Mikroplastik Mengintai Udara dan Tanah, Apa Dampaknya bagi Kita?

oleh -33 kali dilihat
Mikroplastik Mengintai Udara dan Tanah, Apa Dampaknya bagi Kita?
Ilustrasi mikroplastik/foto-Ngopi88

Klikhijau.com – Kita hidup di zaman plastik bukan hanya di sekitar kita, tapi juga di dalam diri kita. Selama ini, kita mungkin mengira mikroplastik hanya jadi masalah di laut. Kita sudah sering mendengar soal paus yang mati karena perutnya penuh sampah plastik, atau terumbu karang yang tercemar serpihan-serpihan kecil tak kasat mata. plastik di laut menjadi ikon paling dikenal dari krisis lingkungan kita hari ini.

Tapi sesungguhnya, ancaman plastik tak hanya menghantui samudera. Ia jauh lebih dekat, lebih senyap, dan lebih mengejutkan. Seberapa banyak kita benar-benar tahu soal ancaman tak kasat mata ini?

Tanpa disadari, partikel-partikel plastik kecil yang disebut mikroplastik telah menyusup ke dalam tanah dan beterbangan di udara yang kita hirup. Kita tidak bisa melihatnya dengan mata telanjang, tapi kehadirannya nyata, merayap pelan masuk ke dalam tubuh dan kehidupan kita. Plastik-plastik ini tidak hilang, melainkan pecah menjadi lebih kecil, lebih halus, dan lebih sulit dikendalikan.

Mikroplastik adalah potongan plastik berukuran kurang dari 5 milimeter. Ia bisa berasal dari dua sumber utama yaitu Primary microplastics, seperti Microbeads dalam produk kecantikan dan serat sintetis dari pakaian dan Secondary microplastics, dari kemasan makanan, kantong belanja, botol minuman dan ban kendaraan.

Adapun Menurut sebuah laporan dari United Nations Environment Programme (UNEP), sekitar 51 triliun partikel mikroplastik sudah mencemari lingkungan global. jumlah yang jauh lebih besar dari bintang di galaksi Bima Sakti.

KLIK INI:  Menelisik Makna Pertobatan Ekologis bagi Umat Katolik

Kebanyakan dari kita menganggap bahwa mikroplastik adalah isu kelautan. Tapi justru, konsentrasi mikroplastik di daratan lebih tinggi dibandingkan di laut. Penelitian dari Norwegian Institute for Water Research (NIVA) menemukan bahwa kandungan mikroplastik di tanah bisa 4 hingga 23 kali lebih banyak. Sumbernya? Limbah domestik, air limbah yang tidak terolah, kompos dari lumpur limbah, dan bahkan plastik pertanian seperti mulsa yang digunakan untuk menutup tanah.

Mikroplastik dalam tanah perlahan mengacaukan ekosistem mikro di dalamnya. Struktur tanah terganggu, pori-pori menjadi tidak stabil, air tidak lagi mudah meresap, dan aktivitas mikroba yang selama ini menjadi penopang kesuburan menjadi terhambat.

Seorang peneliti dari Universitas Wageningen, Dr. Matthias Rillig, bahkan menyebut mikroplastik sebagai faktor yang dapat mengubah cara kerja ekosistem tanah secara keseluruhan. Sebuah studi dari University of Auckland pada tahun 2022 menemukan keberadaan mikroplastik dalam jaringan paru-paru manusia hidup.

Mereka menemukan bukti bahwa plastik tak hanya ada di sekitar kita, tapi juga telah masuk ke dalam diri kita. Kita mungkin sedang menghirup mikroplastik saat berada di kantor, di rumah, bahkan di kamar tidur.

Studi lain yang diterbitkan di jurnal Environmental Pollution memperkirakan bahwa manusia dapat menghirup sekitar 11 partikel mikroplastik per jam dalam ruang tertutup. Ini bukan sekadar partikel polos, plastik bisa menjadi “kendaraan” bagi zat kimia berbahaya seperti BPA dan ftalat yang dikenal sebagai pengganggu hormon.

KLIK INI:  Tolak Diam, SMANEW Dobrak Gerbang Penolakan Plastik Sekali Pakai

Masuknya mikroplastik ke dalam tubuh bukan lagi teori. Studi dari Vrije Universiteit Amsterdam mengungkap bahwa mikroplastik telah ditemukan dalam darah 77 persen dari sampel manusia yang mereka teliti. Ia juga terdeteksi di plasenta ibu hamil, dalam feses, bahkan di jaringan paru dan pembuluh darah.

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sudah memberi peringatan. Meskipun penelitian jangka panjang masih berjalan, indikasi awal menunjukkan bahwa mikroplastik berpotensi merusak organ vital, mengganggu sistem hormon, hingga menjadi pemicu penyakit kronis.

Bahkan di wilayah pedesaan atau pegunungan yang dianggap “alami”, mikroplastik telah ditemukan mengendap di salju, mencemari sumber air pegunungan, dan terbawa angin dari kota-kota besar. Artinya, tidak ada lagi tempat yang benar-benar bebas dari jejak plastik.

Ancaman ini bersifat struktural, namun bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Langkah-langkah kecil seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilih produk berbahan alami, menghindari pembakaran sampah plastik, hingga mendukung kebijakan pengurangan plastik di tingkat pemerintah, bisa menjadi bentuk perlawanan kita terhadap krisis tak kasat mata ini.

Mikroplastik mungkin tak terlihat oleh mata, tapi ia hadir di mana-mana—diam-diam menyusup ke udara yang kita hirup, tanah tempat kita bertani, hingga tubuh yang kita jaga setiap hari. Ini bukan sekadar isu lingkungan, tapi soal hidup dan masa depan kita.

Jika kita terus mengabaikannya, maka perlahan kita akan hidup di dunia yang dipenuhi plastik, bukan hanya di luar, tapi juga di dalam diri kita sendiri. Saatnya melihat yang tak terlihat—dan bertindak sebelum semuanya terlambat.

KLIK INI:  Bob Dylan, Nobel Sastra, dan Aroma Alam dalam Lagunya