praktik-praktik tradisional seperti sasi di Maluku yang terbukti efektif menjaga kelestarian sumber daya,” kata Dr. Abdul Motalib Angkotasan. Proses ini melibatkan dialog intensif antara tetua adat, pemuda, dan ahli konservasi untuk menyesuaikan praktik tradisional dengan tantangan kontemporer. “Kearifan lokal adalah modal sosial yang sangat berharga yang harus kita lestarikan.”

Meski berbagai contoh keberhasilan telah ada, Dr. Abdul Motalib Angkotasan mengakui bahwa masih banyak tantangan dalam mengimplementasikan kolaborasi multipihak.

“Kesenjangan kapasitas antara stakeholders, keterbatasan anggaran, dan konflik kepentingan sering menjadi penghambat,” ujarnya. Untuk mengatasi ini, diperlukan komitmen jangka panjang dan mekanisme evaluasi berkala. “Pembentukan forum multipihak di tingkat daerah bisa menjadi langkah awal yang konkret,” sarannya.

Webinar ini ditutup dengan pesan optimis dari Dr. Abdul Motalib Angkotasan. “Dengan semangat gotong royong dan pembagian peran yang jelas, kita bisa menyelamatkan pesisir untuk generasi mendatang,” tegasnya.

“Contoh-contoh sukses sudah ada di berbagai daerah, sekarang saatnya kita replikasi dan tingkatkan skalanya.” Pungkasnya.

Kolaborasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan jika kita ingin mewariskan kawasan pesisir yang sehat dan produktif untuk anak cucu kita. Waktunya untuk bertindak bersama sekarang juga.

KLIK INI:  Menilik Pengelolaan Laut Berbasis Masyarakat di Kawasan Timur Indonesia