Klikhijau.com – Beberapa waktu lalu tagar 10 Year Challenge ramai diperbincangkan di media sosial instagram, lalu merebak hingga ranah Twitter. Sampai-sampai tantangan ini menjajaki trending topic global dalam tagar #10YearChallenge.
Namun ketika orang-orang berbagi tantangan 10 Year Challenge hanya sebagai hiburan semata. Tak sedikit kaum milenial berlomba-lomba mengunggah foto mereka pada 10 tahun lalu dan disejajarkan dengan fotonya sekarang. Sementara yang lain memutuskan untuk menggunakan tantangan viral ini sebagai sarana untuk menyampaikan pesan penting menyangkut isu-isu tentang pemanasan global.
Tak ayal para pemerhati lingkungan juga tak kalah mengunggah foto-foto terkait dengan kondisi rumah kita, bumi.
Peringatan hari bumi tahun 2019 kali ini membawa perhatian khusus terhadap kondisi bumi yang mulai kritis, sudah saatnya kita kembali merenungkan tentang tagar yang sempat viral itu.
Dikutip dari laman techno, pada 1 Maret 2016 silam, Scott Kelly akhirnya sampai di Bumi lagi. Astronot NASA yang telah menunaikan misi menjelajah luar angkasa selama 340 hari itu membawa banyak cerita yang menarik.
Namun, isinya lebih banyak yang memprihatinkan. Berdasarkan pantauan Scott, kondisi Bumi saat ini sarat dengan kerusakan. Dari atas langit, horor yang kerap digembar-gemborkan soal pemanasan global itu begitu nyata.
Berbagai penelitian baru yang dilakukan hanya dalam enam bulan terakhir menemukan fakta terbaru tentang perubahan iklim yang disebabkan manusia. Studi yang dipublikasikan pada Februari 2019 di jurnal Nature Climate Change melaporkan, faktor ulah manusia ikut memengaruhi perubahan iklim yang berlangsung selama beberapa dekade.
“Manusia membakar bahan bakar fosil, seperti minyak, batu bara, dan gas. Semua itu melepaskan karbon dioksida (CO2), metana, dan gas lainnya ke atmosfer, dan lautan Bumi. Nah, CO2 ini adalah gas rumah kaca yang paling bertanggung jawab untuk pemanasan global,” papar Benjamin, dikutip dari USA Today, Senin (22/4/2019).
Berikut ini catatan terbaru mengenai kondisi bumi yang patut kita renungkan sebagai peringatan Hari Bumi 2019:
Gletser yang kian mencair
Dalam waktu 10 tahun ini dapat dilihat bahwa gletser mencair dengan sangat cepat. Hal ini tentu saja menunjukan adanya pengaruh dari pemanasan global yang terjadi di bumi. Sejak tahun 2008 hingga sekarang gletser ini telah mengalami penyusutan sebanyak 40 meter. Dan untuk menyelamatkan pencairan gletser, pemerintah Swiss pun menyelimuti daerah tersebut dengan selimut putih yang tahan UV. Banyak ahli yang mempercayai bahwa selimut tersebut mampu mengurangi pencairan es hingga 70%.
Sampah plastik merajalela
Dunia baru-baru ini mulai tersadar akan masalah plastik yang memenuhi lautan dan membuat hewan-hewan di dalamnya mati akibat tersedak sampah. Menurut sebuah data, manusia telah membuang 80 juta ton plastik ke laut setiap dekade.
Dari jumlah yang begitu besar, hanya 9 persen dari plastik yang dapat didaur ulang. Bahkan pecahan kecil itu sekarang berada di bawah ancaman yang mengkhawatirkan. Gunungan besar limbah non-biodegradable mengalir ke lautan, di mana plastik itu terurai menjadi potongan kecil dan terakumulasi di semua makhluk laut.
Salah satu contohnya Manta Point di Pulau Dewata, yang digadang-gadang menjadi primadona Indonesia kini bukan lagi dipenuhi Manta tetapi sampah plastik yang melayang-layang bak ubur-ubur. Dan pada 2050, jumlah sampah plastik di sana diduga akan lebih banyak dibanding ikan.
Kawasan hutan yang terkikis oleh waktu
Meskipun tidak memakan waktu 10 tahun, akan tetapi wilayah di hutan ini sangat mengkhawatirkan. Hal ini karena dalam setahun terakhir Hutan Hujan Amazon ini mengalami penebangan secara illegal.
Menurut data di 2017, kita kehilangan hutan seluas 40 lapangan bola dalam setiap menit, kira-kira sekitar 15,8 juta hektar. Dan antara 2009 hingga 2019, hutan hujan Amazon kehilangan wilayahnya sekitar 60 ribu kilometer persegi.
Sementara itu di kawasan hijau bumi, deforestasi tak terhindarkan. Di Kalimantan, berbagai lahan hijau digubah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Hal ini menunjukan konsekuensi dari adanya pertanian kelapa sawit yang semakin berkembang. Tanaman kelapa sawit sendiri sangat menyukai iklim tropis yang hangat dan lembab. Pertanian kelapa sawit sendiri menyebabkan 47% dari total penggundulan hutan yang terjadi di Kalimantan sejak tahun 2000. WWF, organisasi yang menangani permasalahan lingkungan di dunia menyebut Hutan Kalimantan dapat menyusut hingga 75 persen pada 2020 dan dapat kehilangan 10 hingga 13 juta hektar lahan hijau dalam kurun waktu 2015 hingga 2020 jika deforestasi tak dihentikan.
Terumbu Karang Yang Memutih
Perubahan iklim yang terjadi pada bumi bukan saja membuat perubahan di daratan, melainkan juga terjadi dasar laut. Perubahan yang terjadi dapat menyebabkan pemutihan pada karang secara besar-besaran. Ganggang yang selalu menempel di karang akan pergi dan menyebabkan polip karang. Jika tak ada ganggang yang menempel, maka karang akan kelaparan dan mati. Tentu saja bila karang tersebut mati akan mempengaruhi sedikitnya 25% spesies laut yang hidup di karang.
Suhu Bumi Semakin Menghangat
Peta dari NASA , memperlihatkan bagaimana bumi semakin menghangat dalam 10 tahun terakhir (dari 2007 hingga 2017). Diketahui bahwa sejak awal Revolusi Industri, planet ini telah memanas sekitar 1° C. Kita perlu mencegah agar pemanasan ini tetap di bawah 1,5° C, jika tidak ingin menghadapi bencana iklim yang mematikan.
Keadaan beruang kutub saat ini menjadi bukti nyata suhu bumi yang semakin menghangat. Hewan ini mengandalkan es laut untuk berburu anjing laut yang menjadi makanannya.
Namun, karena es-es di kutub mencair, maka mereka tidak dapat menemukan cukup makanan sehingga tubuhnya semakin kurus. Meski sebagian populasinya saat ini cukup stabil, tapi jumlah beruang kutub akan menurun 30% pada 2050.
Meski kondisi bumi semakin parah dalam sepuluh tahun, tapi kita tidak boleh kehilangan harapan.
Masih ada cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan yang semakin parah dan menjaga keberlangsungan hidup bumi. Bisa dimulai dari diri sendiri melalui hal-hal kecil, juga peran pemerintah agar membuat kebijakan yang ramah lingkungan.