Ini 4 Tuntutan Anak-anak Muda ‘Koprol Iklim’ di Hari Kasih Sayang!

oleh -137 kali dilihat
Ini 4 Tuntutan Anak-anak Muda ‘Koprol Iklim’ di Hari Kasih Sayang!
Ilustrasi - Foto/Pixabay

Klikhijau.com – Bertepatan dengan Hari Kasih Sayang, Komunitas Pemuda Pemudi Pro-Keadilan Iklim (Koprol Iklim) mengajak masyarakat untuk merayakan kasih sayangnya kepada bumi yang tengah mengalami krisis iklim. Sepanjang Januari 2021, tercatat ada 167 kejadian banjir.

Jumlah kejadian tersebut merupakan yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir dalam periode yang sama. Beberapa di antaranya, bencana banjir parah di Kalimantan Selatan, peristiwa longsor di Sulawesi Selatan, dan banjir yang melanda ratusan hektar sawah di Karawang- Jawa Barat.

Bencana tersebut adalah bukti kelalaian dalam menjaga lingkungan. Ketidaksiapan menghadapi krisis iklim pun telah membawa kerugian yang begitu besar bagi masyarakat.

Di level nasional, Indonesia bersama dengan 194 negara lainnya, telah menandatangani Komitmen Iklim dalam Perjanjian Paris. Namun, pemerintah belum memasukkan unsur perlindungan lingkungan dan pencegahan krisis iklim yang memadai dalam strategi pembangunannya.

Target penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) yang ditetapkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) pun tidak ambisius.

KLIK INI:  Iklim, Perubahan Iklim dan Isu Relevan Lainnya yang Penting Diketahui

Koordinator Koprol Iklim Geani Budiningsih mengatakan, keengganan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan ambisi iklimnya telah mengakibatkan Indonesia tidak masuk ke dalam daftar pembicara di peringatan lima tahun Perjanjian Paris pada 12 Desember 2020.

“Sektor kehutanan dan energi Indonesia menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar saat ini. Namun, kita belum melihat langkah konkret dan memadai dari pemerintah. Langkah ambisius untuk mengatasi krisis iklim harus dilakukan pemerintah dengan melibatkan aspirasi dari kelompok muda,” tegasnya.

4 tuntunan anak-anak muda

Menurut Koprol Iklim, krisis iklim merupakan permasalahan multidimensional. Oleh sebab itu, mereka mengajak kepada seluruh kaum muda untuk memulai dan menyatukan gerakan yang kolaboratif, solutif dan kolektif antarindividu maupun lintas komunitas kaum muda lewat berbagai ragam inovasi dan aksi.

Sebagai komunitas anak muda yang terbentuk pada 28 Oktober 2020 bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Koprol Iklim ingin menyuarakan pernyataan sikap terhadap pemerintah agar segera mengambil langkah tegas untuk mengatasi krisis iklim dengan:

Pertama, menuntut pemerintah untuk segera meningkatkan komitmen iklim untuk mencapai Perjanjian Paris melalui ekonomi hijau sebagai bentuk upaya pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19.

Kedua, menimbang bahwa sektor energi akan menjadi penyumbang emisi terbesar di tahun 2030, maka pemerintah harus segera meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi bersih dan terbarukan yang potensinya melimpah di Indonesia, seperti energi matahari.

KLIK INI:  Krisis Iklim Makin Memburuk, Pendanaan Bank untuk Batu Bara Harus Dihentikan

Ketiga, pemerintah juga harus melakukan tindakan tegas untuk melindungi dan menjaga hutan yang tersisa serta keanekaragaman hayati di Indonesia. Terakhir, Koprol Iklim juga menuntut pemerintah untuk mengakui hak-hak masyarakat adat sebagai benteng terakhir dalam perlindungan hutan dan pesisir.

Melalui manifesto ini, Koprol Iklim juga ingin mengajak kaum muda Indonesia dari berbagai etnis, latar belakang, identitas, suku, dan keunikan untuk bergerak mendorong Indonesia keluar dari krisis iklim. Anak muda sebagai bagian dari generasi yang akan memimpin masa depan Indonesia harus diberikan tempat oleh pemerintah untuk turut menentukan masa depan melalui pembentukan Dewan Anak Muda Nasional.

Mereka juga mengharapkan pemerintah mendorong lapangan kerja hijau yang benar-benar memberikan ruang untuk masa depan berkelanjutan serta berwawasan iklim dan lingkungan.

“Kami percaya bahwa semangat dan daya kaum muda Indonesia begitu besar untuk mendorong sebuah perubahan. Karena itu, kami mengajak kaum muda Indonesia untuk bergerak secara kolektif dan kolaboratif guna mendorong Indonesia keluar dari krisis iklim. Kami juga berharap, pemerintah segera memberikan tempat kepada kaum muda sebagai bagian dari generasi yang akan memimpin bangsa untuk turut merencanakan masa depan yang berkelanjutan,” jelas Gea.

KLIK INI:  “For Nature”, Greta Thunberg Soroti Ulah Manausia, Krisis Iklim dan Pandemi

Menanggapi tuntutan kelompok pemuda tersebut, dua orang narasumber pada acara “Aku Jatuh Cinta Kepada Bumi” juga turut memberikan tanggapan terkait pentingnya gerakan pemuda untuk mendorong Indonesia keluar dari krisis iklim.

“Dahulu kita meninggalkan zaman energi kayu bakar bukan karena kehabisan kayu bakar. Kini perlahan kita akan meninggalkan zaman energi fosil tanpa menunggu kehabisan energi fosil. It’s not if, but when. Hari ini adalah saatnya untuk zaman energi terbarukan,” ujar Tubagus Aryandi Gunawan, peneliti Renewable Energy dan H2.

Menanggapi keterlibatan masyarakat adat, Laetania Belai Djandam selaku aktivis lingkungan Dayak menegaskan bahwa aksi iklim tidak akan efektif dan berkelanjutan tanpa memprioritaskan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang hidup di sekitar lingkungan alam.

“Kita sedang tidak hidup di dalam dunia Avengers, di mana mereka dapat berkelana menuju masa lalu guna memperbaiki bumi yang luluh lantak akibat perkara batu. Kita hanya punya waktu sekarang. Butuh berapa lama lagi hingga akhirnya kita menyadari bahwa uang tidak akan menyelamatkan kita? Kita tidak perlu repot-repot mencari Thanos, satu pernyataan tegas dan tanda tangan di atas kertas kebijakanmu dapat mengubah masa depan Indonesia dan dunia hingga 100 tahun ke depan,” ucap Laetania.

KLIK INI:  Penerapan UU Perlindungan Hutan Ancam Kehidupan Petani?