Klikhijau.com – Laporan terbaru dari media Indonesia dan petugas bea cukai menunjukkan peningkatan pesat jumlah kontainer laut berukuran 40 kaki yang menumpuk setelah disita dan ditahan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Indonesia. Hingga 8 Desember.
Menurut laporan media di Indonesia, 822 kontainer telah disita, yang sebagian besar dilaporkan berasal dari Amerika Serikat (AS).
Ketiga penerima barang yang dilaporkan dari kontainer yang disita yaitu PT Esun International Utama Indonesia, PT Logam International Jaya, dan PT Batam Battery Recycle Industries, seluruhnya berada dibawah perintah oleh Menteri Lingkungan Hidup untuk mengekspor kembali pengiriman tersebut ke AS.
Hingga saat ini, belum ada yang melakukannya meskipun walikota mengeluh bahwa Pelabuhan kehabisan ruang.
Dalam satu tahun terakhir, Basel Action Network (BAN) telah secara rutin memperingatkan otoritas Indonesia mengenai sejumlah pengiriman limbah elektronik yang mencurigakan. 1 Menurut BAN, salah satu dari tiga importir limbah elektronik yaitu PT Esun International Utama Indonesia, dioperasikan oleh perusahaan Wai Mei Dat/Corporate eWaste Solutions (CEWs) yang sudah terkenal buruk reputasinya, yang merupakan salah satu dari 10 broker besar AS yang disebutkan dalam laporan investigasi terbaru berjudul “Brokers of Shame” atau “Broker Tercela”.
Laporan tersebut mendokumentasikan bagaimana Wai Mei Dat/Corporate eWaste Solutions (CEWs) telah menggunakan tiga fasilitasnya di AS yang bersertifikasi AS untuk menyalurkan limbah elektronik ke luar negeri, terutama ke lokasi PT Esun di Batam. Pada tahun 2018, perusahaan yang sama tertangkap mengimpor sejumlah besar limbah elektronik dari AS ke Thailand sebelum akhirnya pemerintah Thailand menutup operasi mereka.2
Berdasarkan ketentuan Konvensi Basel yang mengatur pergerakan lintas batas limbah berbahaya, negara-negara anggota Pihak Basel seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia secara hukum tidak dapat mengimpor limbah elektronik dari negara non-Pihak Basel seperti AS.
Namun demikian, terlepas dari status Basel, sertifikasi sukarela seperti R2 dan e-Stewards yang dimiliki oleh banyak pendaur ulang di AS tidak mengizinkan pendaur ulang bersertifikat untuk melanggar hukum internasional dan domestik melalui kegiatan ekspor. Namun, hanya minggu lalu (6 Desember), CEWs membanggakan di platform media sosial “LinkedIn” bahwa mereka baru saja lulus R2 Standard surveillance audit, yang menimbulkan pertanyaan bagaimana mereka dapat mempertahankan status tersertifikasi tersebut.
“Sungguh mengejutkan bahwa PT Esun International Utama Indonesia diizinkan mengimpor limbah yang dikendalikan seperti ini dari Amerika Serikat, dan dalam jangka waktu yang begitu lama,” kata Jim Puckett, Chief of Strategic Direction dari pengawas perdagangan limbah global, BAN. “Dan di Amerika Serikat, sangat memprihatinkan bahwa perusahaan tersebut hanya beberapa hari lalu lolos audit oleh program sertifikasi limbah elektronik besar yang dikenal sebagai R2.”
Pada akhir September 2025, Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, berupaya menutup PT Esun International Utama di Batam karena mengimpor dan mengolah limbah elektronik berbahaya secara ilegal tanpa pemberitahuan dan izin yang semestinya, hal ini sebuah pelanggaran terhadap hukum lingkungan hidup Indonesia dan Konvensi Basel.
Namun, rencana penegakan hukum oleh timnya gagal setelah para pekerja dan pihak lain dilaporkan berkumpul di pintu masuk pabrik, menghalangi masuknya pemerintah. Hingga saat ini, pabrik tersebut tetap beroperasi tetapi tidak diizinkan untuk menerima limbah baru.
