Klikhijau.com – Masih jelas di ingatan kita. Bagaimana Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampa Antang, Makassar terbakar di tahun 2019 lalu.
Asap yang ditimbulkan menghitamkan langit Makassar. Kejadian serupa pun terjadi di TPA Suwung Bali pada tahun yang sama.
Kasus kebakaran memang kerap terjadi di TPA. Namun sebenarnya tidak hanya itu, kasus pencemaran dari TPA juga biasa terjadi, semisal air lindi dari TPA yang cemari sungai di Bandung Barat dan Bantargebang.
Belum lagi banyak TPA yang overload sampah sehingga mencemari lingkungan. ditambah lagi bau sampah yang kurang bersahabat dengan indra penciuman.
Bolehlah dibilang jika kasus TPA di Indonesia sudah mengarah ke arah yang memprihatinkan. Hal itu disebabkan karena kurang terkelola dengan baik.
Untuk mengurai masalah tersebut Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah (KK-PUL) Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung membahasnya dalam webinar beberapa waktu lalu.
“Saya kira isu persampahan ini menjadi isu yang sangat krusial di Indonesia, baik di kota besar (maupun) di kota kecil,” ucap Prof. Ir. Puji Lestari, Ketua KK PUL ITB seperti dikutip dari laman resmi ITB.
Ia menambahkan bahwa sampah bukan masalah individu atau kelompok, tapi masalah kita semua. Artinya pengelolaannya tidak hanya untuk para ahlinya, tetapi masyarakat juga harus berkontribusi peran aktif dalam pengelolaan sampah.
Cara landfill mining
Sedangkan Dr. Ir. I Made Wahyu Widyarsana selaku narasumber mengungkapkan jika para pemangku kebijakan dapat melakukan evaluasi terhadap kualitas lingkungan terlebih dahulu. Sebelum mengambil keputusan, yakni melalui penilaian indeks risiko lingkungan (IRBA).
I Made Wahyu Widyarsana pada materinya memang membahas tentang rehabilitasi dan penutupan TPA.
Menurutnya banyak cara yang bisa dilakukan untuk rehabilitasi TPA, salah satunya adalah landfill mining.
Dengan cara landfill mining TPA tidak hanya ditata ulang, tapi memanfaatkan kembali material yang ada dalam timbunan, termasuk di dalamnya mengekstraksi gas metan.
Keuntungan lain teknologi landfill mining, karena dianggap dapat meningkatkan usia suatu TPA, keuntungan finansial, dan reklamasi TPA.
Namun, hal yang paling baik menurutnya adalah proses pemilahan sampah harus jadi prioritas utama dalam pengelolaan sampah. Jika hal ini dilakukan TPA tidak perlu menanggung beban yang terlalu berat dalam permasalahan sampah.
Persoalan gas metan dari landfill rupanya tidak tuntas, karena masih banyak yang lepas ke atmosfer sehingga mengakibatkan efek rumah kaca.
Karena itulah, Dr. Ir. Opy Kurniasari selaku KK Rekayasa Infrastruktur Lingkungan melakukan penelitian untuk mengurangi emisi gas metan. Caranya dengan memanfaatkan kompos yang berasal dari sampah yang telah lama ditimbun di landfill sebagai tanah penutup landfill (biocover) yang menjadi media oksidasi metan.
Hasil penelitiannya menemukan jika proses oksidasi ini dipengaruhi oleh keberadaan oksigen pada biocover. Dan keberadaan nutrien mendukung pertumbuhan adanya mikroorganisme.
Menjadi bahan energi
Sementara itu, Direktur Sanitasi pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Ir. Prasetyo menjelaskan mengenai usaha pemerintah dalam pengelolaan persampahan di Indonesia, termasuk revitalisasi TPA.
Ia menekankan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengoperasikan infrastruktur TPA di daerahnya sesuai dengan kaidah teknis sehingga dapat mengurangi masalah persampahan di Indonesia.
“Ke depan, kami juga punya rencana untuk di kota/kabupaten yang memang punya potensi. Artinya kami menginisiasi untuk pembangunan fasilitas Refused Derived Fuel (RDF), yakni bagaimana mengolah sampah nanti yang dapat berubah menjadi bahan energi sebagai substitusi bagi batubara sehingga bisa dimanfaatkan di industri semen maupun di PLTU,” terangnya.
Pengelolaan TPA memang harus dibenahi, agar kejadian seperti di TPA Antang Makassar tidak lagi terjadi di masa mendatang.