Benarkah Pertanian Lebih Sehat dengan Bioprospecting Mikroba?

oleh -297 kali dilihat
Rantai Pasok Pangan yang Rapuh Terbukti Memiskinkan Petani di Desa
Ilustrasi petani/foto-Komunita.ID
Irhyl R Makkatutu
Latest posts by Irhyl R Makkatutu (see all)

Klikhijau.com – Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) sedang mengembangkan bioprospecting mikroba berguna sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian sehat tanpa pupuk kimia dan pestisida.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosisitem (KSDAE), Wiratno menuturkan hasil tersebut menandakan kawasan hutan konservasi memiliki nilai sumberdaya biologi yang sangat penting dalam menunjang kegiatan budidaya masyarakat sekitar.

“Temuan ini merupakan bukti bahwa betapa pentingnya kawasan konservasi. Bukan hanya kaitannya dengan perubahan iklim, habitat satwa liar, air, dan wisata alam itu sudah biasa. Sedangkan penemuan ini merupakan hal yang luar biasa,” ujar Wiratno.

KLIK INI:  Mengesankan, Ternyata Tumbuhan Bisa Tahu Siapa yang Memakannya

Wiratno juga mengungkapkan kegiatan eksplorasi, dan pemanfaatan mikrob berguna asal taman nasional, bisa menjadi model kontribusi taman nasional, sebagai solusi memecahkan masalah pertanian pegunungan dan perubahan iklim.

“Saat ini, mikrob berguna asal TNGC tersebut sedang diteliti lanjut untuk mengkaji pengaruhnya pada berbagai tanaman dan dasar fisiologinya,” tambahnya.

Penelitian yang dipimpin Dr. Suryo Wiyono dari Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, melibatkan 37 sampel. Sampel dikumpulkan dari tanah, akar-akaran, dan daun dari berbagai tanaman di kawasan TNGC untuk mendapatkan mikrob berguna.

KLIK INI:  Peneliti AS Temukan Cara Hasilkan Tanaman Lebih Besar dari Seharusnya

Diterangkannya, hasil eksplorasi juga menemukan isolat bakteri pemacu pertumbuhan (Plant Growth Promoting Rhizobacteria/PGPR) yaitu C71 yang mampu meningkatkan panjang akar bibit tomat 42.35 %, dan meningkatan daya kecambah sebesar 178 %. PGPR tersebut juga mampu membuat tomat lebih tahan penyakit bercak daun.

Selanjutnya, kegiatan ini juga menghasilkan bakteri yang paling efektif dalam menekan dampak frost bagi tanaman. Yaitu PGMJ 1 (asal Kemlandingan Gunung), dan A1 (asal Anggrek Vanda sp.), keduanya dengan tingkat keefektifan 66.67%.

Tindaklanjut kerjasama penelitian

Fakta di lapangan juga menunjukan bahwa mikrob bermanfaat (PGPR) dari dalam kawasan TNGC terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan, dan menyehatkan tanaman. Termasuk pada tanaman pemulihan ekosistem, terbukti mempercepat pertumbuhan tinggi tanaman hutan hanya dalam kurun waktu 5 bulan.

Saat ini, sebagian besar petani dari 54 Desa penyangga langsung menggunakan bahan kimia buatan sebagai penyubur tanaman maupun pembasmi hama. Praktek yang sudah dilakukan bertahun-tahun tersebut dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekosistem alam. Baik yang ada di dalam kawasan TNGC maupun di luar kawasan.

KLIK INI:  Pupuk Anorganik Selain Mengancam Kesuburan Tanah, Juga Menjadi Pemicu Perubahan Iklim

Inilah latar belakang kerjasama penelitian antara Balai TNGC dengan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB mulai tahun 2017.

Penelitian dilakukan oleh pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan/PEH Balai TNGC dan peneliti dari Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.

Sebagai tindaklanjut, Balai TNGC dan Fakultas Pertanian IPB dengan melibatkan para pihak terkait akan menyusun roadmap yang memuat tahapan karakterisasi molekuler. Mengadakan pengujian dan implementasi lapangan dalam skala yang lebih luas.

Hasil bioprospecting mikroba berguna di TNGC tersebut merupakan bukti nyata bahwa kawasan konservasi adalah genetic bank yang sangat penting untuk meningkatkan produktifitas dan mengembangkan pertanian sehat tanpa pupuk kimia dan pestisida.

Oleh sebab itu, keutuhan dan keanekaragaman hayati yang terdapat di kawasan konservasi harus kita jaga, dan kelola bersama untuk kesejahteraan masyarakat.

KLIK INI:  Draft RUU Sumber Daya Air yang Baru Disetujui DPR