Klikhijau.com – Sebatang pohon durian berdiri kesepian di belakang rumah. Tak ada daun, hanya beberapa rantingnya yang tersisa. Ia telah lama kehilangan napas. Awalnya, hanya daun yang menguning, lalu berguguran.
Awalnya, masih ada cu’la atau tunas baru yang muncul. Kemunculan cu’la memberi harapan. Jika pohon itu masih tangguh untuk hidup.
Namun, perlahan harapan akan kehidupan memudar. Meski tanda-tanda kehidupan telah tiada, , Ayah selalu berharap, masih akan cu’la (bertunas).
Sayangnya, pohon durian itu tak meloloskan harapan Ayah. Tetap saja mati, menjatuhkan rantingnya satu demi satu.
Saking besarnya harapan Ayah terhadap durian tersebut, bahkan setelah bertahun-tahun mati dan membahayakan tiga rumah. Beliau tetap enggan menebangnya.
Padahal, di batangnya telah bersarang lintana (rayap) karena telah lama mati dan telah kering. Bahkan telah ditumbuhi anggrek macang. Sejenis anggrek yang suka “numpang” pada pohon yang telah habis masa hidupnya, tapi masih tetap berdiri di atas batangnya sendiri.
Di Desa Kindang, Bulukumba, sangat jarang ditemukan anggrek macang numpang pada pohon yang masih hidup. Karenanya, jika ada pohon yang telah ditumpangi anggrek macang, harus ditebang. Jika tidak, akan roboh dengan sendirinya. Seperti halnya pohon durian di belakang rumah itu. Jika dibiarkan akan roboh sendiri dan 100 persen mengarah ke rumah.
Namun, untuk menebangnya tidaklah mudah, sebab haru berhadapan dengan Ayah yang mempertimbangkan segala aspeknya. Ada beberapa pertimbangan Ayah kenapa enggan menebangnya, pertama, rasa sayang. Itu adalah durian biasa atau durian kampung yang beliau tanam sendiri dan rasa buahnya sungguh enak.
Durian kampung atau durian biasa adalah penyebutan untuk durian yang menjulang tinggi dengan buah yang kecil, bau buahnya saat masak sangat menyengat. Daging buahnya tidak terlalu banyak menyelimuti bijinya yang besar.
Pemberian nama itu, karena durian tersebutlah yang pertama tumbuh di kampung, sebelum diserbu beragam jenis durian dengan buah yang lebih besar dan bau yang kurang menyengat.
Alasan kedua, panrabbaanna (tempat mendarat ketika ditebang) yang susah. Sebab akan menghempas pohon cengkeh tetangga kebun. Pun jika salah perhitungan, akan menghempas salah satu dari tiga rumah bertetangga.
Untunglah, Nurdin dengan lapang dada merelakan kebunnya sebagai tempat panrabbaang pohon durian itu.
“Lebih baik pohon cengkeh yang rusak daripada rumah,” katanya.
Setelah ada jalan panrabbaang dari Nurdin, Ayah akhirnya mengalah. Beliau mengizinkan pohon durian itu ditebang, meski dengan berat hati sebab akan merusak pohon cengkeh dari tetangga kebunnya.
Maka, pada Selasa, 23 Desember 2025 pada siang yang gerimis. Pohon durian yang telah tumbuh bertahun-tahun itu pun ditebang. Roboh ke tanah dan menerpa setangkai pohon cengkeh Nurdin.
Setelah ditebang dan diukur, panjangnya kurang lebih 10 meter. Pohon durian itu pun menjelma menjadi balok-balok.

Daya tarik anggrek
Ada hal lain yang saya tunggui dari pohon durian itu, yakni anggrek. Pohon yang telah mati dan hampir lapuk, tapi masih berdiri, di kampung saya, Kindang memang disukai oleh anggrek macang.
Anggrek macang adalah nama lokal dari anggrek Grammatophyllum stapeliiflorum. Bunga anggrek ini menjuntai ke bawah (menggantung). Indah.
“Anggrek gana,” kata Om saya begitu melihat anggrek macang tersebut. Gana artinya betina. Namun, arti lain dari kata itu bisa lebih “nakal” sebab merujuk pada aktivitas paling rahasia sepasang suami istri.
Anggrek macang adalah spesies dalam genus Grammatophyllum. Nama ini merupakan nama yang diterima untuk spesies dalam famili Orchidaceae, subfamili Epidendroideae , suku Cymbidieae , subsuku Cymbidiinae. Spesies ini dapat pula ditemukan, tidak hanya di tanah Kindang, tetapi juga di Malaysia, Filipina hingga Selandia Baru.
Selain anggrek macang, julukan lain dari tumbuhan ini adalah Anggrek Sendu. Julukan lainnya adalah Anggrek Ratap Tangis. Anggrek jenis ini termasuk tumbuhan epifit.
Epifit adalah tumbuhan yang hidup menempel pada tumbuhan lain atau inangnya sebagai tempat untuk mendapatkan dukungan fisik dan akses lebih baik ke cahaya matahari.
Meski menumpang tumbuh, namun tidak mengambil nutrisi dari inangnya, melainkan dari udara (air hujan, embun) dan serasah yang menumpuk di permukaan inangnya itu.
Anggrek ini mudah dikenali, selain menempel pada kayu kayu pohon, juga pada bunga yang coklat kehitaman menjuntai mirip Stapelia, berbau harum, dan mekar lama, tumbuh di dataran rendah-menengah.
Keunggulan tumbuhan ini dikenal kuat dan mudah dirawat dengan cahaya terang, sirkulasi udara baik, dan media tanam kasar, walau proses pertumbuhan lambat, sehingga butuh kesabaran jika ingin melihatnya tumbuh subur dan mengeluarkan bunganya yang indah itu, seperti yang tumbuh pada pohon durian di belakang rumah, yang telah ditebang karena kehabisan waktu hidup.








