Bahu Hujan

oleh -72 kali dilihat
Ilustrasi -foto/Pinteres
Nona Reni
Latest posts by Nona Reni (see all)

Bahu Hujan

 

Aku mengenangmu sebagaimana kau dulu bersandar pada senja dan hujan rintik-rintik
Lemparkan jaring kesedihan pada mata samuderaku yang tiada dasar

Cahaya meringkusmu dalam tubuh perempuan
Bukit-bukit hijau tampak bagai dunia yang terbentang pasrah

Aku laiknya terowongan
Burung-burung menghindar dariku
Lalu malam membanjiriku dengan segala rahasia kegelapan

Demi bertahan hidup, aku tak pernah selesai memandangmu sebagai semesta. Tempat bertumbuh beburung, tumbuhan, serangga dan mimpi-mimpi

Sekali waktu aku ingin berbicara kepadamu
Maka kau harus mendengarkan
Mengawasi kata-kataku yang memanjat dari luka lama yang selalu bertunas hijau saat kena hujan senja

Kita bahkan belum kehilangan apa-apa
Meski senja telah berpamitan dari permainan masa kecil

Sekonyong-konyong angin menderu, memukul-mukul seluruh ingatanku
Kurasa aku melihat hujan melepas bajunya satu demi satu; telanjang

Dan kita basah kuyup. Berkejaran dalam banjir dan tanah longsor.
Bahu hujan terasa kokoh, bahu membahu merampas napas dari kehidupan

Mei 2024

KLIK INI:  Yang Berjalan ke Ujung Lorong

Kepada Sobari

 

Di langit senjaku, kau laksana segumpal mega
Renungi bayang-bayang kusut, lentur kuning kecokelatan
Pecah dalam arus di kepala

Kepada Sobari, lelaki yang kucintai
Aku telah menulis Soneta tak berjudul
Seperti rumah yang menanti masa pensiunnya
Rumah yang lahir ketika ia memberinya kehidupan dari napas pepohonan

Oh Sobari
Betapa lekas kubangun keteguhan
Mengusir beribu-ribu mil jarak yang menelan kau di kejauhan. Dalam terik matahari yang legamkan kulit

Aku ingin memandangmu dari sedikit dahan pohon yang tersisa, yang tak mampu menahan laju gerah
Menyempurnakan celah hidupku bak kecambah bertumbuh jadi pohon baru, jadi kehidupan hijau

Mei 2024

KLIK INI:  Gadis Iklim

Seperti Sampah di Pinggir Jalan

 

Setelah laut, kutemukan garis pantai
Karang dan camar di kejauhan

Ikan berlompatan halau resah
Atau barangkali berusaha mendulang sedikit mimpi di udara

Angin berselimut sengat matahari
Jatuh persis di wajahmu yang menyimpan risau

Aku tak pernah berpikir alangkah menyedihkan sepanjang perjalananmu
Meski tak pernah terlintas arah dan tujuan
Seperti kapal, terapung-apung di tengah samudera
Mengukur kehidupan itu sendiri dalam ukiran di gelas kaca

Segugus duka memang sering bersarang di mata
Mempertanyakan kenapa ia hidup tanpa pendidikan dan impian
Tapi terkadang tanpa perlu jawaban
Sebuah kisah harus tetap dituliskan, betapapun pahitnya

Seperti sampah yang terus dibuang di pinggir jalan. Siapa pun berhak mencium baunya dan mencaci

2024