2023 Dinobatkan sebagai Tahun Terpanas dalam 125.000 Tahun Terakhir

oleh -56 kali dilihat
Jangan Remehkan Cuaca Panas, Ini Cara Lindungi Tubuh dari Sakit
Ilustrasi cuaca panas/Foto-pixabay

Klikhijau.com –  Tahun 2023 ini, hampir pasti dinobatkan sebagai tahun terpanas dalam sejarah. Setidaknya itu terjadi dalam kurung waktu 125.000 tahun terakhir.

Klaim tersebut dikeluarkan oleh para ilmuwan di Copernicus Climate Change Service (C3S). Itu berdasarkan menyusulnya data bulan lalu.

Bulan lalu (Oktober) menunjukkan  tahun ini adalah tahun terpanas secara global, khususnya pada periode di bulan Oktober itu.

Menurut laporan Reuters  bahwa C3S mengatakan bulan Oktober tahun ini jauh lebih hangat dibandingkan rekor bulan Oktober sebelumnya yang terjadi pada tahun 2019 lalu.

KLIK INI:  Pangan Lokal, Solusi Atasi Krisis Pangan Akibat Dampak El Nino

Adanya lonjakan suhu yang terus menerus diakui oleh  Ilmuwan iklim Universitas Princeton, Dr. Zachary Labe, sangat mengejutkannya.

“Sebagai seorang ilmuwan iklim, saya sering mengatakan bahwa bulan ini adalah rekor tertinggi baru, namun penyimpangan dibandingkan dengan rekor sebelumnya adalah hal yang sangat mengejutkan dan itulah yang kita semua coba uraikan untuk mencari tahu apa penyebabnya,” kata Labe dalam siaran persnya dikutip dari Reuters.

Labe mengatakan tidak ada tren jangka panjang hilangnya es laut di Antartika seperti yang terjadi di Arktik .

“Sejak sekitar tahun 2016 kami mulai mengamati perbedaan jumlah es laut Antartika; kami mulai mengalami tahun-tahun yang sangat rendah. Jadi, pertanyaan besarnya adalah – apa yang telah berubah sejak tahun 2016, dan apakah kita akhirnya mulai melihat dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dengan lebih jelas terlihat di Antartika,” tambah Labe.

Labe menjelaskan bahwa, meskipun suhu rata-rata global penting untuk memahami tren jangka panjang dan indikator perubahan iklim, suhu regional bisa saja berbeda.

“Pemanasan di wilayah tropis Pasifik akibat El Nino dan pemanasan di seluruh wilayah Atlantik merupakan hal yang mengkhawatirkan tahun ini,” kata Labe dalam siaran persnya.

KLIK INI:  Intip Tips Sederhana Mengurangi Sampah Plastik di Tahun 2023
Tahun terpanas yang pernah tercatat

Sementara itu, wakil direktur C3S, Samantha Burgess mengatakan, fakta tersebut membuatnya gugup tentang apa yang akan terjadi.

Menurutnya, saat kita menggabungkan semua data, catatan suhu udara global, catatan suhu permukaan laut global, catatan es laut global. Semua indikasi ini benar-benar menunjukkan kepada kita bahwa iklim kita berubah dengan sangat cepat dan kita harus beradaptasi terhadap iklim yang kita hadapi saat ini,”

“Kami dapat mengatakan dengan sangat pasti bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat,” ujarnya.

Burgess menunjukkan bahwa, selama tiga bulan terakhir, suhu global telah melampaui 1,5 derajat Celsius di atas suhu pra-industri.

“Ini tidak berarti kita telah melanggar Perjanjian Paris , namun kenyataannya adalah semakin banyak hari, minggu, atau bulan kita berada di atas 1,5°C , semakin cepat kita melampaui batas Perjanjian Paris,” kata Burgess.

Burgess menambahkan bahwa rekor rendahnya tingkat es laut di Antartika disebabkan oleh suhu yang lebih hangat di lautan dan atmosfer, serta mekanisme umpan balik.

“Rekor tersebut dipecahkan sebesar 0,4 derajat Celcius, yang merupakan selisih yang sangat besar,” kata Burgess, seperti dilansir Reuters.

KLIK INI:  Benarkah Akses Penduduk Perkotaan ke Ruang Hijau Semakin Berkurang?

Burgess mengaku mengamati bahwa suhu lautan di dunia adalah yang terhangat yang pernah terjadi pada bulan Agustus 2023, dan El Nino tahun depan dimulai dengan suhu lautan yang sangat hangat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Kami semua mengamati data dengan cermat untuk memahami bagaimana hal ini akan berkembang dan apa implikasinya terhadap cuaca dan tren iklim pada tahun 2024, dan terhadap kejadian ekstrem di seluruh dunia,” kata Burgess.

Ia juga berpendapat bahwa kemungkinan besar pada tahun 2024 akan kembali memecahkan rekor panas tahun ini.

Sedangkan menurut Ilmuwan iklim Universitas Pennsylvania, Michael Mann, pada sebagian besar tahun, faktor El Niño memecahkan rekor suhu.

“Peningkatan panas global akibat El Nino menambah laju pemanasan yang disebabkan oleh aktivitas manusia,” katanya, dikutip dari Reuters.

Sementara itu, menurut  Lucy Hubble-Rose, wakil direktur Unit Aksi Iklim di University College London (UCL) bahwa ketika perubahan diperlukan, “kelumpuhan tindakan” terkadang menyebabkan orang dan organisasi melepaskan diri dan mulai menolak informasi.

KLIK INI:  3 Capaian Gemilang Indonesia pada COP Madrid

“Membangun rasa keagenan individu sangatlah penting,” komentar Hubble-Rose.

Hubble-Rose juga menambahkan, bahwa pendekatan “tindakan mendorong keyakinan” dapat membangun pemahaman yang lebih komprehensif tentang manfaat lingkungan dan mengarah pada perubahan lebih lanjut.

Selain itu, informasi risiko iklim perlu diterjemahkan ke dalam dampaknya terhadap sistem individu untuk mendorong penelitian tentang bagaimana mengubah cara melakukan sesuatu.

“Yang paling penting adalah bagaimana mendukung organisasi mulai saat ini agar mampu mewujudkan perubahan,” kata Hubble-Rose.

KLIK INI:  Dampak Perubahan Iklim Berpotensi Memicu Terjadinya Iklim Kuno di Samudera Hindia