“Membiarkan perusahaan pelanggar hukun yang beroperasi di PT Esun dan menakut- nakuti pemerintah hingga tidak menjalankan tugasnya untuk melindungi lingkungan Indonesia sangat menjengkelkan dan menyedihkan,” kata Yuyun Ismawati, dari LSM lingkungan Indonesia Nexus3 Foundation. “Kami melihat hal ini kini menjadi praktik umum di banyak sektor. Apakah Indonesia akan diperintah oleh hukum, atau oleh preman?” tanyanya.
BAN, Nexus3 Foundation, dan Ecoton di Indonesia menggemakan seruan yang baru-baru ini disampaikan oleh jurnalis lokal dan lainnya. Mereka menilai solusi untuk masalah ini sangat jelas yaitu patuhi hukum.
Rekomendasi untuk pemerintah Indonesia:
Limbah-limbah tersebut telah diimpor ke Indonesia secara ilegal karena melanggar larangan perdagangan limbah yang dikendalikan Konvensi Basel (A1181 — limbah elektronik berbahaya, dan Y49 (semua limbah elektronik lainnya)) antara negara-negara Pihak Basel, seperti Indonesia, dan negara non- Pihak, seperti AS (Pasal 4(5)).
- Limbah-limbah tersebut telah diimpor secara ilegal karena tiba tanpa pemberitahuan dan persetujuan yang diwajibkan dari otoritas Indonesia (Pasal 4(1)(c)). Hal ini merupakan perdagangan ilegal menurut hukum internasional – Konvensi Basel (Pasal 9).
- Berdasarkan Konvensi Basel, perdagangan ilegal dianggap sebagai tindakan pidana (Pasal 4(3)).
- Sebagai tindakan pidana, para importir dan pihak-pihak yang membantu serta bersekongkol dengan mereka harus dituntut di pengadilan. Operasi mereka harus segera dihentikan dan aset mereka disita untuk membiayai pemulangan kontainer serta biaya
- Perusahaan pelayaran tidak kebal dari tanggung jawab berdasarkan Konvensi Basel dan harus diwajibkan untuk membayar biaya demurrage dan pemulangan karena telah mengizinkan pengiriman ilegal masuk ke dalam negeri.
- Berdasarkan Pasal 9(2) Konvensi, limbah-limbah yang dimaksud harus dipulangkan ke AS atau negara asal Otoritas yang berwenang di negara-negara tersebut harus diberitahu. Biaya pemulangan dan pengaturan pemulangan harus ditanggung oleh perusahaan pelayaran dan importir. Seluruh proses pemulangan dan nomor kontainer limbah yang dikembalikan harus diumumkan kepada publik untuk mencegah limbah tersebut berakhir di negara ketiga.
- Informasi mengenai segala bentuk penipuan, termasuk penggunaan deklarasi palsu pada pengiriman, harus disampaikan kepada publik, kepada perusahaan pelayaran yang terlibat, kepada pemerintah negara pengekspor, serta kepada otoritas pemerintah dan antar pemerintah terkait lainnya.
Rekomendasi untuk pemerintah Federal dan Negara Bagian Amerika Serikat dan pemangku kepentingan lainnya:
- AS harus meratifikasi Konvensi Basel sesegera
- Departemen Kehakiman AS (DOJ) harus menuntut para eksportir yang terlibat dalam segala bentuk penipuan, termasuk mendeklarasikan limbah ekspor secara palsu.
- Pemerintah negara bagian, misalnya California, tidak boleh mengizinkan perusahaan mana pun yang melanggar hukum negara pengimpor, seperti Indonesia, untuk berpartisipasi dalam program state takeback limbah elektronik.
- Lembaga sertifikasi sukarela yang belum melakukannya harus melarang sertifikasi terhadap 10 “Brokers of Shame”, serta melarang perusahaan bersertifikas untuk terlibat dengan 10 broker tersebut baik secara langsung atau tidak langsung, serta dengan perusahaan mana pun yang operasinya melanggar hukum negara pengimpor.
- Perusahaan besar, lembaga, dan badan pemerintah tidak boleh mengizinkan diri mereka menjadi pelanggan, secara langsung maupun tidak langsung, dari 10 Brokers of Shame atau perusahaan lain yang terbukti melanggar hukum negara pengimpor seperti Indonesia.








