Klikhijau.com – Sebagai respons atas krisis iklim dan bencana yang melanda Bali, lima pemimpin agama dari Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, GKPB Bukit Doa, dan Pura Jagatnatha bersatu dalam seruan menjaga bumi.
Mereka hadir dalam Dialog Lintas Iman “Draw The Line Bali” di Puja Mandala, Nusa Dua, pada Sabtu 20 September 2025, sebagai bagian dari rangkaian aksi global menghadapi Minggu Iklim dan Sidang Umum PBB di New York, 15–21 September 2025.
Mengusung tema “Merawat Bumi sebagai Ibadah”, para tokoh agama menegaskan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab moral.
KH. Ibnu Subhan dari Masjid Agung Ibnu Batutah menekankan pentingnya aksi nyata. “Kalau kita tidak bisa dinasihati oleh ucapan, kita akan dinasihati dengan keadaan. Kita yang ada di sini bisa punya solusi untuk warisan generasi selanjutnya,” ujarnya. Ia mengutip ajaran Nabi Muhammad SAW yang mendorong umat untuk tetap menanam meski hari kiamat hampir tiba.
“Puja Mandala bukan hanya tentang kerukunan agama, tapi juga kemanusiaan,” tambahnya.
Dari Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Alexander Sani Kelen menegaskan bahwa kuasa manusia atas alam tidak bersifat mutlak.
“Gereja memahami dirinya sebagai bagian dari dunia dan mendorong pertobatan ekologis,” katanya.
Menurutnya, krisis lingkungan juga merupakan krisis sosial yang lahir dari budaya konsumerisme boros serta paradigma teknokratis yang menganggap teknologi bisa memecahkan semua masalah.
Menolak keserakahan
Pandita Nyoman Setiabudi dari Vihara Buddha Guna mengingatkan ajaran Buddha tentang larangan menyakiti makhluk hidup.
“Semua saling bergantung. Kita menolak keserakahan yang melampaui kebutuhan. Bali sudah mulai memperlihatkan tanda karma kolektif akibat pengelolaan lingkungan yang tidak seimbang,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya hidup sederhana, penuh cinta kasih, dan menanam karma baik kolektif untuk generasi mendatang.
Senada, Pendeta Wisesa dari GKPB Bukit Doa mengajak umat Kristen mendukung kebijakan pro-lingkungan.
“Bumi adalah milik bersama. Kita perlu mendorong zero waste dan menghindari konsumerisme. Dalam iman Kristen, kita memahami konsep satu tubuh Kristus: setiap anggota memiliki peranan penting. Karena itu, kita harus memiliki visi bersama untuk merawat rumah bersama,” jelasnya.
Sementara itu, Jero Ketut Subianta dari Pura Jagatnatha mengaitkan ajaran Hindu dengan pelestarian laut.
“Dalam Hindu, kita melasti ke tepi laut. Laut adalah sumber sekaligus tempat melebur segala kekotoran jasmani maupun rohani. Nilai kesucian dan kebersihan laut harus dijaga melalui berbagai ritual,” paparnya.
Dialog juga menghadirkan penanggap, Ida Bagus K. Susena dari Puskor Hindunesia, yang menyoroti pentingnya kearifan lokal Bali.
“Bali sudah tidak lagi ditata dengan konsep keseimbangan. Hutan dibabat, sawah dikonversi, villa berdiri di tempat yang tak pantas. Padahal Bali seharusnya jadi barometer penyelamatan lingkungan di dunia,” ujarnya.
Ia juga mengajak kembali ke prinsip Catur Hita Karana, yakni harmoni dengan semua makhluk.
Sisilia Nurmala Dewi, Indonesia Team Leader 350.org, menekankan pesan universal yang lahir dari Bali.
“Ke Bali dunia datang berbondong-bondong. Dari Bali pula kita menebarkan pesan damai: berhenti sewenang-wenang terhadap sesama dan alam ciptaan. Di Puja Mandala, perbedaan adalah rahmat, keberagaman adalah kekuatan,” katanya.
Hening Parlan, Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia menyebut bahwa suara iman adalah suara alam.
“Iman kepada Tuhan, dari agama apa pun, merupakan cerminan kasih Tuhan pada ciptaan-Nya. Karena itu iman mengambil jalan kebaikan: berbuat baik dan mencegah kerusakan,” tegasnya.
Doa bersama jadi penutup
Kegiatan ditutup dengan doa bersama lintas iman dan deklarasi komitmen menjaga bumi sebagai amanah Tuhan dan warisan anak-cucu, yang dinamai dengan Deklarasi Puja Mandala.
Deklarasi Puja Mandala menegaskan seruan lintas iman bahwa bumi adalah anugerah dan amanah Tuhan yang harus dijaga sebagai inti ibadah sejati; merawat lingkungan berarti memuliakan Sang Pencipta dan melindungi sesama manusia.
Dari Bali, para pemuka agama mengingatkan bahwa menjaga bumi adalah perintah luhur, sementara merusaknya adalah pelanggaran moral yang tak bisa ditunda penanganannya.
Deklarasi ini mengajak umat beriman untuk mengubah niat, laku, dan doa menjadi aksi nyata ramah lingkungan, mendorong pemimpin untuk menjadikan keadilan dan keberlanjutan sebagai dasar kebijakan, serta menyerukan solidaritas global lintas agama demi menyelamatkan warisan kehidupan bagi generasi mendatang.
Acara ini diselenggarakan secara kolaboratif oleh Climate Rangers Bali, GreenFaith Indonesia, dan 350.org ini diharapkan menjadi pijakan masyarakat Bali dan dunia dalam menempatkan perlindungan alam sebagai agenda utama pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Media, masyarakat, dan seluruh pihak diundang untuk memperkuat gerakan ini demi masa depan yang lebih baik.
Tentang GreenFaith Indonesia
GreenFaith adalah organisasi akar rumput global lintas agama yang membangun gerakan untuk keadilan iklim. Di Indonesia, GreenFaith berdiri sejak 2023 dengan fokus pada Faith for Climate Action, yaitu aksi nyata individu lintas agama dalam mengatasi dampak perubahan iklim, pelatihan lintas agama untuk climate justice, serta membangun perspektif lintas agama dalam transisi energi. Update kegiatan GreenFaith Indonesia dapat diikuti melalui Instagram @greenfaith.id.