Klikhijau.com – Di Indonesia yang kaya akan alam, kita hidup di negara yang dipenuhi ribuan sungai, dan hujan turun hampir sepanjang tahun. Namun, di balik segala kekayaan sumber daya alam ini, krisis air bersih justru menjadi ancaman yang semakin nyata. Seperti dua sisi koin yang bertolak belakang, meski tanah kita dilimpahi air ternyata jutaan orang di negara ini masih berjuang untuk mendapatkan air yang layak konsumsi.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terdapat disparitas signifikan dalam akses terhadap air minum layak antar provinsi di Indonesia. Misalnya, di Provinsi Aceh, persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum layak mencapai 90,08%, sementara di Provinsi Papua hanya 58,94%.
Fenomena ini mencerminkan ketimpangan dalam infrastruktur dan distribusi sumber daya air di berbagai daerah. Meskipun secara nasional Indonesia memiliki banyak sumber air tapi distribusinya tidak merata dan kualitas air di beberapa daerah tidak memenuhi standar kesehatan.
Kita seringkali berasumsi bahwa air adalah kebutuhan yang tidak akan pernah habis. Namun, kenyataannya tidak begitu. Krisis air bersih di Indonesia lebih dari sekadar “tidak ada air.” Meskipun air ada di mana-mana, sering kali kualitasnya yang menjadi masalah. Air yang seharusnya dapat kita nikmati sebagai kebutuhan dasar, justru menjadi ancaman bagi kesehatan. Air yang tercemar oleh limbah industri, rumah tangga, bahkan aktivitas pertanian menjadi masalah yang semakin berat bagi masyarakat.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa sekitar 59% sungai di Indonesia tercemar berat, yang mengindikasikan bahwa kualitas air di banyak tempat tidak lagi memenuhi standar konsumsi. Bahkan, sungai-sungai besar seperti Ciliwung dan Brantas sudah terkontaminasi limbah domestik dan industri, yang membuat airnya tidak layak dikonsumsi tanpa proses pemurnian yang memadai.
Sebenarnya, kita hidup di negara yang kaya akan sumber daya alam. Setiap tahun, hujan turun begitu lebat di berbagai daerah dan ribuan sungai mengalir deras ke laut. Namun, meski air begitu melimpah. masalahnya bukan pada keberadaan air itu sendiri, melainkan pada kualitasnya. Air yang harusnya menjadi sumber kehidupan malah terkontaminasi oleh limbah dan polutan yang dibuang sembarangan. Inilah yang menjadi inti dari krisis air bersih di Indonesia: air ada, tapi tak bisa dikonsumsi.
Penyebab krisis air bersih
Salah satu penyebab utama krisis air ini adalah Deforestasi. Data Global Forest Watch melaporkan bahwa Indonesia telah kehilangan sekitar 30,8 juta hektare hutan antara tahun 2001 hingga 2023. Hutan yang seharusnya menyerap dan menahan air hujan kini banyak yang hilang, menyebabkan sungai mengering saat kemarau dan banjir. saat hujan tak heran jika beberapa daerah di Indonesia kini mulai kesulitan mendapatkan pasokan air bersih.
Fenomena El Niño yang terjadi pada tahun 2023 juga semakin memperburuk keadaan. Data dari BMKG menunjukkan bahwa kekeringan akibat El Niño membuat banyak daerah kesulitan mendapatkan air bersih. Ketika suhu bumi meningkat dan curah hujan menurun, stok air yang seharusnya cukup justru menipis. Proses pemulihan dari krisis ini memerlukan waktu yang lama dan tanpa langkah cepat kita bisa terjebak dalam siklus kekeringan yang semakin parah.
Pembangunan kota yang tidak memperhatikan aspek resapan air membuat air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah malah mengalir begitu saja ke got dan saluran drainase. Urbanisasi yang pesat dan perubahan penggunaan lahan di Jakarta turut memperburuk masalah kekeringan di kota ini. Jakarta, yang merupakan salah satu kota terbesar di Asia Tenggara menghadapi tantangan besar dalam mengelola sumber daya air.
Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, sekitar 40% dari wilayah Jakarta kini menjadi daerah yang rawan kekeringan karena berkurangnya kemampuan resapan air di tanah. Selain itu, dengan semakin banyaknya penduduk dan semakin banyaknya bangunan maka kebutuhan akan air bersih semakin meningkat, sementara pasokan air bersih justru semakin terbatas.
Dampak dari krisis air bersih
Dampak dari krisis air bersih ini sangat nyata. Krisis air bersih di Indonesia tidak hanya berisiko pada ketersediaan air, tetapi juga pada kesehatan masyarakat. Penyakit yang ditularkan lewat air, seperti diare, kolera, dan demam berdarah. Data Profil Kesehatan Indonesia 2021 menyebutkan bahwa diare merupakan penyebab kematian nomor dua balita setelah pneumonia.
World Health Organization (WHO) menambahkan sekitar 1 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya akibat penyakit diare yang disebabkan oleh air minum yang tidak aman, sanitasi buruk, dan kebersihan tangan yang kurang memadai. Selain itu, krisis air bersih ini juga memicu ketegangan sosial, bahkan konflik antarwarga di daerah-daerah yang kesulitan mendapatkan air bersih.
Jika dibiarkan begitu saja, krisis ini akan semakin parah di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melakukan langkah-langkah nyata dalam mengatasi masalah ini. Konservasi air bisa dimulai dengan hal-hal sederhana seperti mematikan keran saat tidak digunakan, memperbaiki pipa yang bocor, atau menggunakan air dengan lebih bijak. adapun penghijauan dan restorasi hutan juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas resapan air dan membantu mengurangi dampak bencana alam seperti banjir dan kekeringan.
Selain itu, pemerintah perlu lebih serius dalam mengelola sumber daya air, termasuk memperbaiki pengelolaan limbah dan memperbanyak pembangunan infrastruktur resapan air di perkotaan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bekerjasama dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air.
Krisis air bersih ini bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dalam semalam. Namun, dengan langkah-langkah kecil yang kita ambil, kita bisa membantu menjaga agar air tetap menjadi sumber kehidupan. Jika kita terus membiarkan masalah ini terus berkembang, maka kita dan generasi mendatang akan merasakan dampaknya. Air itu bukan sekadar kebutuhan dasar, tapi juga esensi dari kehidupan itu sendiri. Jadi, sudah saatnya kita bergerak, menjaga air, menjaga bumi, dan memastikan masa depan yang lebih baik.