Lebih 4.000 Spesies Satwa Liar Jadi Sasaran Perdagangan Ilegal, 162 Negara Terlibat

oleh -24 kali dilihat
Qanun Perlindungan Satwa Liar, Cara Aceh Selamatkan Satwa dari Kematian
Gajah, salah satu satwa liar yang butuh perlindungan dari kepunahan/foto-jatimnet.com

Klikhijau.com – Dampak kejahatan terhadap satwa liar jauh melampaui dari apa yang dipikirkan. Dampaknya dapat menghancurkan ekosistem, menghilangkan sumber pendapatan utama masyarakat yang bergantung pada alam, dan melemahkan kapasitas bumi untuk melakukan mitigasi perubahan iklim.

Ancaman itu kian nyata, sebab laporan baru dari Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk United Nations’ Office on Drugs and Crime (UNODC) menemukan lebih dari 4.000 spesies satwa liar menjadi sasaran perdagangan ilegal di seluruh dunia— sekitar 162 negara aktif melakukan perdagangan satwa liar ilegal.

Spesies tumbuhan dan hewan diperdagangkan secara ilegal itu sering kali untuk tujuan pengobatan, makanan, hewan peliharaan, atau hiasan.

Laporan tersebut menganalisis lebih dari 140.000 laporan penyitaan satwa liar antara tahun 2015 dan 2021 di lebih dari 160 negara dan wilayah. Karang merupakan bagian terbesar dari penyitaan individu (16 persen), diikuti oleh buaya (9 persen) dan gajah (6 persen).

KLIK INI:  Aktor Illegal Logging di Nunukan Tertangkap, Ribuan Kayu Disita

Laporan tersebut juga menguraikan beberapa ancaman besar dari perdagangan satwa liar illegal. Tidak hanya terhadap spesies yang menjadi sasarannya, tetapi juga terhadap seluruh ekosistem dan manusia.

“Kejahatan terhadap satwa liar menimbulkan dampak buruk yang tak terhitung terhadap alam, dan juga membahayakan mata pencaharian, kesehatan masyarakat, tata kelola yang baik, dan kemampuan planet kita untuk melawan perubahan iklim,” kata Ghada Waly, direktur eksekutif UNODC dikutip dari The Guardian .

Laporan tersebut mencatat pula bahwa penurunan populasi yang terkait dengan perdagangan satwa liar menciptakan efek riak dalam ekosistem, dan seiring dengan perubahan iklim, permasalahannya menjadi lebih buruk, sehingga menyebabkan konflik sumber daya yang membahayakan lebih banyak spesies.

KLIK INI:  Perihal Hewan Peliharaan dan Sehimpun Kata-Kata Bijak Mengenainya

Para penulis menulis bahwa kejahatan terhadap satwa liar membatasi manfaat sosio-ekonomi yang diperoleh manusia dari alam dan bahwa kejahatan terhadap satwa liar dapat dikaitkan dengan korupsi dan hilangnya pendapatan di pemerintahan.

Yang perlu dilakukan

Sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, Tujuan 15 ditujukan untuk melindungi dan memulihkan ekosistem berbasis lahan, dan mencakup target untuk mengakhiri perdagangan satwa liar atas spesies yang dilindungi.

Namun laporan terbaru UNODC membandingkan data dengan kemajuan Tujuan 15 dan menemukan bahwa dunia tidak berada pada jalur yang tepat untuk mencapai tujuan ini.

Menurut laporan tersebut, perdagangan satwa liar ilegal yang dicegat sebagai bagian dari seluruh perdagangan satwa liar (termasuk perdagangan legal) meningkat dari tahun 2017 hingga 2021, bahkan mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2020 dan 2021.

KLIK INI:  Perihal Buaya Fidel Castro yang Menggigit Lelaki Tua

Laporan dari UNODC tersebut  juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat dan hukuman yang lebih berat bagi pejabat korup yang melanggar pembatasan pemerintah dan membantu kelompok kejahatan terorganisir dalam perdagangan satwa liar.

Penangkapan dan penyitaan barang-barang ilegal sering kali dipandang sebagai penanda keberhasilan dalam memberantas perdagangan satwa liar. Namun, hal tersebut tidak selalu berdampak jangka panjang.

Pelaku perdagangan satwa liar cepat beradaptasi dalam metode dan jalur perdagangan mereka, memanfaatkan kesenjangan dalam peraturan dan perundang-undangan serta mengikuti tren pasar.

KLIK INI:  Foto Aksi Liestiaty F Nurdin Ajak Organisasi Perempuan Kendalikan Sampah Plastik

Itu sebabnya pembuat undang-undang perlu menargetkan insentif kriminal yang mendorong pasar gelap, baik yang bersifat ekonomi maupun sosial budaya.

“Untuk mengatasi kejahatan ini, kita harus menyesuaikan kemampuan beradaptasi dan ketangkasan perdagangan satwa liar ilegal,”  ungkap Waly.

Ia menambahkan bahwa hal tersebut memerlukan intervensi yang kuat dan terarah baik pada sisi permintaan maupun pasokan dalam rantai perdagangan manusia, upaya untuk mengurangi insentif dan keuntungan kriminal, serta investasi yang lebih besar dalam kapasitas data, analisis, dan pemantauan.

KLIK INI:  Restorasi Ekosistem Pesisir, Solusi Permanen Mitigasi Perubahan Iklim