- Menyelami Filsafat Lingkungan Hidup Bersama Dr. A. Sonny Keraf - 02/07/2024
- Badai Polusi - 15/06/2024
- Bahu Hujan - 11/05/2024
Bahu Hujan
Aku mengenangmu sebagaimana kau dulu bersandar pada senja dan hujan rintik-rintik
Lemparkan jaring kesedihan pada mata samuderaku yang tiada dasar
Cahaya meringkusmu dalam tubuh perempuan
Bukit-bukit hijau tampak bagai dunia yang terbentang pasrah
Aku laiknya terowongan
Burung-burung menghindar dariku
Lalu malam membanjiriku dengan segala rahasia kegelapan
Demi bertahan hidup, aku tak pernah selesai memandangmu sebagai semesta. Tempat bertumbuh beburung, tumbuhan, serangga dan mimpi-mimpi
Sekali waktu aku ingin berbicara kepadamu
Maka kau harus mendengarkan
Mengawasi kata-kataku yang memanjat dari luka lama yang selalu bertunas hijau saat kena hujan senja
Kita bahkan belum kehilangan apa-apa
Meski senja telah berpamitan dari permainan masa kecil
Sekonyong-konyong angin menderu, memukul-mukul seluruh ingatanku
Kurasa aku melihat hujan melepas bajunya satu demi satu; telanjang
Dan kita basah kuyup. Berkejaran dalam banjir dan tanah longsor.
Bahu hujan terasa kokoh, bahu membahu merampas napas dari kehidupan
Mei 2024
Kepada Sobari
Di langit senjaku, kau laksana segumpal mega
Renungi bayang-bayang kusut, lentur kuning kecokelatan
Pecah dalam arus di kepala
Kepada Sobari, lelaki yang kucintai
Aku telah menulis Soneta tak berjudul
Seperti rumah yang menanti masa pensiunnya
Rumah yang lahir ketika ia memberinya kehidupan dari napas pepohonan
Oh Sobari
Betapa lekas kubangun keteguhan
Mengusir beribu-ribu mil jarak yang menelan kau di kejauhan. Dalam terik matahari yang legamkan kulit
Aku ingin memandangmu dari sedikit dahan pohon yang tersisa, yang tak mampu menahan laju gerah
Menyempurnakan celah hidupku bak kecambah bertumbuh jadi pohon baru, jadi kehidupan hijau
Mei 2024
Seperti Sampah di Pinggir Jalan
Setelah laut, kutemukan garis pantai
Karang dan camar di kejauhan
Ikan berlompatan halau resah
Atau barangkali berusaha mendulang sedikit mimpi di udara
Angin berselimut sengat matahari
Jatuh persis di wajahmu yang menyimpan risau
Aku tak pernah berpikir alangkah menyedihkan sepanjang perjalananmu
Meski tak pernah terlintas arah dan tujuan
Seperti kapal, terapung-apung di tengah samudera
Mengukur kehidupan itu sendiri dalam ukiran di gelas kaca
Segugus duka memang sering bersarang di mata
Mempertanyakan kenapa ia hidup tanpa pendidikan dan impian
Tapi terkadang tanpa perlu jawaban
Sebuah kisah harus tetap dituliskan, betapapun pahitnya
Seperti sampah yang terus dibuang di pinggir jalan. Siapa pun berhak mencium baunya dan mencaci
2024